Mereka masuk ke dalam lift. Pintu tertutup setelah Doni menekan lantai yang dituju kemudian terasa bergerak ke atas, Mawar menoleh pada lelaki itu. "Don, apa kamu tidak takut tertular dengan penyakitku?" tanya wanita itu."Kenapa takut, nyonya? Saya tahu benar bagaimana penularan penyakit Nyonya dan Nyonya tidak akan pernah mengajak saya bercinta bukan?" tanya Doni sambil tersenyum dan mengangguk hormat.Mawar tertawa miris. "Ya kau betul, jika ajalku tiba tolong urus pemakamanku sesuai prosedur kesehatan, jika Hyun pergi mendahuluiku, Don," pinta wanita itu."Nyonya jangan kawatir, bagaimanapun keadaan Nyonya saya tetap menghormati Anda dan siap membantu dan merawat Anda, hanya dengan ini saya bisa lakukan terhadap wanita korban, tuan Regan. Saya selalu ingat kondisi adik saya, Nyonya," jawabnya dengan kepala menunduk menyembunyikan kesedihannya."Maaf membuatmu sedih," ucap Mawar."Tidak sesedih Nyonya," jawabnya sambil menatap iba.
Mawar sudah membersihkan dirinya lalu pergi ke meja makan, ia tersenyum melihat hidangan yang ada di meja dan melihat secarik kertas di bawah piring. Wanita itu membacanya kemudian tersenyum lagi.[Nyonya silakan makan, saya pulang ya, jangan lupa minum obatnya!] Itu pesan yang ditulis oleh Doni saat sebelum pulang. Wanita itu pun menikmati makan malamnya.Karena Mawar terlalu asik berendam maka ia lupa waktu, jam enam sore baru keluar dari bathtub, Ia segera berganti pakaian dan keluar. Namun ternyata Doni sudah pergi.Sementara itu Hatan pergi ke rumah Dokter Rizal dengan berjalan kaki sebab sangat dekat dengan rumahnya. Ia ingin menanyakan ada keperluan apa sehingga ia mengundangnya datang ke rumah. Hatan mengucapkan salam dan di sambut dengan jawaban salam dari Dokter Rizal yang keluar menemui Hatan.Silahkan duduk, Mas. Mau minum apa? Akan saya buatkan," tawarnya ramah.Tidak usah, Pak Dokter. Jangan repot-repot, jika saya haus nanti saya ambil sendiri," jawab Hatan."Tidak usa
Hatan masih terdiam, dia membayangkan bocah sekecil itu mengidap penyakit yang mungkin sulit untuk sembuhnya, ia berharap ayah dari bocah itu cocok lalu bagaimana jika tidak cocok, otaknya mengembara kemana-mana memikirkan nasib Satria."Mas Hatan! Apa kamu bisa mendengar saya?" tegur Dokter Rizal sambil memegang bahu Hatan dan menggoyang-goyangkan tubuhnya.Hatan menatap Dokter Rizal dengan tatapan tak terbaca. Jika ayahnya juga tidak cocok bagaimana?" tanya Hatan pada Dokter Rizal.Bisa menggunakan darah dari tali pusat Bayi yaitu adik dari Satria, dan syaratnya tentu Rosmala harus hamil dan melahirkan anak dari ayah yang sama. Teknologi ini disebut stem cell atau sel punca. Sel ini bisa diperoleh dari tali pusat dan sumsum tulang belakang," jelas Dokter Rizal."Tentu jalan satu-satunya adalah Ayah dari Satria. Lalu kapan Satria mulai menjalankan pengobatannya di sana?" tanya Hatan."Kalau bisa secepatnya, tolong Mas Hatan komunikasikan dengan Rosmala, saya yang akan mengurus prosed
Setelah Hatan sampai rumahnya ia segera mencari Naila. Ma di mana Rosmala?" tanya Hatan pada Lia."Memangnya ada apa cari Rosmala?" tanya Lia istrinya."Mau bicarakan soal kondisi Satria saat ini," jawab Hatan."Memangnya Satria kenapa?" tanya Lia."Nanti saja aku beritahu saat kita ada di kamar berdua," jawab Hatan yang membuat Lia justru tertawa keras "Kalau di kamar kau tidak jadi bicara tentang kesehatan Satria, tetapi justru yang lainnya," jawabnya."Ayolah, katakan Ma, ini sangat penting," jawab Hatan.Tadi samping rumah, Mas padahal ini sudah jam sembilan malam tetapi malah ke kolam ikan, Apa ada masalah, Pa?" tanya Lia pada suaminya."Hem, Nanti aku cerita di kamar, ya," jawabnya sambil mengecup pipi wanita itu kemudian ia keluar melalui pintu belakang menuju kolam yang ada di samping rumah.Ia berjalan mencari-cari Naila hingga ia melihat seseorang berdiri di depan kolam, Rambut panjangnya berkibar tertiup angin.Hatan menghampiri wanita itu. Ros, kenapa ada di sini, apa Sat
Naila menatap pria yang melindunginya karena pekerjaannya itu. Baiklah aku tidak ingin berhutang budi pada dokter Rizal, ia tidak mempunyai hubungan apapun denganku sedangkan, Anda berbeda. Trimakasih telah melindungi saya selama ini walau itu adalah memang pekerjaan Anda tetapi menjadikan adik adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi saya terima kasih, Mas," kata Naila"Sama-sama, Naila Maharani, Adikku," jawab Hatan dengan tatapan haru.Kadang suatu hubungan persaudaraan tidaklah harus mengalir dari darah yang sama, seseorang yang tidak yang punya ikatan darah pun akan bisa menjadi saudara dikala suatu peristiwa yang membuat mereka begitu sangat dekat dan terikat secara emosional hingga memutuskan mengikat sebuah persaudaraan, seperti Naila dan Hatan.Naila berjalan masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya. Ia melihat putranya yang sudah berumur empat tahun. wanita itu menghirup udara dan melepaskan perlahan serta berjalan kembali menghampiri putranya ya
Naila tidur dengan sangat gelisah, memikirkan akan bertemu Bayu suaminya. Rasanya ingin menghilangkan saja dari muka bumi, Naila mencoba memejamkan matanya namun bisa juga otaknya masih terus berputar dan berpikir tentang bagaimana jika bertemu dengan dia yang pernah mengisi hatinya itu.Malam semakin larut perasaan semakin tak menentu, Iya kembali meminjamkan matanya dan berusaha untuk tidur serta berharap malam segera berlalu dan berganti sinar Surya.Tak muda menghadapai kebimbangan hati dan juga rasa ketakutan tetapi ia harus memantapkan langkahnya walau hatinya gamang rasa takutnya seperti mengunci hati, pikiran dan langkahnya. 'Demi Satria putra semata wayangnya,' batinnya.Malam semakin larut Naila mencoba terpejam, mulutnya berdzikir sepanjang malam agar otaknya bisa segera beristirahat tanpa berfikir hal yang macam-macam.Jam tiga dinihari hari wanita itu baru terpejam dan terbangun saat Satria kembali mengigau memanggil Papa. Naila tercubit hatinya ia mengusap cairan di sud
Dua hari kemudian Naila mengemas beberapa pakaiannya dan pakaian putra, ia mulai menyingkirkan segala kekuatirannya. Satria menghampiri mamanya. "Mama, kitq mau kemana?" tanya Satria."Kita akan menemui Papa, tetapi sebelum itu Kita harus ke rumah sakit," jawab Naila."Ke rumah sakit, Ma?" tanya Satria sambil menatap mama sambil mengerucutkan bibirnya."Kenapa tidak langsung ke rumah Papa?" tanya Satria."Karena Mama harus nyakin kalau Satria benar-benar sehat agar jika bertemu papa dan terlalu capek bermain tidak pingsan lagi, Bagaimana?" tanya Naila."Apa kita akan menginap di rumah sakit lagi?" tanya Satria pada mamanya."Hem...." Naila berfikir sejenak."Mungkin jika tubuhmu lemah tetapi jika tubuhmu kuat kita hanya periksa saja lalu tinggal rumah papa," jawab Naila."Hem ... aku sebenarnya ingin segera bertemu dengan papa tapi tidak apa-apa kalau harus ke rumah sakit dulu yang terpenting aku akan bertemu papa, betul kan Ma?" tanyanya dengan wajah ceria."Sudah selesai, ayo mungki
satu jam setengah perjalanan terasa ada yang sangat aneh pada tumpangannya. Awalnya goncangan yang sangat halus bahkan tidak terasa kalau terjadi goncangan, hingga semakin lama semakin kuat."Mama, Ada apa ini, Satria takut mah, hik hik hik," ucap Satria dengan wajah pucat ketakutan."Daddy, aku takut!" teriak Nara yang duduk di belakang satria bersama Hatan. Pria itu pun memeluk Nara untuk menghilangkan rasa takut gadis kecil itu. Naila pun sama ia memeluk putra yang wajahnya mulai memucat. "Tidak apa-apa, akan baik- baik saja, ada Mama di sini," ucap Naila menenangkan putranya.Dokter Rizal pun bertanya pada pilot, "Ada apa ini, Pak, bukan cuaca sangat cerah? Apa kalian tidak mengecek mesinnya, sebelum melakukan penerbangan? Apa mesinnya baik-baik saja?" tanya Dokter Rizal sambil menyugar rambutnya dengan kasar."Kadang cuaca yang cerah masih bisa terjadi turbulence, Pak. Kami akan segera mengatasinya, mencoba untuk terbang lebih rendah untuk mengatasi ini jika perlu kita akan mend