Aurora mengamati Felix yang sedang sarapan. Anak lelaki itu tampak biasa saja, meskipun tidur larut malam.Saat mengetahui Felix terjaga dan bermain games, sebenarnya Aurora sudah ingin langsung melabrak Felix. Tetapi, dicegah Zack.“Biarkan saja, Sayang. Aku tau cara yang paling tepat. Jika kita marahi, Felix akan terus mencari celah.” Begitu kata Zack semalam.“Felix, hari ada kelas memasak, ya?” Aurora bertanya untuk mengetes daya konsentrasi Felix.“Iya, Mom.” Suara Felix tampak tidak bersemangat.”“Wah pasti menyenangkan. Masak apa?”Felix terlihat mengembuskan napas panjang lalu menggeleng. Bahkan di mobil, yang biasanya Felix bermain dengan Haven kembali tertidur.“Pasti dia di kelas juga tidur, Zack. Sudahlah, kita bawa pulang saja. Tidak usah sekolah.” Aurora menggeleng melihat prilaku Felix.“Tak apa, Sayang. Jika benar nanti Felix tidur, baru aku akan mengatakan bahwa itu konsekuensi dari bergadang karena main games.”Akhirnya Aurora tau mengapa Zack tidak langsung memarahi
“Jenny?” Aurora dan June membulatkan mata pada sosok wanita yang baru saja mengusir mereka.“Keluarlah kalian berdua dan jangan kembali lagi ke sini.” Sekali lagi Jenny memerintah.June maju satu langkah ke depan Jenny. “Ini tempat umum dan kami membayar untuk bisa berada di dalam sini. Tidak, kami akan tetap di sini.”Sambil menyeringai Jenny menunjukkan kartu tanda pengenalnya. Ia adalah manager operasional club bergengsi tersebut. Dengan sombong, ia berkata bahwa ia berhak mengusir orang.“Apa alasanmu?” Kini Aurora ikut bertanya. “Kamu masih dendam padaku?”“Tidak penting apa alasanku!” Jenny mengangkat tangan memberi kode pada lelaki-lelaki di belakngnya.Namun begitu, tidak ada satu pun orang yang mengikutinya barusan menjalankan perintahnya. Jenny menoleh ke belakang dan melihat lelaki-lelaki yang merupakan pekerja club dikepung oleh lelaki-lelaki kekar berpakaian hitan-hitam.“Maaf, ya. Aku berhak berada di sini. Para pengawalku hanya memastikan itu. Mereka tidak akan menyakit
Kini, Zack memiliki waktu bermain games bersama Felix. Ia selalu menyempatkan pulang tepat waktu agar dapat menemani putranya.“Dad, lihat aku menang lagi!” pekik Felix senang.Padahal Felix tau sejak tadi Zack memperhatikannya main. Tetap saja anak itu berteriak padanya meminta perhatian.“Iya, Daddy lihat.”“Apa aku sudah hebat?”“Lumayan.”Dengan wajah puas, Felix menyerahkan tabletnya kembali pada Zack. Ia sudah berjanji akan disiplin pada waktu bermain agar tetap diizinkan Daddy-nya bertanding online.Zack dan Felix lalu keluar dari kamar. Mereka akan menyusul Haven yang sedang bermain di taman.“Apa Daddy tau bulan depan aku ulang tahun?” Felix mendongak menatap Zack yang berjalan dengan wajah datar.“Iya.”“Apa aku boleh minta hadiah?”“Apa?”Felix terdiam. Sesungguhnya ia belum tau hadiah apa yang ia inginkan. Zack melirik sekilas putranya yang sudah berlari menghampiri Haven.Sebuah tangan melingkari bahu Aurora. Wanita itu tau suaminya yang memeluknya. Aurora menoleh dan ter
Zack dan Zavian langsung mengikuti Alzard. Mereka menyibak kerumunan di depan panggung. Tak lama kemudian Alzard menarik seorang wanita ke luar dari keramaian.“Apa-apaan ini!” Jenny menjerit. Ia memegangi lengannya yang dicekal Alzard.Sekali hentak Alzard melepaskan lengan Jenny. Dengan wajah merah menahan malu karena diperhatikan oleh orang banyak, Jenny menatap tiga orang lelaki di depannya.“Kami melakukan apa yang kamu lakukan pada Aurora dan June semalam.” Zack bicara dengan nada dingin.Jenny mendengus pelan. “Aku tidak melakukan apa pun pada wanita-wanita manja itu.”Alis Alzard naik sebelah. Ia maju lebih dekat ke depan wanita yang pernah berhari-hari mendekatinya.“Kamu menghina Aurora, adikku dan June, tunanganku dengan mencoba mengusir mereka.”Mata Jenny menatap wajah Alzard. Kepalanya menggeleng pelan. “Ju – June? Tunanganmu?”“Iya. Tetapi, maaf, wanita berhati iri dengki tidak akan diundang ke pernikahan kami.” Alzard menyahut.Zack kini ikut maju mendekati Jenny. “Ini
“Dad,” panggil Felix.“Hem.”“Besok aku harus bicara apa?”Zack menatap Felix. Hari ini sepulang sekolah, Aurora membawa Felix dan Haven ke kantor.“Apa Mommy masih menyusui Haven?” Zack mengalihkan perbincangan.“Iya. Dan sebentar lagi, Haven sepertinya akan tidur.”“OK.”“Jadi, bagaimana, Dad? Apa yang harus aku katakan pada presentasi tentang keluarga besok di sekolah? Daddy bilang mau mengajariku."Tidak ada jawaban dari Zack. Lelaki itu menyibukkan diri dengan laptop di depannya. Namun, tampaknya Felix masih gigih menunggu apa yang akan dikatakan sang Daddy.Hingga akhirnya Zack berhenti bekerja. Ia mengajak Felix duduk di sofa. Setelah membuka jasnya, Zack duduk di samping Felix.“Apa kamu sudah memberikan gambar keluarga yang kamu buat kepada gurumu?”Felix mengangguk.“Dia bilang apa?”“Gambarku sangat bagus dan ia sangat penasaran dengan cerita gambar tersebut.”Zack mendengus dalam hati. Ia tidak akan membiarkan rasa penasaran seseorang terhadap keluarganya terpenuhi.“Daddy
Genggaman tangan Felix mengerat. Ia takjub melihat isi ruangan yang sangat besar itu. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanan sambil tetap berjalan mengikuti langkah Zack.Berbagai layar televisi datar yang menampilkan permainan dan komputer tampak menarik. Suara berbagai games membuat orang-orang tertarik untuk mendekat.“Dad! Itu mainanku!” Felix menarik-narik tangan Zack.“Iya.”Namun mereka belum berhenti. Zack terus saja berjalan sambil menggenggam tangan Felix. Aurora sudah mengingatkannya agar tidak membiarkan Felix jalan sendirian agar anak itu tidak tersesat. Dan ia akan menepati janji.“Dad, aku mau lihat itu.” Felix menunjuk satu permainan.“Nanti saja.”Lama-kelamaan, Felix kesal karena Zack terus saja berjalan sementara ia ingin sekali melihat-lihat permainan di samping kiri kanannya dengan santai, tidak terburu-buru seperti saat ini.“Dad! Aku mau lihat-lihat!” Felix menghentakkan tangannya hingga terlepas dari genggaman Zack.Lelaki besar itu hanya mengembuskan napas panjan
Kemampuan bermain games Felix semakin hari semakin berkembang. Apalagi ia didukung sarana oleh Zack.Meski begitu perhatiannya pada Haven tidak berubah. Ia selalu sigap jika Aurora membutuhkan bantuannya untuk menemani Haven bermain.Meski semakin intens bersama Felix, Zack masih belum juga menunjukkan kasih sayang sesungguhnya seorang daddy pada putranya. Zack masih terlihat sungkan berinteraksi akrab dengan Felix.“Zack, lihat gambar Felix.” Aurora menjulurkan satu kertas gambar pada suaminya.Zack menerima kertas tersebut dan melihatnya dengan sedikit senyum.“Bagus. Kenapa sih dia selalu menggambar Haven dengan lingkaran di kepala?”“Artinya Felix menganggap Haven itu adalah malaikat.”“Justru itu membuatku takut, Sayang.”Aurora tersentak mendengar pernyataan Zack. Suaminya benar juga. Bukankah manusia dan malaikat berbeda alam?Melihat istrinya termangu, Zack sadar ia telah salah bicara. Ia menghampiri Aurora dan mendekapnya erat.“Maaf, sepertinya aku sangat berlebihan. Jangan
“Iya, aku menyesal.” Zack memasang wajah sedih.Alzard terkaget. Ia menatap sekeliling, takut ada yang mendengar perbincangan mereka.“Serius?” Alzard berbisik.Zack mengangguk. “Serius! Menyesal, kenapa tidak dari dulu aku bertemu Aurora dan langsung melamarnya. Daripada aku hidup luntang-lantung dari satu wanita ke wanita lain.”Alzard bersandar dan mengembuskan napas lega. Hampir saja ia memukul kakaknya karena jawabannya barusan.Kembali pandangannya teralih ke luar jendela. Zack menekan-nekan tombol televisi di depannya mencari-cari film yang menarik.“Jangan terlalu dipikirkan. Pernikahan itu memang sulit. Tetapi, semua dalam hidup ini sullit jika kamu menganggapnya demikian.”Mendengar penyataan Zack, Alzard tersenyum dan mengangguk.“Sebenarnya, aku hanya sedih, Papi tidak melihat kita menikah. Tidak melihat cucu-cucu. Papi bahkan pergi sebelum kita sukses berkarir.&
Zack membuka mata. Ia berada di keramaian. Banyak wanita cantik dan bertubuh indah di sekelilingnya.Namun begitu, apa yang ia cari tidak ada. Zack mulai panik. Netranya memutar ke segala arah. Ia mengabaikan uluran tangan setiap wanita yang ingin meraihnya.“Ke mana Aurora? Kenapa aku tidak melihatnya? Ini di mana?”Matanya memicing saat melihat cahaya. Ia mengerjap-ngerjap dan kini melihat beberapa wajah yang sedang mengamatinya.“Syukurlah, kamu sudah sadar.”Zack tersenyum kala melihat wajah yang ia cari-cari kini berada di dekatnya. Dokter segera mendekat dan memeriksa keadaan Zack.“Kelelahan, kepanasan dan dehidrasi.” Dokter menyimpulkan apa yang diderita Zack sambil menyuntikkan vitamin pada lengan atas pasiennya yang baru saja siuman dari pingsan selama sepuluh menit.“Apa akan baik-baik saja?” Clara bertanya dengan khawatir.“Tentu.” Dokter terkekeh menatap Zack. “Sepanjang ingatan saya, Tuan Zack memiliki kondisi tubuh yang prima. Hanya saja saat ini aktifitasnya sudah melam
Satu tahun berlalu. Hari ini adalah hari besar bagi Zack dan para sahabat. Akhirnya bisnis mereka bersama diresmikan.Seluruh keluarga Zack, Zavian, Elvis, Vigor dan Louis berkumpul di pulau. Resort besar yang diberi nama DreamTeam itu memiliki konsep kebersamaan. Setiap resort memiliki ruang terbuka untuk berkumpul.Acara pembukaan hari ini tampak meriah. Persiapan sudah berjalan sejak satu bulan yang lalu. Mereka membentuk lingkaran dan berdoa bersama sebelum akhirnya membuka pita tanda resort mereka kini terbuka untuk umum.Aurora menarik tangan Alzard untuk mengikutinya. Mereka menghampiri seorang wanita cantik berkepala plontos.“Siapa?” Alzard terlihat bingung.“Jenny. Dia sengaja mencukur habis rambutnya agar sama dengan kepala putrinya yang masih pemulihan dari kanker.”Alzard mengangguk dan akhirnya mengenali wanita tersebut. Aurora bersama Mami dan June memang sudah bercerita pada Zack dan Alzard tentang pertemuan mereka dengan Jenny.“Aurora.” Jenny menyapa ramah.“Jenny. S
Aurora, June dan Clara menatap hamparan manusia di ruang keluarga. Televisi masih menyala. Remah-remah keripik dan popcorn bertebaran bersama kaleng-kaleng soda dan gelas-gelas jus.Perlahan, Aurora membangunkan Kakek Viscout. Ia tidak ingin sang Kakek pegal-pegal tubuhnya karena tidur di sofa.“Oh. Kalian sudah kembali,” gumam Kakek Viscout.Aurora mengangguk, lalu mengantar Kakek Viscout ke kamar. Wanita cantik itu memastikan sang kakak berbaring nyaman dan menyelimuti tubuhnya.Saat kembali ke ruang keluarga, June dan Alzard sudah memindahkan Felix dan Haven. Mereka ditidurkan bersama di ranjang Felix.Clara sudah akan mengangkat Angel, namun Aurora menghalanginya.“Biar aku yang angkat Angel. Dia sudah berat sekarang. Mami tolong gendong Alpha saja.” Perlahan, Aurora melepas pelukan Zack dari tubuh Alpha.Bayi mungil itu kini dibawa Clara ke kamarnya. Aurora menggendong putrinya dan duduk sebentar di sisi ranjang Angel.“Terima kasih Tuhan, karena memberikanku putri yang sangat ca
Zack sampai membangunkan semua suster untuk mencari Angel. Raut wajahnya dari santai kini menjadi tegang. Untung saja, Alpha yang berada di gendongannya tidak terbangun.“Dad!” pekik Haven.“Kenapa? Ada apa dengan Angel?”“Sstttt.” Felix langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir.Haven membuka taplak yang menutupi kaki meja. Di sana Angel tidu meringkuk. Zack, Kakek Viscout dan Alzard menghela napas penuh kelegaan.Suster mengeluarkan dan menggendong Angel. Zack meminta putrinya dibaringkan di kasur di depan televisi.Saking lelahnya, semuanya kini berbaring di kasur. Kakek Viscout memilih berbaring di atas sofa. Zack duduk bersandar di kasur sambil tetap menggendong Alpha.“Kenapa Alpha tidak dibaringkan di sebelah Angel saja agar kamu juga bisa tidur?”“Alpha menangis jika aku letakkan di kasur.” Zack menjawab pertanyaan Kakek Viscout dengan nada lemah.Lelaki itu memicingkan mata dan melihat Alzard, Haven dan Felix sudah tertidur. Zack mengusap sayang kepala Angel yang tidur di
Aurora sangat bersyukur. Zack begitu penuh support ikut merawat putra-putri mereka. Angel semakin manja dan lengket dengan sang Daddy. Sekarang, ke mana pun Zack pergi, Angel akan ikut.Perkembangan Alpha semakin hari semakin membaik. Berat badannya sudah mulai normal diusianya. Namun begitu, Aurora tidak mau lengah.Setiap hari, Alpha menjalani terapi perkembangan fisik dan kognitif. Aurora selalu menemani putranya.“Siapa hari ini yang bisa ikut menemani Alpha terapi?” Aurora bertanya pada anak-anaknya saat sarapan.“Felix, Mom. Nanti aku belajar online saja.” Felix mengajukan diri.“Maaf, Mom. Aku ada les golf, tapi setelahnya bisa menyusul.”“Angel mau rapat sama Daddy.”“Nanti kami menyusul setelah rapat, Sayang.” Segera, Zack menimpali.Aurora tersenyum dan mengembuskan napas lega. Dibanding Felix dan Haven, Angel lah yang masih menjaga jarak dengan Alpha. Anak perempuan lebih memilih bersama sang Daddy meskipun ia memiliki waktu untuk bersama Aurora.“Ayo, Angel. Pamit Mommy du
“Pasti habis dapat jatah semalam.” Zavian meledek sahabatnya. “Wajahmu sangat ceria dan bersinar.”Zack hanya tersenyum manis. Ia tidak akan menyangkal karena ucapan Zavian benar. Semalam akhirnya ia bisa melampiaskan kerinduannya pada sang istri.“Daripada meledekku terus, lebih baik kamu siapkan ruang rapat.”“Sudah.”“Katanya mau mencetak timeline terbaru proyek?”“Sudah.”“Pesan makanan untuk rapat ?”“Hem.”“Telepon desain pembuat boneka yang akan menjadi maskot pulau kita?”“Sudah semua. Tenang saja. Beres.”“Carilah pekerjaan lain agar kamu tidak menggangguku.” Zack bersungut kesal.“Ini sedang kulakukan. Menggodamu.”Zavian tergelak melihat tatapan Zack yang seperti ingin membunuhnya. Untunglah saat itu Angel masuk hingga wajah Zack langsung berubah manis.“Putri cantik Daddy.” Tangan Zack terentang lebar.Angel segera masuk ke dalam pelukan Zack. Lelaki itu menciumi setiap jengkal wajah sang putri satu-satunya.“Bagaimana sekolahnya?”“Kenapa setiap aku pulang sekolah, selalu
“Rumah sakit? Ada apa dengan putraku?”Zack menekan tombol speaker agar Kakek Viscout juga dapat mendengar. Dokter meminta Aurora datang ke rumah sakit untuk menyetor ASI-nya.Sambil mendengarkan instruksi dokter, Zack dan Kakek Viscout berjalan ke kamar utama. Mereka menemukan Aurora yang baru selesai mandi. Wanita itu terkejut melihat suami dan kakeknya tiba-tiba masuk bersamaan.“Ada apa?”“Alpha .... ““Alpha?”“Aku baru saja memberitahukan nama baby mochi pada Kakek lalu rumah sakit menelepon.”Sebelum Aurora khawatir berlebihan, Zack langsung bercerita. Dokter mengatakan bahwa Alpha mulai pintar minum susu. Bahkan ASI Aurora di rumah sakit sudah habis dan mereka meminta persediaan ASI lagi.Aurora menutup mulut saking senangnya. “Benarkah?”Zack memeluk Aurora dan menciuminya. Kakek Viscout memberi semangat saat keduanya langsung berjalan keluar untuk ke rumah sakit.“Aurora titip anak-anak ya, Kek.”“Iya, Aurora. Pergilah. Kakek akan menemani Felix, Haven dan Angel.”Di rumah s
Bayi teramat mungil itu dibawa ke kamar Aurora. Wanita cantik yang baru pertama kali melihat bayi yang dilahirkannya itu menangis. Mahluk itu terlihat memperihatinkan.“Tersenyumlah, Sayang. Kasihan baby mochi. Ia pasti ingin melihat wajah Mommynya yang bahagia melihatnya.” Sebelum suster meletakkan bayi di dada Aurora, Zack memohon.Aurora tersenyum dan mengangguk. Segera, ia menghapus air matanya dan memberi kode pada suster.Baby Mochi diletakkan di kulit dada Aurora. Matanya belum terbuka. Aurora mengelus perlahan kulit bayinya.“Hai, Sayang. Ini, Mommy.” Aurora menatap Zack yang juga memandangnya penuh haru. “Dia tampan, Zack.”“Tentu saja.” Zack segera menyahut.Aurora kembali menatap bayinya. “Mommy akan jaga kamu, Sayang. Maaf ya kamu sudah harus keluar dari perut Mommy.”Zack membuang muka ke arah dinding mendengar kata-kata istrinya. Aurora tak hentinya berbicara pada baby mochi.Bayi itu bahkan belum bisa menyusu langsung dari puncak dada Aurora. Mulutnya sangat kecil dan t
"Zack, sepertinya aku harus ke rumah sakit deh.""Kenapa, Sayang?" Zack mengamati istrinya yang terlihat sehat-sehat saja."Sejak bangun tidur tadi, aku pipis terus. Sedikit-sedikit.""Bukannya normal?" Zack yang sedang duduk menghadap laptopnya kini berdiri dan menghampiri sang istri.Lelaki itu mengusap perut Aurora yang besar. Kandungannya sudah hampir memasuki usia delapan bulan.Menurut pengalaman Zack setelah Aurora hamil sebelumnya, memasuki semester tiga, wanita hamil memang sering buang air kecil."Perasaanku gak enak. Ke dokter saja, ya.""Oke. Sekarang?"Aurora mengangguk. Ia tidak ingin membuang banyak waktu untuk segera memeriksa kandungannya.Mereka hanya sempat berpesan pada asisten yang mengurus anak-anak lalu segera meluncur ke rumah sakit."Aduuh." Aurora meringis membuat Zack yang sedang menyetir terpecah konsentrasinya."Sakit?"Namun, kepala Aurora menggeleng. "Tidak. Tapi, aku ngompol. Tidak bisa kutahan."Sudut mata Zack melirik jok kursi. Aurora langsung memint