Naila duduk di sofa memikirkan apa yang akan dilakukan setelah ini ia sangat bingung menentukan keputusan. 'Ya Allah apa sebenarnya yang engkau rencanakan? Kenapa Satria mengidap kanker darah, anak yang masih berusia empat tahun itu haruskah mendapatkan kemoterapi,' pikirnya.
"Mama, ini bagaimana menyusunnya," tanya sang boca membuyarkan lamunannya."Apa, sayang?" tanya Naila dan menghampiri bocah tersebut."Ini, Ma, Satria ingin membuat gedung, tetapi kenapa sulit," tanyanya sambil menatap sang mama."Oh, ini begini, sayang," jawab Naila sambil membantu Satria membuat gedung dari lego yang di belikan Hatan kemarin.Bocah itu sangat senang dengan mainan barunya itu. Setelah bosan dengan pesawat ia akan bermain lego jika bosan kedua-dua ia akan merengek minta pulang.Naila terpaksa meminta Dokter Rizal untuk membelikan buku cerita agar sang putra bisa teralihkan dengan rasa rindunya pada teman -teman mainnya.TDokter Rizal mendudukkan Satria di bangku penumpang tengah, lalu ia menatap Hatan. "Mas, Nanti tolong ke rumah jam delapan malam ya, Mas. Ada yang ingin kubicarakan denganmu?" pinta Dokter Rizal."Baik, Mas Dokter, saya akan kesana," jawab Hatan sambil menoleh pada Dokter Rizal dan pria itu mengangguk lalu menutup pintu tengah mobil.Naila yang baru saja sampai, tersenyum pada Dokter Rizal. "Trimakasih, Dok," ucapnya."Sama-sama, sudah sana masuklah, jangan sampai putramu menunggu lama ia sudah sangat merindukan rumah," nasehat Dokter Rizal lalu pria itu pergi masuk ke dalam rumah sakit.Wanita itu menatap punggung yang semakin menjauh sambil menarik napas berat. lalu ia membuka pintu depan dan duduk di sebelah Hatan. "Jalan, Mas!" pinta Naila pada Hatan."Apa ada masalah denganmu dan Dokter Rizal, Ros," tanya Hatan kepada Naila sambil mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang."Tidak. Bukan, memang seperti itu orangnya, kadang ramah, kadang jutek, dan cuek kayak tadi," jawab Nail
Mereka masuk ke dalam lift. Pintu tertutup setelah Doni menekan lantai yang dituju kemudian terasa bergerak ke atas, Mawar menoleh pada lelaki itu. "Don, apa kamu tidak takut tertular dengan penyakitku?" tanya wanita itu."Kenapa takut, nyonya? Saya tahu benar bagaimana penularan penyakit Nyonya dan Nyonya tidak akan pernah mengajak saya bercinta bukan?" tanya Doni sambil tersenyum dan mengangguk hormat.Mawar tertawa miris. "Ya kau betul, jika ajalku tiba tolong urus pemakamanku sesuai prosedur kesehatan, jika Hyun pergi mendahuluiku, Don," pinta wanita itu."Nyonya jangan kawatir, bagaimanapun keadaan Nyonya saya tetap menghormati Anda dan siap membantu dan merawat Anda, hanya dengan ini saya bisa lakukan terhadap wanita korban, tuan Regan. Saya selalu ingat kondisi adik saya, Nyonya," jawabnya dengan kepala menunduk menyembunyikan kesedihannya."Maaf membuatmu sedih," ucap Mawar."Tidak sesedih Nyonya," jawabnya sambil menatap iba.
Mawar sudah membersihkan dirinya lalu pergi ke meja makan, ia tersenyum melihat hidangan yang ada di meja dan melihat secarik kertas di bawah piring. Wanita itu membacanya kemudian tersenyum lagi.[Nyonya silakan makan, saya pulang ya, jangan lupa minum obatnya!] Itu pesan yang ditulis oleh Doni saat sebelum pulang. Wanita itu pun menikmati makan malamnya.Karena Mawar terlalu asik berendam maka ia lupa waktu, jam enam sore baru keluar dari bathtub, Ia segera berganti pakaian dan keluar. Namun ternyata Doni sudah pergi.Sementara itu Hatan pergi ke rumah Dokter Rizal dengan berjalan kaki sebab sangat dekat dengan rumahnya. Ia ingin menanyakan ada keperluan apa sehingga ia mengundangnya datang ke rumah. Hatan mengucapkan salam dan di sambut dengan jawaban salam dari Dokter Rizal yang keluar menemui Hatan.Silahkan duduk, Mas. Mau minum apa? Akan saya buatkan," tawarnya ramah.Tidak usah, Pak Dokter. Jangan repot-repot, jika saya haus nanti saya ambil sendiri," jawab Hatan."Tidak usa
Hatan masih terdiam, dia membayangkan bocah sekecil itu mengidap penyakit yang mungkin sulit untuk sembuhnya, ia berharap ayah dari bocah itu cocok lalu bagaimana jika tidak cocok, otaknya mengembara kemana-mana memikirkan nasib Satria."Mas Hatan! Apa kamu bisa mendengar saya?" tegur Dokter Rizal sambil memegang bahu Hatan dan menggoyang-goyangkan tubuhnya.Hatan menatap Dokter Rizal dengan tatapan tak terbaca. Jika ayahnya juga tidak cocok bagaimana?" tanya Hatan pada Dokter Rizal.Bisa menggunakan darah dari tali pusat Bayi yaitu adik dari Satria, dan syaratnya tentu Rosmala harus hamil dan melahirkan anak dari ayah yang sama. Teknologi ini disebut stem cell atau sel punca. Sel ini bisa diperoleh dari tali pusat dan sumsum tulang belakang," jelas Dokter Rizal."Tentu jalan satu-satunya adalah Ayah dari Satria. Lalu kapan Satria mulai menjalankan pengobatannya di sana?" tanya Hatan."Kalau bisa secepatnya, tolong Mas Hatan komunikasikan dengan Rosmala, saya yang akan mengurus prosed
Setelah Hatan sampai rumahnya ia segera mencari Naila. Ma di mana Rosmala?" tanya Hatan pada Lia."Memangnya ada apa cari Rosmala?" tanya Lia istrinya."Mau bicarakan soal kondisi Satria saat ini," jawab Hatan."Memangnya Satria kenapa?" tanya Lia."Nanti saja aku beritahu saat kita ada di kamar berdua," jawab Hatan yang membuat Lia justru tertawa keras "Kalau di kamar kau tidak jadi bicara tentang kesehatan Satria, tetapi justru yang lainnya," jawabnya."Ayolah, katakan Ma, ini sangat penting," jawab Hatan.Tadi samping rumah, Mas padahal ini sudah jam sembilan malam tetapi malah ke kolam ikan, Apa ada masalah, Pa?" tanya Lia pada suaminya."Hem, Nanti aku cerita di kamar, ya," jawabnya sambil mengecup pipi wanita itu kemudian ia keluar melalui pintu belakang menuju kolam yang ada di samping rumah.Ia berjalan mencari-cari Naila hingga ia melihat seseorang berdiri di depan kolam, Rambut panjangnya berkibar tertiup angin.Hatan menghampiri wanita itu. Ros, kenapa ada di sini, apa Sat
Naila menatap pria yang melindunginya karena pekerjaannya itu. Baiklah aku tidak ingin berhutang budi pada dokter Rizal, ia tidak mempunyai hubungan apapun denganku sedangkan, Anda berbeda. Trimakasih telah melindungi saya selama ini walau itu adalah memang pekerjaan Anda tetapi menjadikan adik adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi saya terima kasih, Mas," kata Naila"Sama-sama, Naila Maharani, Adikku," jawab Hatan dengan tatapan haru.Kadang suatu hubungan persaudaraan tidaklah harus mengalir dari darah yang sama, seseorang yang tidak yang punya ikatan darah pun akan bisa menjadi saudara dikala suatu peristiwa yang membuat mereka begitu sangat dekat dan terikat secara emosional hingga memutuskan mengikat sebuah persaudaraan, seperti Naila dan Hatan.Naila berjalan masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya. Ia melihat putranya yang sudah berumur empat tahun. wanita itu menghirup udara dan melepaskan perlahan serta berjalan kembali menghampiri putranya ya
Naila tidur dengan sangat gelisah, memikirkan akan bertemu Bayu suaminya. Rasanya ingin menghilangkan saja dari muka bumi, Naila mencoba memejamkan matanya namun bisa juga otaknya masih terus berputar dan berpikir tentang bagaimana jika bertemu dengan dia yang pernah mengisi hatinya itu.Malam semakin larut perasaan semakin tak menentu, Iya kembali meminjamkan matanya dan berusaha untuk tidur serta berharap malam segera berlalu dan berganti sinar Surya.Tak muda menghadapai kebimbangan hati dan juga rasa ketakutan tetapi ia harus memantapkan langkahnya walau hatinya gamang rasa takutnya seperti mengunci hati, pikiran dan langkahnya. 'Demi Satria putra semata wayangnya,' batinnya.Malam semakin larut Naila mencoba terpejam, mulutnya berdzikir sepanjang malam agar otaknya bisa segera beristirahat tanpa berfikir hal yang macam-macam.Jam tiga dinihari hari wanita itu baru terpejam dan terbangun saat Satria kembali mengigau memanggil Papa. Naila tercubit hatinya ia mengusap cairan di sud
Dua hari kemudian Naila mengemas beberapa pakaiannya dan pakaian putra, ia mulai menyingkirkan segala kekuatirannya. Satria menghampiri mamanya. "Mama, kitq mau kemana?" tanya Satria."Kita akan menemui Papa, tetapi sebelum itu Kita harus ke rumah sakit," jawab Naila."Ke rumah sakit, Ma?" tanya Satria sambil menatap mama sambil mengerucutkan bibirnya."Kenapa tidak langsung ke rumah Papa?" tanya Satria."Karena Mama harus nyakin kalau Satria benar-benar sehat agar jika bertemu papa dan terlalu capek bermain tidak pingsan lagi, Bagaimana?" tanya Naila."Apa kita akan menginap di rumah sakit lagi?" tanya Satria pada mamanya."Hem...." Naila berfikir sejenak."Mungkin jika tubuhmu lemah tetapi jika tubuhmu kuat kita hanya periksa saja lalu tinggal rumah papa," jawab Naila."Hem ... aku sebenarnya ingin segera bertemu dengan papa tapi tidak apa-apa kalau harus ke rumah sakit dulu yang terpenting aku akan bertemu papa, betul kan Ma?" tanyanya dengan wajah ceria."Sudah selesai, ayo mungki