Setelah tiba di apartemen, Dokter Rizal segera memesan makanan online tadi ia lupa untuk mengajak Firda untuk makan di sebuah restoran sebelum menjemput sang putri yang berada di apartemen Neneknya, tak lama kemudian bel pintu berbunyi dan Rizal berjalan ke arah pintu dan mengambil pesanannya tersebut lalu ia mengetuk pintu kamar putrinya dan sang putri menyembul keluar dari balik pintu."Daddy mau bobok sama kita?" tanyanya tanpa rasa bersalah gadis usia enam tahun itu menatap penuh tanya pada sang Daddy."Eem ... tidak Daddy mau kamu ajak Bunda makan sepertinya tadi belum makan dan Daddy gak bisa temani kalian ada yang harus Daddy urus sebentar," jawab Rizal lalu ia menatap Firda."Bun, Nanti kalau ada yang ketuk pintu atau menekan bel, jangan di bukakan," ucap Rizal sambil mengulum senyum ketika gadis menatapnya tajam saat Dokter Rizal memanggilnya, Bunda."Nara juga tidak boleh Dad?" tanyanya pada sang Daddy, Ia kalian berdua tidak boleh membuka pintu sebelum Daddy pulang dan Dadd
Linda mengambil kunci serep ruang kerja suaminya itu dan di berikan pada Rizal. "Bukalah sendiri, aku mau menemani Brave adikmu di kamar, dia tadi sangat ketakutan saat Papinya mengamuk.Rizal tertegun mendengar apa yang di katakan Linda, mematung tanpa menerima kunci yang di sodorkan Linda."Zal, Kau dengan Ibu, 'kan," ucapnya sambil menguatkan diri untuk tidak menangis"Jadi aku sudah punya adik? Ia bernama Brave? Kenapa diberi nama Brave?" tanya Rizal dengan pelan, ia tidak tahu kenapa bertanya demikian pada mantan kekasihnya itu."Karena saat itu aku ketakutan dan hanya dialah yang membuatku berani," jawabnya sambil pergi berlalu meninggalkan Rizal yang masih belum bergeming di depan ruangan kerja sang Daddy.Ia menghembuskan napas, menghilangkan sesak di dadanya melihat mantan kekasih terlihat kuyuh dengan tubuh kurus dan tatapan hampa. Bukan karena masih cinta. Tidak, tetapi rasa kasihan melihatnya begitu memprihatinkan. '
mobil Rizal pun berhenti basement gedung apartemennya lalu ia keluar dari mobilnya dan berjalan cepat masuk ke dalam lift. Ia menekan tombol angka menuju ke apartemennya.Pintu terbuka Rizal keluar dan berjalan dengan tergesa-gesa. Iya ini seberapa ketemu dengan Firda dan menatap wajah sejuknya itu.Ia buka pintu dengan key cardnya lalu masuk ke dalam dan berjalan menuju kamar Nara dibukanya pintu perlahan. dua orang wanita yang berbeda umur tidur dengan pulasnya.Ia menatap Firda yang tertidur lelap, wajah polos tanpa make up itu membuat daya tarik sendiri baginya. 'Tuhan tolong hadirkan cinta di hati gadis ini untuk saya dan putrinya,' bisiknya dalam hati.Dia itu menutup pintu dengan perlahan lalu berjalan menuju kamarnya, membuka kemejanya dan menggantinya dengan baju tidur kemudian ia merebahkan tubuhnya di ranjang dan mulai terlelap meluapakan apa yang telah dilaluinya hari ini.Di rumah besar dan di sebuah kamar nampak wanita
Pagi menjelang, tercium bau basah sebab semalam di guyur hujan, tetes embun masih terlihat atas bunga. Naila membantu menyiapkan sarapan pagi untuk hari ini.Bayu menuruninya tangga menuju meja makan. "Ini kamu yang masak, Mam?" tanya Bayu.Naila terkekeh. "Bukan, ini Bik Surti yang masak aku hanya bantu mencicipi saja.""Bukan saya, Tuan, saya justru hanya membantu saja," jawab bik Surti.Baru saja tiga suap masuk ke dalam mulutnya. tiba-tiba saja terdengar suara dering telepon dari saku celana Bayu."Mas, makan dulu!" perintah Naila."Ma, itu handphone berbunyi terus biar ku angkat dulu," jawab Bayu."Terserah Papa sajalah! Toh yang punya perut papa," ucap Naila kesalBayu tertawa sambil mencolek dagu sang istri lalu menerima panggilan yang dari tadi."Maaf Pak menganggu, perusahaan Minco Crop mengajukan komplain, mereka ingin bertemu dengan Bapak Pagi ini juga dan mereka dalam perjalanan kemari," jelas Firda yang juga sedang dalam perjalanan menuju tempat kerjanya."Baik, saya akan
Mereka berjalan bersama masuk kedalam lift kemudian keluar lagi dan menuju ruang rapat di sana ia bertemu Anton selaku pimpinan Minco Crop.Rizal dengan percaya dirinya menghampiri pria itu. "Pak Anton, selamat pagi, Anda masih mengenal saya?" tanya Rizal.Pria itu mengerutkan keningnya mencoba mengingat sesuatu. "Apa Anda Tuan Rizal?" tanyanya setelah mengingat sesuatu."Betul, apa saya bisa bicara dengan Anda secara pribadi dengan Anda di sana?" tanya Rizal."Baik," jawab pria itu sambil tersenyum.Bayu dan Firda saling berpandangan, ia begitu heran kenapa Rizal yang berprofesi sebagai dokter bisa mengenal Tuan Anton yang notabene sebagai seorang pengusaha. Rizal dan Anton berjalan menjauh dari mereka lalu berbicara dengan sangat serius, tak lama kemudian mereka kembali menghampiri Bayu dan Firda."Mohon maaf, Pak Bayu, saya hanya mendengar selentingan kabar bahwa perusahaan Anda dalam masalah, jelas saya pun harus mempertimbangkan mengenai ini karena sebagai pengusaha saya juga ti
"Baik Mas, nanti akan saya beri kabar jika Bapak sudah datang," jawab Dron menunduk hormat.Rizal mengangguk lalu berjalan masuk ke dalam lift kemudian keluar saat sudah di lantai dasar. Ia berjalan menuju mobilnya dan masuk ke dalam serta segera meluncur meninggalkan tempat itu menuju rumah sakit tempatnya bekerja.Setelah sampai, Rizal masuk ke dalam rumah sakit dan langsung ke ruang pemeriksaan, Ibu-ibu hamil sudah menunggunya, begitu Dokter Rizal datang pemeriksaan di mulai hingga jam dua belas siang lalu Istirahat sebentar.Pada waktu istirahat itulah, Rizal memacu mobilnya menuju perusahaan ayahnya dengan kecepatan kencang ia sudah mendapat info kalau ayahnya sudah berada di sana.Setengah jam kemudian ia sampai dan segera masuk kedalam lift khusus dan keluar berjalan ke ruang ayahnya dengan hati gusar.Tanpa mengetuk terlebih dulu Rizal pun masuk ke ruangan sang ayah. "Apa kau tidak punya sopan-satun masuk begitu saja?" hardik Rega
Hari berganti hari satu Minggu sudah telah berlalu, perusahaan berjalan dengan baik, Beberapa kali Satria merengek minta sekolah umum dan tidak mau home schooling, akhirnya ia minta bantuan Hatan, untuk mau mengawal sang anak ke sekolah yang sama dengan Clarissa.Saat makan malam Satria, duduk dengan muka murung karena dari kemarin ia belum mendapatkan persetujuan dari sang Papa.Bayu duduk di kursi sebelah sang putra, ia melirik Satria yang tidak mau melihatnya sama sekali."Kamu marah sama papa?" tanyanya sambil menatap bocah itu. Satria tidak menjawab hanya mengangguk."Ngak mau ngomong sama Papa?" tanya Bayu lagi dan Satria pun kembali mengangguk."Ok! berarti Papa batalkannya sekolah di tempat yang sama dengan Clarissa," ucap Bayu sambil melipat tangannya di dadanya dan pura-pura merajuk.Satria menoleh pada ayahnya dan matanya melebar sempurna dengan binar kebahagian tiada terkira. "Benarkah aku boleh sekolah dengan Clarissa?" tanyanya seolah tak percayaBayu mengangguk, saat sa
Kaki kecil berlari keluar rumah dengan seragam sekolah dan tas di punggungnya, setelah berpamitan kepada Bayu dan Naila dengan mencium kedua punggung tangan mereka.Tangan gadis kecil melambai di kaca jendela mobil yang terbuka, Lia keluar menyambut Satria yang berlari Kecil menghampiri mobilnya. Wanita itu langsung menggendong dan mendudukkan bocah lelaki kecil itu di bangku tengah bersama Clarissa putrinya, lalu ia pun duduk di depan bersama Hatan suaminya itu lalu mobil berjalan dengan kecepatan sedang keluar dari rumah itu.Sementara itu Bayu hendak berangkat merasa heran dengan istrinya itu yang terlihat lesu. "Ada apa Ma?" tanya Bayu."Apa aku harus di rumah terus?" tanyanya pada suaminya."Apa kau ingin ikut ke kantor? Nanti jam makan siang kita makan di luar, sekalian ngedate bareng pasangan baru," jawab Bayu."Siapa?" tanya Naila"Rizal dan Firda," jawabnya lagi"Dokter Rizal dan Firda? Baiklah aku iku