“Apa? Lombanya sampai pagi hari?” Aurora membelalakkan mata pada Zack.Zack hanya tersenyum lalu mengusap pelan punggung Aurora. Memberi kode agar mereka tidak melanjutkan obrolan karena ada anak-anak di antara mereka.Dengan embusan napas panjang, Aurora terdiam. Wanita cantik itu lalu melanjutkan makan.Selesai makan malam, Felix menemani Angel di kamarnya. Angel bilang ia ada projek menggambar dan Felix dengan senang hati membantu.Zack dan Aurora meninggalkan keduanya saat Felix dan Angel sedang serius menggambar. Tangan Zack mengenggam tangan istrinya dan mengajaknya untuk duduk-duduk di taman.“Ada yang perlu kamu tau tentang permainan online internasional.” Zack membuka pembicaraan mereka.Sebenarnya, Aurora tau, ia akan kalah berdebat tentang games dengan Zack. Suaminya itu memiliki pengetahuan yang luas dan selalu ter-update tentang permainan online dibanding dirinya.Namun begitu, tampaknya Zack memang benar-benar ingin ia mengerti mengapa ia mengizinkan Felix bertanding hin
Alarm Zack berbunyi. Dengan cepat, tangan Zack menyambar ponselnya dan mematikannya. Ia tidak ingin Aurora terbangun dengan suara alarm tersebut.Cup. Zack mencium Aurora dan berbisik, “Aku ke kamar Felix dulu, ya.”Turun dari ranjang, Zack memakai boxer dan piyama panjangnya. Ia keluar dan menutup perlahan pintu kamar. Lelaki itu menyempatkan membuat kopi dan membawanya ke kamar Felix.Ternyata anak lelaki itu sudah siap di depan layar komputernya. Felix menggunakan jaket berhoodie yang menutupi kepala.“Hai.” Zack mengusap kepala Felix.“Dad? Kenapa bangun? Mommy ditinggal sendiri?” Felix menoleh sedikit.Zack terkekeh. “Angel saja tidur sendiri, kok.”“Tapi, Mommy nanti mencari Daddy.”“Tak apa. Daddy sudah izin menemanimu, kok.” Zack lalu mengamati layar. “Sudah registrasi?”Felix mengangguk. Mereka memperhatikan layar yang mulai penuh dengan para gamer dari berbagai negara.Sambil menikmati kopinya, Zack turut mengamati ketentuan lomba yang saat ini sedang dibacakan. Lelaki itu m
Strategi Zack ternyata cukup berhasil. Aurora melihat perubahan dalam diri Felix. Anak itu kini lebih termotivasi belajar dan berprestasi di berbagai bidang.Meski begitu, sifat penyendirinya tetap tidak berubah. Felix juga tetap lebih senang beraktifitas di dalam ruangan.Namun, Zack tidak pendek akal. Ia melengkapi alat-alat olahraga di dalam rumah hingga Felix dapat tetap berolahraga di dalam ruangan.“Daddy tidak mau postur tubuhnya jadi membungkuk karena terlalu banyak duduk saat bermain games dan melukis.”Alasan itu lah yang diberikan Zack pada Felix agar ia rutin berolahraga. Felix tidak keberatan. Hanya saja ia bertanya kapan ia bisa berolahraga, sementara ia sendiri sibuk.Zack meminta bantuan Aurora untuk membuat jadwal kegiatan Felix. Sementara Zack harus menghadiri rapat di kantor.Tentu saja Aurora bersedia. Wanita cantik itu dan Felix duduk bersama menghadapi sebuah layar laptop yang menampilkan tabel kegiatan setiap hari. Satu jam berikutnya jadwal tersebut sudah terce
“Huhuhu ... tadi di televisi, Mommynya meninggal. Huaaa.” Angel menjerit sambil memeluk Aurora.Bahkan Aurora sulit bangun karena pelukan Angel yang sangat kuat. Matanya jadi berair melihat putrinya menangis begitu menyedihkan.“Kenapa Mommy di televisi meninggal?” Aurora bertanya sambil mengelus rambut halus Angel.Akhirnya pelukan mereka terurai. Angel masih melingkari lengan di leher Aurora tapi wajahnya menatap sang Mommy.“Mommy yang di televisi melahirkan bayi setelah itu Mommynya meninggal. Angel gak mau Momny melahirkan. Huaa.”Akhirnya mereka mengerti. Aurora dan Zack saling berpandangan. Setelah Aurora lebih tenang, Zack menggendongnya dan memangkunya.Aurora tetap menggenggam tangan Angel sambil tersenyum. Tangannya mengusap penuh sayang wajah cantik putrinya yang basah oleh airmata.“Kamu tau kan kalau itu hanya film? Wanita yang ada di televisi itu masih hidup, lho.” Aurora meminta Zack menceri berita tentang artis yang memerankan tokoh di film yang ditonton putri mereka.
Tiba di Kastil, Aurora dan Zack bergantian bercerita tentang kerewelan Angel di pesawat. Kakek Viscout mendengarkan dengan serius sambil mengangguk-angguk atau sesekali menggeleng."Semoga ini cuma karena sindrom akan menjadi kakak saja." Kakek Viscout berkomentar saat Aurora dan Zack selesai bercerita."Mami juga bilang begitu, Kek. Tetapi, memang sikapnya jadi sangat manja pada Aurora dan lebih posesif.""Turuti saja dulu kemauannya. Manjakan dan berikan kasih sayang penuh sembari kita edukasi tentang memiliki seorang adik."Aurora dan Zack mengangguk setuju. Kakek Viscout berkata selama berada di Kastil, ia akan memanggil seorang konselor anak agar bisa menemani Felix, Haven dan Angel bermain."Bagaimana Haven di sini, Kek? Apa ia merepotkan Kakek?" Zack bertanya sambil menatap wajah lelaki tua di depannya."Merepotkan? Kamu salah besar. Justru Kakek merasa sangat bahagia memiliki Haven di sini. Jangankan Kakek, Vigor, Marshella hingga para pelayan senang sekali pada Haven. Anak it
“Tetapi, kami belum bercerita bahwa di sini, Haven juga sudah memiliki musuh."Wajah Zack yang sejak tadi santai kini menegang. Ia memandang Kakek Viscout dan Vigor bergantian dengan dahi berkerut.“Putraku memiliki musuh? Siapa?”“Austin, Cucu bangsawan Edgar.” Vigor tersenyum saat menjawab, lalu melirik Kakek Viscout. “Dulu, Kakek Viscout dan Kakek Edgar juga musuh bebuyutan.”“Maksudmu, sekarang permusuhan itu dilanjutkan oleh Haven dan cucu dari bangsawan Edgar tersebut?”Cerita tentang permusuhan antar bangsawan mengalir dari bibir Kakek Viscout. Dulu, masa remaja Kakek dan pemuda bangsawan lain memang penuh dengan persaingan. Para bangsawan belum kompak seperti saat ini.Selain, masih sedikit, para bangsawan juga masih menerapkan aturan yang terkuat akan menang. Dalam hal ini, kemenangan akan ditandai dengan banyaknya rakyat yang bersedia ikut dalam aturan bangsawan yang dipilih.Bangsawan Adorra dan bangsawan Edgar sebenarnya bertetangga. Persaingan keduanya sangat sengit dalam
Aurora melongok kamar. Haven sedang melakukan peregangan tubuh. Kepalanya menoleh saat kedua orang tuanya masuk.“Rajin sekali anak tampan Mommy.”Haven tersenyum. Lalu berdiri di depan Aurora dan Zack. “Aku merasa ada hal yang ingin Mommy dan Daddy bicarakan padaku.”“Apa selama tinggal di kastil, kamu juga belajar ilmu membaca pikiran orang?” Zack berdecak kesal.Haven terkekeh lalu menggeleng. “Memangnya ada ilmu seperti itu?”“Tidak tau.”Haven lalu duduk di karpet diikuti Aurora dan Zack. Mereka seperti membentuk lingkaran kecil.“Aku hanya menebak. Lagipula ada yang ingin aku utarakan juga pada Mommy dan Daddy.”Aurora dan Zack saling menatap. Tak terasa, putra mereka kini terlihat lebih dewasa. Gayanya sudah seperti ingin mengajukan proposal bisnis saja.“Tapi, aku mau mendengar apa yang diutarakan Mommy dan Daddy lebih dulu.”“Oke. Daddy tidak akan lama karena ini sudah malam.”Zack kemudian bercerita bahwa ia mendengar permusuhannya dengan Austin Edgar. Terus-terang, Zack men
“Apa maksudmu, Haven?”Pertanyaan Kakek Viscout mewakili semuanya. Haven dengan santai menceritakan keinginannya tinggal di kastil. Terang-terangan, Haven berkata ia tertantang dan bersemangat untuk mengenal keahlian anak-anak bangsawan terutama Austin.Aurora menunduk menatap piringnya. Tangan Zack sudah terjulur mengusap sayang punggung sang istri agar lebih tenang.“Kamu sudah memikirkan masak-masak keputusanmu?”“Sudah, Uncle Vigor.”“Bagaimana dengan karir berenangmu? Kamu sudah akan masuk pelatihan olimpiade renang mewakili sekolah.”“Kamu saja yang menggantikanku, Felix.”“Jangan bercanda kamu.”“Paling nanti Haven nangis karena kangen Mommy.”Berbagai komentar dari anggota keluarga tidak dihiraukan Haven. Ia terlihat tetap keras kepala mempertahankan keinginannya.Kakek Viscout mengamati ekspresi Aurora. Seketika hatinya turut sedih. Cucunya itu terlihat sangat keberatan namun pasrah.“Daddy dan Mommy belum memutuskan apa kamu bisa tinggal di sini, Haven. Banyak yang harus kam