Pagi harinya, Aurora menoleh ke samping. Sisi ranjang yang ditiduri Zack, kosong. Ia menajamkan pendengaran untuk memastikan apa Zack berada di kamar mandi atau tidak.Tidak terdengar suara-suara dari kamar mandi. Aurora turun dari ranjang, mengenakan mantel piyama lalu bergegas ke kamar bayi.Benar dugaannya. Zack sedang menggendong Haven sambil bersenandung. Aurora bersandar di kusen pintu mengamati suami dan putranya yang tampak begitu akrab.Lalu, Zack menoleh. Lelaki tampan itu tersenyum dan menghampiri Aurora.“Selamat pagi, Sayang.” Zack menyapa lalu mencium pipi Aurora. “Kamu datang tepat waktu, Haven mau menyusu.”Melihat Aurora, Haven yang sejak tadi tenang mulai gelisah. Tangannya mulai berusaha menggapai tubuh sang Mommy.“Iya, ya.” Aurora mengambil alih Haven, membawanya ke sofa dan membuka piyama atasnya untuk menyusui.Zack tersenyum. Ia tidak perduli Aurora tidak balas menyapanya dan masih bersikap dingin. Zack sama sekali tidak keberatan Aurora marah, yang penting ist
Pemakaman Amber berlangsung setelah keluarganya datang. Selain keluarga, hanya Aurora, Zack dan Zavian yang hadir. Entah ke mana teman-teman sosialita Amber dulu.Aurora melirik Felix yang duduk di samping nisan. Anak kecil itu baru saja meletakkan satu tangkai bunga mawar berwarna merah muda di atas gundukan tanah yang menimbun jasad ibunya.Ekspresinya tetap datar. Tidak ada raut sedih dan duka. Bahkan matanya sama sekali tidak mengeluarkan air mata.Setelah pemakaman, Zack mengajak keluarga Amber duduk bersama di sebuah restoran. Hanya Aurora yang duduk bersama mereka. Zavian mengajak Felix duduk di meja lain.“Seperti rencana awalku, Felix akan aku serahkan pada kalian.” Zack bicara tanpa basa-basi pada orang tua dan adik Amber.Ibu Amber mengangguk. “Kami sekeluarga sudah berdiskusi. Kami akan menerima Felix dengan syarat.”Aurora mengerutkan kening. Baru bertemu saja ia bisa menyimpulkan seperti apa keluarga Amber ini. Mereka bahkan tidak menampakkan raut duka cita mengetahui Am
Haven akhirnya dibawa Aurora ke kamar utama. Setelah memastikan istri dan putranya tidur, Zack keluar. Ia bicara dengan Jeff lalu masuk ke kamar tamu.Zavian yang melihat Zack masuk langsung berdiri. Lelaki itu berpamitan untuk pergi ke kantor. Zack mengangguk dan mengucapkan terima kasih.Entah bagaimana nasibnya jika tidak ada Zavian yang membantu. Zack tiba-tiba saja merasa lemah. Sebelum pergi, Zavian memeluk sahabatnya.“Kalian akan dapat mengatasi masalah ini. Aku akan bercerita pada sahabat-sahabat kita.” Zavian menepuk bahu Zack kemudian keluar.Kini Zack hanya berdua dengan Felix. Anak lelaki itu sedang duduk di atas karpet. Tanpa melakukan apa pun.“Hai.” Zack berjongkok di depan Felix.Kepala Felix mengangguk pelan dan menatap mata Zack. Lelaki itu tertegun. Bukan hanya wajah, nyali anak ini pun sangat mirip dengannya.“Aku turut prihatin atas perginya ibumu.” Zack kini duduk berhadapan dengan Felix.“Dia akan lebih menderita jika tetap hidup.” Felix membalas tanpa ekspresi
Setelah beberapa hari, Aurora lebih banyak berdiam di kamar. Ia hanya bermain dengan Haven dan melakukan pertemuan dengan parlemen bangsawan melalui online.Zack juga melakukan rutinitasnya seperti biasa. Sebelum berangkat kerja, ia datang ke kamar Felix dan menanyakan keadaannya. Memberikan materi pembelajaran dan banyak pesan yang harus Felix lakukan hari ini.Namun pagi ini, Zack terburu-buru. Rapat di pagi hari membuat ia tidak banyak mempersiapkan apa yang dibutuhkan Felix.Aurora baru saja selesai berolahraga. Ia membuka kulkas dan meraih botol dingin. Tiba-tiba, dari arah belakang ia mendengar suara langkah-langkah kaki.“Felix?” Aurora spontan berteriak.Anak kecil itu diam di tempat. Ia menunduk dan membalik tubuhnya. Aurora melewati tubuh mungil itu dan menunduk menatap wajah Felix.“Kenapa kamu keluar kamar?” Aurora bertanya pada Felix.Biasanya, seperti yang ia dengar, Felix adalah anak lelaki yang pemberani. Namun yang dilihatnya kini malah sebaliknya.“Maaf, aku akan mas
Zack terdiam menatap Felix. Anak lelaki itu balas menatapnya, menunggu jawaban. Sementara Zack masih bingung akan menjawab apa.“Ada banyak hal di dunia ini yang belum bisa kamu mengerti. Yang pasti ada urusan orang dewasa yang juga tidak perlu kamu ikut campur.”Zack menjeda sebentar kalimatnya lalu melanjutkan. “Tetapi, jika Aurora sendiri yang memintamu, turuti saja. Nanti saja kita bicara lagi. Sudah malam, tidurlah.”Segera, Zack menutup pintu dan kembali ke kamar utama. Naik ke ranjang, ia menyelipkan satu lengannya di bawah bantal Aurora kemudian memeluk istrinya dengan tangan yang lain. Zack mencium dalam-dalam rambut Aurora lalu memejamkan mata.Aurora terbangun tengah malam dan mendapati tangan Zack di dadanya. Perlahan, ia memindahkan tangan tersebut dan turun dari ranjang. Akhir-akhir ini Haven sudah jarang bangun malam dan menyusu.Namun begitu, karena terbiasa, Aurora masih terbangun. Wanita itu masuk ke kamar mandi dan mengosongkan kendung kemihnya. Lalu, ia keluar untu
Berbeda dengan Aurora yang kian akrab dengan Felix, Zack tetap menjaga jarak. Ia bahkan hampir tidak pernah menyentuh Felix. Meskipun begitu, Felix juga terlihat tidak keberatan.Pagi ini, Aurora dan Zack menerima laporan perkembangan pendidikan Felix. Guru yang khusus dipanggil setiap hari mengeluarkan banyak berkas dan menjelaskan tentang materi yang telah berhasil dikuasai Felix.“Felix anak yang cerdas. Hampir semua pelajaran yang diberikan dapat dikuasai dengan mudah.” Guru pribadi Felix melaporkan pada Zack dan Aurora.“Jadi, Felix sudah siap masuk sekolah?” Aurora bertanya sambil membaca laporan di tangan Zack.“Tentu, Nyonya. Felix berhasil mengejar ketinggalan dan sekarang siap sekolah sesuai dengan umurnya.”Zack dan Aurora mengangguk. Mereka mengucapkan terima kasih. Guru tersebut berpamitan.Aurora baru saja akan melangkah keluar, tangan Zack menahannya pergi. Lelaki itu memeluk Aurora erat. Sejenak, tidak ada yang mereka ucapkan hingga akhirnya Aurora mengurai pelukan dan
“Jadi, aku pura-pura marah pada Vigor.” Aurora bercerita saat ia dan Zack telah berada di kamar.“Vigor meminta tolong padaku agar merayumu memberi maaf untuknya.”“Biarkan saja. Kakek Viscout juga menasehatiku untuk tidak berlama-lama marah pada sepupuku itu.”Zack hanya tersenyum. Jangankan pada Vigor, ia saja masih belum bisa menjinakkan hati Aurora yang kesal karena masa lalunya.Aurora telah selesai memakai skincare malam dan menyisir rambutnya. Ia beranjak ke depan jendela besar di kamar mereka.Para pelayan masih tampak membereskan meja-meja di taman sehabis pesta. Balon-balon dan hiasan anak-anak kecil masih bertebaran di sekitar tanaman. Aurora tersenyum mengingat bagaimana Felix dan anak-anak dari para sahabat Zack bermain.“Terima kasih atas penerimaanmu terhadap Felix, Sayang.”“Untung saja wajah Felix mirip sekali denganmu, entahlah kalau mirip ibunya. Aku mungkin mala
Berlarian Zack dan Aurora ke kamar bayi. Pintu kamar itu terbuka lebar. Keduanya berhenti di depan pintu dan melihat pemandangan pagi yang mengharukan.Felix sedang menemani Haven yang sesekali merengek. Terlihat beberapa buku dan mainan anak di atas ranjang Haven. Kini, Felix bahkan sedang bertepuk tangan dan bersenandung untuk menenangkan bayi tampan yang masih gelisah itu.“Felix!” Zack masuk dan menegur putranya.Segera, Felix menoleh. Ia terkejut melihat Aurora dan Zack masuk. Bagaimana tidak, Zack hanya mengenakan boxer dan Aurora dengan piyama tidur pendeknya.“Kenapa tidak membangunkan Daddy saja?” Zack segera mengangkat Haven yang semakin meronta mendengar suara Zack.“Maaf, Dad. Tetapi, Daddy bilang jangan ganggu Daddy di kamar.” Felix membalas cepat.“Iya, tak apa, Felix. Kami memang bangun terlambat.” Aurora segera menimpali.Haven ternyata pup. Zack segera mengganti popoknya
Zack membuka mata. Ia berada di keramaian. Banyak wanita cantik dan bertubuh indah di sekelilingnya.Namun begitu, apa yang ia cari tidak ada. Zack mulai panik. Netranya memutar ke segala arah. Ia mengabaikan uluran tangan setiap wanita yang ingin meraihnya.“Ke mana Aurora? Kenapa aku tidak melihatnya? Ini di mana?”Matanya memicing saat melihat cahaya. Ia mengerjap-ngerjap dan kini melihat beberapa wajah yang sedang mengamatinya.“Syukurlah, kamu sudah sadar.”Zack tersenyum kala melihat wajah yang ia cari-cari kini berada di dekatnya. Dokter segera mendekat dan memeriksa keadaan Zack.“Kelelahan, kepanasan dan dehidrasi.” Dokter menyimpulkan apa yang diderita Zack sambil menyuntikkan vitamin pada lengan atas pasiennya yang baru saja siuman dari pingsan selama sepuluh menit.“Apa akan baik-baik saja?” Clara bertanya dengan khawatir.“Tentu.” Dokter terkekeh menatap Zack. “Sepanjang ingatan saya, Tuan Zack memiliki kondisi tubuh yang prima. Hanya saja saat ini aktifitasnya sudah melam
Satu tahun berlalu. Hari ini adalah hari besar bagi Zack dan para sahabat. Akhirnya bisnis mereka bersama diresmikan.Seluruh keluarga Zack, Zavian, Elvis, Vigor dan Louis berkumpul di pulau. Resort besar yang diberi nama DreamTeam itu memiliki konsep kebersamaan. Setiap resort memiliki ruang terbuka untuk berkumpul.Acara pembukaan hari ini tampak meriah. Persiapan sudah berjalan sejak satu bulan yang lalu. Mereka membentuk lingkaran dan berdoa bersama sebelum akhirnya membuka pita tanda resort mereka kini terbuka untuk umum.Aurora menarik tangan Alzard untuk mengikutinya. Mereka menghampiri seorang wanita cantik berkepala plontos.“Siapa?” Alzard terlihat bingung.“Jenny. Dia sengaja mencukur habis rambutnya agar sama dengan kepala putrinya yang masih pemulihan dari kanker.”Alzard mengangguk dan akhirnya mengenali wanita tersebut. Aurora bersama Mami dan June memang sudah bercerita pada Zack dan Alzard tentang pertemuan mereka dengan Jenny.“Aurora.” Jenny menyapa ramah.“Jenny. S
Aurora, June dan Clara menatap hamparan manusia di ruang keluarga. Televisi masih menyala. Remah-remah keripik dan popcorn bertebaran bersama kaleng-kaleng soda dan gelas-gelas jus.Perlahan, Aurora membangunkan Kakek Viscout. Ia tidak ingin sang Kakek pegal-pegal tubuhnya karena tidur di sofa.“Oh. Kalian sudah kembali,” gumam Kakek Viscout.Aurora mengangguk, lalu mengantar Kakek Viscout ke kamar. Wanita cantik itu memastikan sang kakak berbaring nyaman dan menyelimuti tubuhnya.Saat kembali ke ruang keluarga, June dan Alzard sudah memindahkan Felix dan Haven. Mereka ditidurkan bersama di ranjang Felix.Clara sudah akan mengangkat Angel, namun Aurora menghalanginya.“Biar aku yang angkat Angel. Dia sudah berat sekarang. Mami tolong gendong Alpha saja.” Perlahan, Aurora melepas pelukan Zack dari tubuh Alpha.Bayi mungil itu kini dibawa Clara ke kamarnya. Aurora menggendong putrinya dan duduk sebentar di sisi ranjang Angel.“Terima kasih Tuhan, karena memberikanku putri yang sangat ca
Zack sampai membangunkan semua suster untuk mencari Angel. Raut wajahnya dari santai kini menjadi tegang. Untung saja, Alpha yang berada di gendongannya tidak terbangun.“Dad!” pekik Haven.“Kenapa? Ada apa dengan Angel?”“Sstttt.” Felix langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir.Haven membuka taplak yang menutupi kaki meja. Di sana Angel tidu meringkuk. Zack, Kakek Viscout dan Alzard menghela napas penuh kelegaan.Suster mengeluarkan dan menggendong Angel. Zack meminta putrinya dibaringkan di kasur di depan televisi.Saking lelahnya, semuanya kini berbaring di kasur. Kakek Viscout memilih berbaring di atas sofa. Zack duduk bersandar di kasur sambil tetap menggendong Alpha.“Kenapa Alpha tidak dibaringkan di sebelah Angel saja agar kamu juga bisa tidur?”“Alpha menangis jika aku letakkan di kasur.” Zack menjawab pertanyaan Kakek Viscout dengan nada lemah.Lelaki itu memicingkan mata dan melihat Alzard, Haven dan Felix sudah tertidur. Zack mengusap sayang kepala Angel yang tidur di
Aurora sangat bersyukur. Zack begitu penuh support ikut merawat putra-putri mereka. Angel semakin manja dan lengket dengan sang Daddy. Sekarang, ke mana pun Zack pergi, Angel akan ikut.Perkembangan Alpha semakin hari semakin membaik. Berat badannya sudah mulai normal diusianya. Namun begitu, Aurora tidak mau lengah.Setiap hari, Alpha menjalani terapi perkembangan fisik dan kognitif. Aurora selalu menemani putranya.“Siapa hari ini yang bisa ikut menemani Alpha terapi?” Aurora bertanya pada anak-anaknya saat sarapan.“Felix, Mom. Nanti aku belajar online saja.” Felix mengajukan diri.“Maaf, Mom. Aku ada les golf, tapi setelahnya bisa menyusul.”“Angel mau rapat sama Daddy.”“Nanti kami menyusul setelah rapat, Sayang.” Segera, Zack menimpali.Aurora tersenyum dan mengembuskan napas lega. Dibanding Felix dan Haven, Angel lah yang masih menjaga jarak dengan Alpha. Anak perempuan lebih memilih bersama sang Daddy meskipun ia memiliki waktu untuk bersama Aurora.“Ayo, Angel. Pamit Mommy du
“Pasti habis dapat jatah semalam.” Zavian meledek sahabatnya. “Wajahmu sangat ceria dan bersinar.”Zack hanya tersenyum manis. Ia tidak akan menyangkal karena ucapan Zavian benar. Semalam akhirnya ia bisa melampiaskan kerinduannya pada sang istri.“Daripada meledekku terus, lebih baik kamu siapkan ruang rapat.”“Sudah.”“Katanya mau mencetak timeline terbaru proyek?”“Sudah.”“Pesan makanan untuk rapat ?”“Hem.”“Telepon desain pembuat boneka yang akan menjadi maskot pulau kita?”“Sudah semua. Tenang saja. Beres.”“Carilah pekerjaan lain agar kamu tidak menggangguku.” Zack bersungut kesal.“Ini sedang kulakukan. Menggodamu.”Zavian tergelak melihat tatapan Zack yang seperti ingin membunuhnya. Untunglah saat itu Angel masuk hingga wajah Zack langsung berubah manis.“Putri cantik Daddy.” Tangan Zack terentang lebar.Angel segera masuk ke dalam pelukan Zack. Lelaki itu menciumi setiap jengkal wajah sang putri satu-satunya.“Bagaimana sekolahnya?”“Kenapa setiap aku pulang sekolah, selalu
“Rumah sakit? Ada apa dengan putraku?”Zack menekan tombol speaker agar Kakek Viscout juga dapat mendengar. Dokter meminta Aurora datang ke rumah sakit untuk menyetor ASI-nya.Sambil mendengarkan instruksi dokter, Zack dan Kakek Viscout berjalan ke kamar utama. Mereka menemukan Aurora yang baru selesai mandi. Wanita itu terkejut melihat suami dan kakeknya tiba-tiba masuk bersamaan.“Ada apa?”“Alpha .... ““Alpha?”“Aku baru saja memberitahukan nama baby mochi pada Kakek lalu rumah sakit menelepon.”Sebelum Aurora khawatir berlebihan, Zack langsung bercerita. Dokter mengatakan bahwa Alpha mulai pintar minum susu. Bahkan ASI Aurora di rumah sakit sudah habis dan mereka meminta persediaan ASI lagi.Aurora menutup mulut saking senangnya. “Benarkah?”Zack memeluk Aurora dan menciuminya. Kakek Viscout memberi semangat saat keduanya langsung berjalan keluar untuk ke rumah sakit.“Aurora titip anak-anak ya, Kek.”“Iya, Aurora. Pergilah. Kakek akan menemani Felix, Haven dan Angel.”Di rumah s
Bayi teramat mungil itu dibawa ke kamar Aurora. Wanita cantik yang baru pertama kali melihat bayi yang dilahirkannya itu menangis. Mahluk itu terlihat memperihatinkan.“Tersenyumlah, Sayang. Kasihan baby mochi. Ia pasti ingin melihat wajah Mommynya yang bahagia melihatnya.” Sebelum suster meletakkan bayi di dada Aurora, Zack memohon.Aurora tersenyum dan mengangguk. Segera, ia menghapus air matanya dan memberi kode pada suster.Baby Mochi diletakkan di kulit dada Aurora. Matanya belum terbuka. Aurora mengelus perlahan kulit bayinya.“Hai, Sayang. Ini, Mommy.” Aurora menatap Zack yang juga memandangnya penuh haru. “Dia tampan, Zack.”“Tentu saja.” Zack segera menyahut.Aurora kembali menatap bayinya. “Mommy akan jaga kamu, Sayang. Maaf ya kamu sudah harus keluar dari perut Mommy.”Zack membuang muka ke arah dinding mendengar kata-kata istrinya. Aurora tak hentinya berbicara pada baby mochi.Bayi itu bahkan belum bisa menyusu langsung dari puncak dada Aurora. Mulutnya sangat kecil dan t
"Zack, sepertinya aku harus ke rumah sakit deh.""Kenapa, Sayang?" Zack mengamati istrinya yang terlihat sehat-sehat saja."Sejak bangun tidur tadi, aku pipis terus. Sedikit-sedikit.""Bukannya normal?" Zack yang sedang duduk menghadap laptopnya kini berdiri dan menghampiri sang istri.Lelaki itu mengusap perut Aurora yang besar. Kandungannya sudah hampir memasuki usia delapan bulan.Menurut pengalaman Zack setelah Aurora hamil sebelumnya, memasuki semester tiga, wanita hamil memang sering buang air kecil."Perasaanku gak enak. Ke dokter saja, ya.""Oke. Sekarang?"Aurora mengangguk. Ia tidak ingin membuang banyak waktu untuk segera memeriksa kandungannya.Mereka hanya sempat berpesan pada asisten yang mengurus anak-anak lalu segera meluncur ke rumah sakit."Aduuh." Aurora meringis membuat Zack yang sedang menyetir terpecah konsentrasinya."Sakit?"Namun, kepala Aurora menggeleng. "Tidak. Tapi, aku ngompol. Tidak bisa kutahan."Sudut mata Zack melirik jok kursi. Aurora langsung memint