š Mas Rezky
Aku keluar dari kamarku, dan sudah disambut oleh Ibu yang saat ini sedang duduk tenang di ruang tengah bersama secangkir teh hangat di tangan beliau.
"Jadi ke rumah Rina, Dek?" tanya Ibu.
Aku mendekat ke arah Ibu, dan langsung mendudukan diriku di sofa yang ada di seberang beliau. "Jadi, Bu."
"Jangan lupa bawa sesuatu."
"Nggih Bu. Ini Rezky mau mampir ke resto dulu. Niatnya mau bawain seafood. Soalnya Bu Widya sama Shinta, adik iparnya Rina, lagi nginep di rumahnya Rina."
Ibu langsung duduk tegap menghadap ke arahku, "Nah, apa lagi ada Bu Widya. Jangan sampai kamu tangan kosong waktu datang ke sa
Chapter ini masih lanjutan di hari yang sama seperti kemarin ya :) ***** ā¤ Rina Baru saja Shinta ingin merengek lagi, tapi langsung terdiam karena bunyi dering ponselku saat ini. "Siapa, Rin?" tanya Ibu. "Mas Rezky, Bu." "Ya udah, kamu angkat dulu Rin teleponnya. Siapa tahu penting." Baru saja aku ingin bangkit berdiri, tapi Shinta sudah menahan lenganku saat ini. "Di sini aja Mba. Jangan lupa diloudspeaker," pinta Shinta dengan cengiran lebar di wajahnya. Dasar
ā¤ RinaElysia sibuk dengan udang goreng tepung Sari Laut kesukaannya. Apalagi Mas Rezky sendiri yang telah memasaknya, jadilah Elysia sudah pasti tak bisa berpaling dari gumpalan seafood yang dilumuri adonan renyah itu, sejak tadi, putri kecilku benar-benar lahap sekali menghabiskan porsi makannya. Bahkan, sekarang, Elysia sedang makan nasi beserta lauknya untuk kloter yang kedua.Aku dan Shinta sudah selesai makan. Dan kami benar-benar kenyang.Memang seafood Sari Laut itu bikin nafsu makan jadi tinggi, bawannya ingin nambah lagi dan lagi. Kalau kata Ibu, semua lauknya itu nglawuhi.(Nglawuhi = Lauk yang enak dan buat nafsu makan jadi meningkat)
Chapter ini masih lanjutan di hari yang sama seperti kemarin ya :)*****š Mas Rezky"Seneng dong. Makin seneng lagi, kalau kamu udah siap Mas lamar resmi buat jadi istri."Aku sadar kalau sekarang Rina sedikit tersentak setelah mendengar ucapanku.Tapi aku masih ingin melanjutkan lagi pertanyaanku, "Kamu udah siap?"Rina masih diam, tapi aku tetap berucap padanya hal yang sama. "Kalau kamu udah siap, Mas akan segera bawa keluarga Mas untuk lamar kamu di hadapan Bu Widya."Rina terlihat menghela napasnya.
Chapter ini masih lanjutan di hari yang sama seperti kemarin ya :) ***** š Mas Rezky "Dulu, kamu manggil mantan-mantanmu, apa?" "Mantanku cuma satu, Mas. Cuma Damar aja. Mas Rama bukan mantan pacarku, karena kita memang nggak pernah pacaran." "Dulu, Mas Rama langsung lamar kamu?" tanyaku penasaran. Karena aku memang tak tahu banyak soal kisah Rina dan Mas Rama. Berbeda saat Rina bersama Damar yang aku memang mengetahuinya karena melihat mereka saat di SMA. Rina mengangguk, "Iya Mas."
āØ Bu Widya Aku sudah berada di atas tempat tidurku, saat ada seseorang yang mengetuk pintu kamarku. "Bu, ini Rina." Aku langsung tersenyum dengan sangat bahagia, setelah mengetahui bahwa ternyata yang datang menemuiku adalah putriku tercinta. "Ya Rin, masuk aja." Rina sudah menutup pintu, dan kini dengan senyum yang terpatri indah di wajah cantiknya sampai berhasil ikut membangkitkan bahagia di hatiku, putriku sedang berjalan perlahan menuju tempatku.
Chapter ini masih lanjutan di hari yang sama seperti kemarin ya :) ***** āØ Bu Widya - Flashback - (Lanjutan chapter "Cinta Pertama", part bagian šø Shinta) "Bu, ini bukannya ..." Aku langsung menoleh saat Shinta menepuk-nepuk lenganku dengan sangat cepat. Meliha
š Ibu Mas Rezky Aku sedang minum teh hangat di ruang tengah saat tiba-tiba putra bungsuku ikut bergabung denganku, dan sudah mendudukan dirinya di sebelahku. "Ibu kok belum tidur?" tanya putra bungsuku, Rezky, yang saat ini sudah meraih satu toples keripik kentang yang ada di atas meja. "Sebentar lagi. Nunggu Masmu pulang." "Emang, Mas Rangga lagi ke mana Bu?" "Lagi jalan-jalan sama Nadia dan Rio. Katanya, mumpung masih di Semarang." Putraku
š Mas Rezky Aku masuk ke dapur dan langsung melihat Ibu yang saat ini sedang sibuk memasak sesuatu. Aku mendekati Ibu, "Ibu lagi masak apa?" tanyaku yang kini sudah berdiri persis di sebelah kiri Ibu. Ibu sedikit tersentak lalu menepuk lenganku dengan cukup keras, "Kamu tuh Dek, mbok kalau dateng itu jangan ngagetin Ibu kaya gitu." Aku meringis dan hanya bisa memasang senyum tanpa dosa ke arah Ibu, "Maaf, Bu." Ibu diam saja, dan kembali melanjutkan masakannya.