❤ Rina
"Nggih Bu, terimakasih. Saya titip El nggih Bu. InsyaAllah, setengah jam lagi saya sampai di sekolah."
" ..... "
"Nggih Bu Dewi, sekali lagi terimakasih. Wa'alaikumsalam."
Setelah selesai dengan panggilan teleponku, aku lekas meletakkan kembali ponselku ke dalam tas jinjingku.
"Yang telepon siapa, Rin?"
Mendengar pertanyaan seperti itu, aku langsung menolehkan kepalaku ke arah ibu mertuaku.
"Tadi yang telepon Bu Dewi, wali kelasnya El di sekolah, Bu."
"Bu Dewi bilang apa Rin? Ngabarin kalau El udah balik dari Cimory?"
Aku memberikan anggukan kepalaku. "Nggih Bu, tadi Bu Dewi ngabarin kalau El udah bisa dijemput di sekolah."
(Nggih = Iya)
"Ya sudah, kamu langsung jemput El aja Rin. Ibu bisa sendiri di sini."
"Nggak Bu. Rina tunggu sampai Ibu masuk ke ruang periksa."
"Nggak usah, Rin. Ibu nggak papa. Ibu bisa sendiri di sini, kasian El kalau nunggu kelamaan di sekolah."
"Nggak papa, Bu. Tadi Rina juga udah titipin El sama Bu Dewi. Jadi insyaAllah, El aman di sana, Bu."
"Jemput El sekarang aja, Rin. Sebentar lagi udah masuk jam makan siang. Takutnya jalanan macet, nanti kamu malah makin lama sampai sekolahnya El."
"Nggak papa, Bu. Pokoknya Rina tunggu sampai Ibu masuk ke ruang periksa, baru nanti Rina tinggal untuk jemput El di sekolah."
"Kalau nggak, kamu telepon adikmu aja Rin. Telepon Shinta suruh temani Ibu di sini. Jadi kamu bisa langsung pergi buat jemput El."
"Tadi Rina udah telepon Shinta, Bu. Tapi katanya, Shinta belum bisa keluar sekarang. Soalnya pasiennya masih lumayan banyak."
"Walah terus piye nduk?" (Terus gimana nak?)
(Nduk = di Jawa, ini merupakan sebutan/panggilan sayang untuk seorang anak perempuan)
"Mboten nopo-nopo Bu. Ibu nggak usah khawatir, insyaAllah El aman di sekolah. Jadi Rina temani Ibu di sini sampai Ibu masuk, atau sampai Shinta datang."
(Mboten nopo-nopo = Tidak apa-apa)
"Maaf ya Rina, Ibu jadi buat kamu repot terus karena harus nganterin Ibu kontrol kaya gini."
Aku langsung meraih tangan Ibu mertuaku, dan tak lupa juga untuk memberikan senyumanku. "Ibu kan Ibu Rina. Jadi Ibu sama sekali nggak pernah buat Rina repot. Dan ini memang sudah jadi tugas Rina untuk berbakti sama Ibu."
Ibu balas tersenyum dan ikut menggenggam erat tanganku. "Makasih ya sayang. Rina memang menantu perempuan Ibu yang paling baik."
Aku terkekeh untuk sesaat. "Ya iya Bu, kan Rina memang menantu perempuan Ibu satu-satunya. Suami Shinta nanti kan menantu laki-laki Ibu."
Ibu ikut terkekeh bersamaku. "Intinya, buat Ibu, Rina akan tetap selalu jadi menantu yang paling baik."
"Aamiin. Terimakasih Bu."
*****
Sejak tadi, aku masih setia duduk di kursi yang ada di ruang tunggu poli syaraf rumah sakit Karyadi.
Setelah Ibu terkena penyakit stroke, memang sudah jadi rutinitasku selama kurang lebih satu tahun ini, setiap dua minggu sekali, harus mengantarkan Ibu untuk kontrol rutin, dan cek kondisi kesehatan Ibu.
Bersyukur sekali, karena pengobatan Ibu selama ini berjalan dengan lancar dan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Sebab kini Ibu sudah mulai bisa berjalan pelan, walau masih harus dengan menggunakan bantuan tongkat sebagai penopang.
Yang penting kuncinya, Ibu tak boleh banyak pikiran. Tak boleh stres. Harus tetap rileks, supaya tekanan darah Ibu tak naik. Makan makanan sehat dan minum obatnya. Terutama, Ibu tak boleh terlalu banyak makan makanan yang mengandung santan maupun kacang-kacangan.
Masih berkutat dengan pikiranku yang kembali teringat tentang bagaimana perjuangan dan pengobatan untuk Ibu, tiba-tiba aku jadi terkejut karena ada seseorang yang kini sudah duduk di sebelahku dengan napas terengah-engah yang terdengar sangat jelas di dalam pendengaranku.
"Maaf Mba, aku lama. Soalnya tadi pasienku banyak banget, jadinya nggak bisa ditinggal walau cuma sebentar."
Aku tersenyum untuk menanggapi ucapan Shinta, adik iparku tercinta. "Nggak papa, Mba paham kok. Tenang aja."
Shinta terlihat masih berusaha keras untuk mengatur napasnya. Jadi aku langsung mengulurkan satu botol air mineral ke arahnya.
"Nih, kalau udah tenang, minum dulu. Kamu juga ngapain lari-lari sampai ngos-ngosan begini si?"
Setelah napas terengah-engah darinya mulai mereda, Shinta langsung menerima dan meminum uluran minuman dariku sampai habis setengah botolnya.
"Takut Mba nunggu aku kelamaan, makannya tadi aku jadi lari waktu ke sini."
"Besok-besok, nggak usah sampai lari-lari begini lagi. Ya?"
"Iya Mba. Udah, sekarang, Mba Rina langsung ke sekolah aja buat jemput El. Kasian keponakan cantikku udah nunggu lama di sana."
Aku terkekeh, lalu menepuk-nepuk bahu Shinta secara perlahan. "Oke. Ibu udah masuk sekitar 20 menitan, jadi kayaknya bentar lagi selesai."
"Iya Mba. Tenang. Ibu aman pulang sama aku. Jadi Mba cepet ke sekolah aja. Dan bilangin sama tuan putri, nanti, Tante Shinta beliin boneka frozen lagi."
"Nggak usah, Dek. Jangan manjain El begitu, nanti takutnya El malah jadi minta dibeliin mainan terus sama kamu."
"Ya nggak papa, Mba. Santai aja. Uangku udah banyak sekarang. Jadi nggak masalah kalau buat beliin El boneka atau alat make up," jawab Shinta sambil memberikan tawa pongahnya ke arahku.
Aku juga jadi ikut terkekeh karena mendengar bualan yang sebenarnya memang adalah sebuah kenyataan dari Shinta.
Memang dasar Shinta, adik kesayangannya Mas Rama.
"Gayamu. Nggak boleh banyak belanja atau jajan. Uangnya disimpen. Ditabung. Soalnya biaya pernikahan sekarang makin mahal, Dek."
Shinta tersenyum semakin bahagia ke arahku. "Tenang aja Mba. Mas Cahyo udah bekerja keras sampai siap nikahin dokter cantik kaya aku. Jadi Mba Rina tenang aja. Karena insyaAllah, biaya nikahan kita aman, damai, dan sentosa."
"Iya. Mba tahu, kamu ataupun Cahyo memang nggak bakal bingung kalau soal uang. Tapi tetep aja, kalian harus hemat. Buat tabungan masa depan kalian dan anak-anak kalian nanti."
"Iya Mba Rinaku sayang. Siap laksanakan. Udah, sekarang Mba meluncur aja buat jemput ponakan wedokku satu-satunya. Cerita dan gosipnya kita lanjutin besok lagi di rumah Mba Rina," gurau Shinta dengan kekehan renyahnya.
(Ponakan wedokku = Keponakan perempuanku)
"Besok mau main ke rumah?" tanyaku.
Shinta mengangguk, dan memberikan senyum lebarnya ke arahku. "Iya Mba. Kan udah lama aku nggak main ke rumah Mba Rina. Sekalian mau nganterin set frozen yang udah aku janjiin buat El juga."
Aku memutar bola mataku sekilas, "Kamu itu dibilangin kok ngeyel banget si Dek? Mba udah sering bilang, jangan manjain El. Takutnya nanti El jadi tuman."
(Tuman = Ketagihan, atau bisa juga jadi Kebiasaan)
Mendengar nasihat dariku, Shinta malah cengengesan ke arahku. "Udah sana ah. Mba Rina lama-lama ketularan ribet banget kaya Ibu," ucap Shinta sambil pura-pura mendorong bahuku.
"Awas kamu. Tak bilangin Ibu lho."
Bukannya takut dengan ancamanku, Shinta malah menjulurkan lidahnya padaku. "Sana bilangin aja, lagian aku juga udah kebal kena omelannya Ibu."
"Dasar. Ya udah, Mba jemput El dulu ya?"
"Iya Mba Rinaku yang paling cantik. Udah sana pergi."
"Malah ngusir. Ya udah, sini sayang dulu," ucapku sambil merundukan badanku untuk cipika-cipiki dengan adik ipar kesayanganku.
"Mba, besok, kalau aku ke rumah, masakin tongseng ya. Soalnya aku udah kangen banget sama tongseng sapi buatannya Mba Rina."
"Oke. Siap."
"Nanti hadiahnya, tak beliin matcha greentea kesukaannya Mba Rina."
Aku langsung tertawa karena mendapat sogokan dari Shinta. "Oke. Beliin dua ya. Jangan lupa esnya dikit aja. Sama topping-nya extra cheese ya."
"Oke. Bisa diatur," jawab Shinta sambil memberikan acungan jari jempolnya.
Setelah berpamitan dengan adik perempuanku tercinta, aku segera berlalu dari hadapan Shinta untuk pergi menjemput gadis kecilku yang saat ini pasti sudah menunggu kedatanganku di sekolahnya.
*****
Beruntung sekali, karena jalanan menuju sekolah Elysia tak macet walau waktu sudah menunjukan jam makan siang seperti saat ini. Sehingga kini aku sudah tiba, dan siap untuk bertemu dengan putri kecilku tercinta.
Ternyata, masih ada beberapa anak yang terlihat bermain di halaman depan sekolah dengan begitu cerianya. Jadi sepertinya, apa yang dikatakan Bu Dewi memang benar adanya. Kalau di sini masih banyak teman-teman Elysia yang juga belum dijemput oleh orangtuanya.
Setelah selesai mengunci pintu mobilku, aku segera berjalan menuju kelas putri kecilku.
Tapi belum sampai di kelas Elysia berada, aku sudah berhenti di dekat taman karena melihat Elysia yang sepertinya sedang duduk di ayunan bersama seorang laki-laki sambil memakan donat yang ia genggam erat di tangan kanannya.
"El sama siapa?" tanyaku bingung, karena sepertinya aku belum pernah melihat laki-laki itu di sekolah Elysia sebelumnya.
Aku mencoba untuk tetap berpikir positif. Mungkin laki-laki itu adalah guru atau staff baru. Karena sekolah Elysia termasuk sangat cermat dalam memasukan seseorang ke dalam area sekolah. Untuk akses masuknya saja menggunakan finger print dan scan wajah. Bahkan untuk orangtua atau penjemput siswa juga harus membawa kartu tanda anggota supaya bisa menjemput siswa di sekolah ini. Dan aku percaya, kalau hal itu adalah salah satu cara yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk memastikan bahwa seseorang yang menjemput adalah benar-benar anggota keluarga dari siswa yang bisa dipercaya. Jadi mungkin yang sekarang bersama Elysia, adalah guru baru di sekolahnya.
Aku sudah dekat dengan tempat Elysia berada. Dan dari sini, aku sudah bisa melihat Elysia yang saat ini sedang lahap sekali menyantap donat coklat yang ada di tangan kanannya.
"El," panggilku pelan.
Mendengar panggilan dariku, Elysia segera menolehkan kepalanya ke arahku. "Mama!"
Kini, Elysia sudah tersenyum lebar sekali sambil berdiri.
Jadi aku juga segera merendahkan tubuhku, dan merentangkan kedua tanganku untuk menangkap tubuh kecil putriku. "Halo sayang," sapaku, saat Elysia sudah berada di dalam pelukanku.
"Halo Ma. Mama habis dari rumah sakit?"
"Iya sayang. Mama habis nganterin Eyang Uti kontrol. Jadi maaf ya kalau El nunggu Mama lama di sini."
"Nggak papa, Ma. Dari tadi, El ada yang nemenin kok. El juga dikasih donat coklat sama Om Eky."
"Om Eky, siapa?" tanyaku penasaran.
"Om yang punya bis, Ma."
Baru saja aku ingin bertanya lagi, tapi seseorang sudah berdiri tepat di hadapanku dan Elysia saat ini.
"Rina?"
Aku langsung mendongak karena ada seseorang yang sedang menyebut namaku.
Berdiri sambil menggandeng tangan kecil Elysia, aku segera memperhatikan siapa laki-laki yang saat ini sedang berdiri di hadapanku dengan senyum cerah di wajahnya.
Sedikit menyipitkan mataku untuk mengingat-ingat, aku langsung balas tersenyum setelah berhasil mengingat dengan sangat jelas siapa pria ini. "Mas Rezky?"
Laki-laki di hadapanku langsung menganggukan kepalanya. Dan juga tersenyum semakin bahagia. "Iya. Ternyata kamu nggak lupa sama aku ya Rina."
Aku masih tersenyum, lalu ikut memberikan anggukan kepalaku. "Iya Mas. Ingat. Maaf ya kalau tadi agak lama nyadarnya. Soalnya udah lama banget nggak ketemu, jadi pangling sama Mas Rezky sekarang."
Rezky Pramurindra, dia adalah kakak kelasku dulu saat SMA.
Mas Rezky mengangguk, dan masih tersenyum cerah sekali ke arahku. "Sama. Tadi aku juga merhatiin dulu, kamu benar Rina adik kelasku atau bukan. Ternyata bener. Nggak nyangka ya kita bisa ketemu di sini?"
Aku mengangguk lagi. "Iya Mas. Mas Rezky apa kabar?"
"Alhamdulillah baik, Rin. Kamu apa kabar? Sekarang tinggal di Semarang?"
"Iya Mas. Alhamdulillah, aku juga baik. Enam tahun lalu, Mas Rama pindah tugas ke sini. Jadi aku ikut."
"Wah, udah jadi orang Semarang ya sekarang?"
"Begitulah Mas. Mas Rezky ada acara apa di sekolah El?"
Mas Rezky menundukan kepalanya, lalu melihat ke arah Elysia yang sampai saat ini masih asik sekali memakan donat di tangan kanannya. "Jadi, El itu anakmu Rin?"
Aku mengangguk kembali. "Iya Mas"
"Pantesan, tadi, waktu pertama kali lihat El, aku kaya nggak asing gitu sama wajahnya. Ternyata anakmu. Soalnya El mirip banget sama kamu Rin."
"Banyak yang bilang gitu Mas."
"Cerewetnya juga sama ya," ucap Mas Rezky dengan kekehan pelannya.
Aku ikut terkekeh juga. Karena ucapan Mas Rezky memang benar adanya.
"Iya Mas. Banget. Jadi maaf ya kalau tadi El banyak tanya-tanya. Oya, Mas Rezky belum jawab pertanyaanku tadi. Mas Rezky ada acara apa di sekolahnya El? Terus, kok bisa bareng sama El di sini?"
"Tadi, sekolahnya El pakai bis dari tempatku buat acara di Cimory. Terus kenapa bisa bareng El, karena tadi aku gemes lihat ada anak gadis main ayunan sendiri. Jadi aku samperin, terus aku tawarin donat, eh dia mau," cerita Mas Rezky cukup panjang sambil tetap memberikan tatapan lekatnya ke arah Elysia.
"Pantesan tadi El bilang dikasih donatnya sama Om yang punya bis."
Mas Rezky tertawa lalu mengalihkan pandangannya ke arahku lagi, "El bilang gitu?"
Aku langsung menganggukan kepalaku, "Sekarang, Mas Rezky buka biro perjalanan?"
"Iya Rin. Baru merintis sekitar dua tahun ini."
"Wah sukses ya Mas. Semoga lancar dan barokah untuk semua usahanya."
"Aamiin. Makasih ya Rina."
Aku mengangguk lagi. Dan memberikan senyumanku untuk Mas Rezky.
Tiba-tiba, Elysia menarik tanganku supaya aku melihat ke arahnya. "Ma, donatnya udah habis. Jadi El minta tisu, Ma. Soalnya tangan El kotor kena coklat."
Aku langsung terkekeh melihat bagaimana wajah dan tangan putriku yang saat ini jadi sedikit kotor karena terkena coklat.
"Wah maaf ya Rina, El jadi belepotan begitu," ucap Mas Rezky kentara sekali sedang tak enak hati.
"Nggak papa Mas, santai aja. Aku yang makasih karena tadi Mas Rezky udah nemenin El sama ngasih donat juga."
"Sama-sama Rina."
Aku kembali menundukan kepalaku ke arah Elysia. "El bersihin tangannya di mobil aja ya? Soalnya Mama lupa nggak bawa tisu di tas."
Elysia langsung mengangguk tanda setuju. Jadi aku segera mengusap puncak kepala Elysia, sebagai tanda bahwa aku bangga dan berterimakasih kepada putriku.
"Sekarang, El pamitan dulu ya sama Om Rezky. Dan jangan lupa bilang makasih juga ya sayang."
Mendengar nasihat dariku, Elysia langsung menurut dan mengangkat wajahnya untuk menatap Mas Rezky.
"Om Eky," panggil Elysia lucu sekali.
"Om Rezky, sayang," selaku, untuk membenarkan panggilan dari putri kecilku.
"Om Eky aja Ma, biar gampang."
Mas Rezky terkekeh, lalu berjongkok untuk menyamakan tinggi badannya dengan Elysia. "Iya. Buat El, nggak papa kalau panggilnya Om Eky."
Elysia langsung tersenyum sumringah sekali. "Om Eky, makasih ya tadi udah nemenin El main ayunan. Makasih juga buat donat coklatnya, El suka."
"Sama-sama El," jawab Mas Rezky sambil memberikan usapan lembutnya di rambut panjang milik Elysia.
"El pamit pulang dulu ya Om."
"Iya El, hati-hati ya."
Kini, Mas Rezky sudah kembali berdiri di hadapanku. Tak lupa dengan senyum cerah yang sejak tadi ia tunjukan kepadaku.
"Aku sama El pamit pulang dulu ya Mas. Sekali lagi terimakasih."
"Sama-sama Rina."
"Dahhh Om. El pulang dulu ya."
Aku menganggukan kepalaku, sedangkan Elysia melambaikan tangannya dengan sangat riang gembira, yang dibalas lambaian tangan juga oleh Mas Rezky.
*****
"Ada kalanya, apa yang kita kira telah berakhir sejak lama, kini justru seperti hadir kembali dan ingin menyapa"
- Rina -
*****
💙 Mas RezkyHari ini, biro perjalananku dapat orderan untuk handle acara dari sebuah Taman Kanak Kanak yang cukup terkenal di kota Semarang. TK Nuansa, sekolahnya anak-anak orang kaya atau pejabatnya kota Semarang.Sebelumnya, aku belum pernah handle acara di sana. Tapi melihat bagaimana background sekolah dan orang-orang yang ada di sana, aku jadi mempersiapkan acara ini jauh-jauh hari supaya hasilnya bisa berjalan dengan maksimal, lancar, dan tak ada kesalahan yang fatal.Bahkan aku dan karyawan-karyawanku di biro perjalanan sampai sering sekali mengadakan rapat khusus untuk membahas acara ini, tak seperti acara yang biasa kami tangani sebelumnya di tempat lain.Dan aku benar-ben
💙 Mas RezkyHari-hariku berjalan seperti biasa. Kerja. Kerja. Kerja lagi, dan masih saja kerja.Ya maklum, aku pria lajang yang belum punya tanggungan. Jadi hidupku memang masih hanya disibukan dengan kerja dan juga kerja. Selebihnya, tugasku adalah membahagiakan ibu negara tercinta, Ibu Sri yang paling ku cinta.Dering ponselku tiba-tiba berbunyi.Memang Ibu Sri telinganya peka sekali. Mungkin kuping Ibu berdenging karena sedang ku bicarakan sejak tadi. Karena buktinya, sekarang, beliau sudah meneleponku di siang bolong begini."Assalamu'alaikum Bu.""Wa'alaikumsalam Dek."
❤ Rina"Rin, besok masih nginep di sini kan?""Nggih Bu. Rina sama El nginep di sini sampai hari minggu."Ibu langsung tersenyum dengan sangat bahagia setelah mendengar jawaban memuaskan dariku."El sering-sering aja ya libur sekolahnya. Jadi kamu sama El bisa nginep di sini lama."Aku terkekeh pelan. "Maunya El juga begitu, Bu. Kalau lagi bosen, mintanya libur. Tapi kalau kelamaan libur, El repot minta berangkat sekolah terus.""Mirip kaya Papanya."Aku langsung menganggukan kepalaku tanda setuju. "Iya Bu. Mirip banget sama Mas Rama. Kalau udah minta sesuatu, pokoknya har
❤ Rina"Ma, hari ini makan udang lagi ya?"Aku langsung menolehkan kepalaku untuk melihat Elysia yang sekarang ini sudah memutar duduknya supaya sempurna menghadap ke arahku."Lagi? El suka banget ya sama udang goreng di Sari Laut?"Dan ternyata, Elysia benar-benar langsung mengangguk dengan begitu semangatnya. "Iya Ma. Soalnya udangnya besar-besar, rasanya enak, terus kriuk-kriuk kalau dimakan."Aku terkekeh melihat Elysia yang kini sedang meremas-remas tangannya di depan mulutnya. Mungkin dia seperti itu karena sedang membayangkan betapa renyahnya udang goreng tepung dari Sari Laut, sampai-sampai ia jadi memperagakannya."Oke. Nan
Chapter ini masih lanjutan di hari yang sama seperti kemarin ya :)*****💙 Mas RezkyAku baru saja selesai belanja kebutuhan dapur yang hampir habis.Biasanya, ada suplier langgananku yang rutin mengirimi restoranku bahan pokok dan juga kebutuhan dapur lainnya. Tapi entah kenapa, kali ini, mereka sedikit terlambat. Sampai stok hampir habis, mereka belum kunjung datang kembali ke mari.Ya tak apa, mungkin pesanan mereka sedang banyak kali ini. Jadi aku harus bisa memaklumi."Om Eky!"Baru saja selesai menutup pintu mobil dengan siku tangan
❤ RinaTo : Rezky PramurindraAssalamu'alaikum Mas Rezky, ini Rina.Terimakasih Mas untuk traktirannya tadi siang 🙏Maaf, karena Rina sama El jadi buat repot Mas Rezky 🙏 Maaf juga, karena Rina malah nggak tahu kalau ternyata Mas Rezky yang punya Sari Laut 🙏🙏🙏Aku meletakkan ponselku di atas nakas samping tempat tidurku.Tadi siang, setelah semua keterkejutanku karena baru mengetahui fakta bahwa ternyata rumah makan Sari Laut adalah kepunyaan Mas Rezky, aku langsung meminta nomor telepon Mas R
❤️ RinaHari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Mas Rama. Hari di mana adik perempuan kesayangannya, Shinta, akan dipersunting oleh pria pilihannya.Shinta akan menikah."Cantik banget kamu Dek," ucapku sambil mengusap lembut bahu Shinta yang kini sudah terbalut apik dengan kebaya berwarna putih.Shinta meraih tanganku yang sejak tadi telah bertengger di bahunya. "Makasih ya Mba, kebaya pilihan Mba Rina cantik banget. Aku suka."Aku tersenyum memandangi bagaimana Shinta yang hari ini terlihat sangat bahagia dengan senyum yang tak pernah luntur dari wajah ayunya. "Dasar kamunya emang cantik, Dek. Jadi mau pakai baju apa aja, ya tetep ayu."
💙 Mas RezkySaat ini, aku sedang berada di sebuah gedung resepsi pernikahan yang bisa kukatakan sebagai salah satu pesta yang mewah dan megah sekali.Bu Widya, pelanggan pertama yang memesan catering padaku dengan jumlah yang cukup fantastis. Yaitu untuk 3.500 undangan. Itu dikali dua bagi setiap pasangan, dan antisipasi kalau ada tamu yang membawa serta anaknya, jadi aku menyediakan sekitar 8.000 porsi untuk setiap menu yang dihidangkan. Luar biasa. Ini adalah pesanan terbesar untuk Sari Laut menangani catering di sebuah acara pernikahan.Selain bahagia karena mendapat pesanan yang sangat banyak, aku juga bersyukur sekali karena mendapatkan pelanggan yang tak banyak menuntut dan tak membuatku pusing seperti Bu Widya. Sebab beliau tak terlalu banyak permintaannya. Ka
Chapter ini masih lanjutan di hari yang sama seperti kemarin ya :) ***** 💙 Mas Rezky "Ya ampun. Nana masih cemburu sama Diandra?" Rina mendengus tanpa menjawab pertanyaanku. Aku menarik tubuh Rina untuk mendekat lagi padaku, "Coba cerita, sebenarnya, dulu, Nana lihat Mas ngapain aja sama Diandra sampai Nana cemburu kaya gini." Rina malah memukul dadaku, "Nggak tahu lah. Bodo. Nggak usah tanya-tanya." Aku tertawa, lalu mencium pipi Rina yang kini jadi menggembung dengan sangat lucu di kedua bagiannya. "Mas suka kalau Nana cemburu ka
💙 Mas Rezky Aku menaiki tangga untuk menuju ke kamarku setelah tadi selesai berbincang-bincang bersama semua keluarga dan mengantar mereka sampai depan rumah ketika mereka pamit pulang. Bersyukur sekali aku mempunyai keluarga besar yang pengertian dan sangat mengerti dengan kebutuhanku malam ini. Senyumku tak kunjung pudar sejak tadi pagi. Apalagi mengingat moment di mana hari ini aku sudah resmi menjadi seorang suami. Ya. Hari ini aku menikah. Aku sudah punya istri, aku tak sendiri lagi. Dan tentu saja, istriku adalah seorang Elsa Azarina Safira. Seseorang yang sudah kucintai sejak sekian lama. Akhirnya, hari ini, R
❤ RinaAku merenggangkan otot-ototku setelah selesai mengecek semua rekap resi pengiriman paket hari ini.Tiba-tiba ponselku berdering. Dan ternyata, Mas Rezky yang sedang meneleponku saat ini.Aku langsung tersenyum, dan segera menerima panggilan telepon dari calon suami tercinta."Assalamu'alaikum Mas.""Wa'alaikumsalam. Nana lagi di mana?""Masih di toko, Mas. Pripun?"
Chapter ini masih lanjutan di hari yang sama seperti kemarin ya :) ***** 💙 Mas Rezky Aku menyandarkan tubuhku di kursi mobilku, setelah selesai memarkirkan kendaraan roda empatku di halaman besar rumah Rina. Menarik napas perlahan lalu menoleh ke arah kiriku di mana calon istriku sedang tertunduk memandangi putri cantikku yang sejak tadi sudah tertidur di pelukannya. Tiba-tiba, hatiku mencelos saat melihat Rina sedang mengatupkan bibirnya kuat-kuat bahkan ia sampai menggigitnya. Aku melepas sabuk pengamanku lalu mendekati Rina dan meletakkan satu lenganku di belakang kursi yang Rina tempati.
Chapter ini masih lanjutan di hari yang sama seperti kemarin ya :) ***** 💙 Mas Rezky Setelah memastikan bahwa Rina dan Elysia sudah masuk ke kamar Siska dan bayinya, aku langsung menarik napas sebanyak-banyaknya. Sedang mengumpulkan kekuatan dan kesabaran, bahwa semoga saja setelah ini aku bisa menyelesaikan masalah yang ada tanpa menimbulkan keributan. Aku memutar tubuhku, dan segera melangkahkan kedua kakiku dengan sangat mantap menuju orang-orang yang tadi telah tega menyakiti hati calon istriku. Aku telah sampai di hadapan mereka. Orang-orang yang saat ini jadi t
Chapter ini masih lanjutan di hari yang sama seperti kemarin ya :)*****💙 Mas RezkyAku langsung tersenyum sangat bahagia karena memperhatikan dua perempuan kesayanganku yang saat ini sudah berdiri dengan begitu manis untuk menyambutku, di teras rumah Rina."Cantik banget si sayang-sayangnya Ayah Rezky Pramurindra," kataku ceria, saat kini aku sudah berdiri tepat di hadapan Rina dan Elysia.Rina tersenyum manis sekali seperti biasanya. Sedangkan putri kecilku, Elysia, ia sudah langsung merentangkan kedua tangannya karena ingin digendong dengan segera.Aku terkekeh sebentar sebelum akhirny
Chapter ini masih lanjutan di hari yang sama seperti kemarin ya :)*****❤ RinaAku dan Gita telah keluar dari ruang fitting dan langsung melihat Mas Rezky yang saat ini sedang tertawa bersama Elysia. Entah apa yang sedang mereka bicarakan sebelumnya, tapi Mas Rezky dan Elysia benar-benar terlihat sangat bahagia dengan obrolan mereka."Nggak nyangka ya Rin, kalau ternyata, cinta pertamamu saat remaja akan Allah kabulkan sekarang."Aku langsung menganggukan kepalaku, "Iya, Gita. Sampai sekarang, aku juga masih sering nggak nyangka, dan kadang nggak percaya, kalau sekarang, aku bisa sama Mas Rezky saat aku udah punya Elysia."
❤ RinaAku menggandeng tangan Elysia untuk masuk ke butik milik Gita, sahabatku tercinta."Tante Gita!" seru Elysia saat dirinya sudah melihat Gita yang kini sedang berbicara dengan asistennya di meja kasir berada.Gita menolehkan kepalanya, lalu tersenyum saat melihat kedatanganku dan Elysia. Dan setelahnya, Gita langsung berlutut serta membuka kedua lengannya untuk memeluk Elysia yang saat ini sudah berlari menuju ke arahnya."Halo, sayangnya Tante Gita. Apa kabar?" tanya Gita sambil mengusap-usap punggung Elysia.Elysia sudah memeluk erat leher Gita, "Baik, Tante. Tante Gita apa kabar? Udah lama banget nggak main sama El."
Chapter ini masih lanjutan di hari yang sama seperti kemarin ya :)*****💙 Mas RezkyAku sudah selesai mandi. Semua acara hari ini telah selesai, jadi waktunya istirahat dan kangen-kangenan sama calon istri.Aku mengetikan pesan terlebih dahulu untuk kukirimkan pada Rina.To : Rinaku ❤Nana, maaf, ini Mas baru selesai.Nana udah tidur belum?