Zack terdiam menatap Felix. Anak lelaki itu balas menatapnya, menunggu jawaban. Sementara Zack masih bingung akan menjawab apa.“Ada banyak hal di dunia ini yang belum bisa kamu mengerti. Yang pasti ada urusan orang dewasa yang juga tidak perlu kamu ikut campur.”Zack menjeda sebentar kalimatnya lalu melanjutkan. “Tetapi, jika Aurora sendiri yang memintamu, turuti saja. Nanti saja kita bicara lagi. Sudah malam, tidurlah.”Segera, Zack menutup pintu dan kembali ke kamar utama. Naik ke ranjang, ia menyelipkan satu lengannya di bawah bantal Aurora kemudian memeluk istrinya dengan tangan yang lain. Zack mencium dalam-dalam rambut Aurora lalu memejamkan mata.Aurora terbangun tengah malam dan mendapati tangan Zack di dadanya. Perlahan, ia memindahkan tangan tersebut dan turun dari ranjang. Akhir-akhir ini Haven sudah jarang bangun malam dan menyusu.Namun begitu, karena terbiasa, Aurora masih terbangun. Wanita itu masuk ke kamar mandi dan mengosongkan kendung kemihnya. Lalu, ia keluar untu
Berbeda dengan Aurora yang kian akrab dengan Felix, Zack tetap menjaga jarak. Ia bahkan hampir tidak pernah menyentuh Felix. Meskipun begitu, Felix juga terlihat tidak keberatan.Pagi ini, Aurora dan Zack menerima laporan perkembangan pendidikan Felix. Guru yang khusus dipanggil setiap hari mengeluarkan banyak berkas dan menjelaskan tentang materi yang telah berhasil dikuasai Felix.“Felix anak yang cerdas. Hampir semua pelajaran yang diberikan dapat dikuasai dengan mudah.” Guru pribadi Felix melaporkan pada Zack dan Aurora.“Jadi, Felix sudah siap masuk sekolah?” Aurora bertanya sambil membaca laporan di tangan Zack.“Tentu, Nyonya. Felix berhasil mengejar ketinggalan dan sekarang siap sekolah sesuai dengan umurnya.”Zack dan Aurora mengangguk. Mereka mengucapkan terima kasih. Guru tersebut berpamitan.Aurora baru saja akan melangkah keluar, tangan Zack menahannya pergi. Lelaki itu memeluk Aurora erat. Sejenak, tidak ada yang mereka ucapkan hingga akhirnya Aurora mengurai pelukan dan
“Jadi, aku pura-pura marah pada Vigor.” Aurora bercerita saat ia dan Zack telah berada di kamar.“Vigor meminta tolong padaku agar merayumu memberi maaf untuknya.”“Biarkan saja. Kakek Viscout juga menasehatiku untuk tidak berlama-lama marah pada sepupuku itu.”Zack hanya tersenyum. Jangankan pada Vigor, ia saja masih belum bisa menjinakkan hati Aurora yang kesal karena masa lalunya.Aurora telah selesai memakai skincare malam dan menyisir rambutnya. Ia beranjak ke depan jendela besar di kamar mereka.Para pelayan masih tampak membereskan meja-meja di taman sehabis pesta. Balon-balon dan hiasan anak-anak kecil masih bertebaran di sekitar tanaman. Aurora tersenyum mengingat bagaimana Felix dan anak-anak dari para sahabat Zack bermain.“Terima kasih atas penerimaanmu terhadap Felix, Sayang.”“Untung saja wajah Felix mirip sekali denganmu, entahlah kalau mirip ibunya. Aku mungkin mala
Berlarian Zack dan Aurora ke kamar bayi. Pintu kamar itu terbuka lebar. Keduanya berhenti di depan pintu dan melihat pemandangan pagi yang mengharukan.Felix sedang menemani Haven yang sesekali merengek. Terlihat beberapa buku dan mainan anak di atas ranjang Haven. Kini, Felix bahkan sedang bertepuk tangan dan bersenandung untuk menenangkan bayi tampan yang masih gelisah itu.“Felix!” Zack masuk dan menegur putranya.Segera, Felix menoleh. Ia terkejut melihat Aurora dan Zack masuk. Bagaimana tidak, Zack hanya mengenakan boxer dan Aurora dengan piyama tidur pendeknya.“Kenapa tidak membangunkan Daddy saja?” Zack segera mengangkat Haven yang semakin meronta mendengar suara Zack.“Maaf, Dad. Tetapi, Daddy bilang jangan ganggu Daddy di kamar.” Felix membalas cepat.“Iya, tak apa, Felix. Kami memang bangun terlambat.” Aurora segera menimpali.Haven ternyata pup. Zack segera mengganti popoknya
Hari ini adalah hari pertama Felix masuk sekolah. Sebelumnya, Felix merasa antusias. Namun ketika saatnya berangkat, ia mulai merasa gelisah.“Ada apa, Felix?” Aurora bertanya saat Felix terlihat mengembuskan napas berkali-kali ketika sarapan.“Mmm ... apa aku akan sendirian di sekolah nanti, Mom?”Aurora tersenyum penuh pengertian. “Tidak, dong. Akan ada guru dan teman-teman yang lain.”“Maksudnya Mommy dan Daddy tidak menemaniku di sekolah?”“Orang tua tidak ada yang diperkenankan berada di area sekolah saat kegiatan belajar mengajar.” Zack menatap Felix, dan melanjutkan. “Biasanya kamu berani bertemu dengan orang dan lingkungan baru. Ada apa?”Felix tidak menjawab. Ia hanya bermain-main dengan jari-jari Haven yang duduk di sampingnya. Namun, Aurora tau putra Zack itu masih gelisah.Aurora bangkit dari kursinya lalu menghampiri Felix. Ia menunduk sedikit menyamakan pandangan pada anak lelaki itu.“Apa Felix takut karena tidak pernah ke sekolah?” Aurora bertanya lembut sambil mengusa
Felix berceloteh senang saat dijemput dari sekolah. Aurora dan Zack tidak sempat berkomentar karena Felix terus berbicara dengan antusias.Saat bertemu Ms. Carla, guru Felix itu menyampaikan bahwa Felix sudah mulai dapat membaur. Anak lelaki itu banyak bercerita tentang Haven. Bagaimana adiknya minum susu, Haven bermain, Felix meniup gelembung sabun untuk Haven dan lain sebagainya.Salah satu pelajaran yang hari itu disukai Felix adalah menggambar. Anak lelaki itu membuat gambar binatang dengan mencontoh dari buku cerita yang ada di kelas.“Felix belum pernah ke kebun binatang. Jadi, aku menggambar seperti yang aku lihat di buku.” Felix mengakhiri ceritanya.Aurora tersenyum dan mengelus kepala Felix. “Nanti di akhir pekan, kita ke kebun binatang, ya.”“Sungguh.” Mata Felix berbinar ceria seraya menatap Aurora dan Zack bergantian.“Iya.” Aurora berjanji.“Waaah ... aku senang. Terima kasih, Mommy, Daddy.”Detik berikutnya, Zack terpana. Felix memeluknya kencang. Pelukan pertama karena
Pagi hari, Aurora mengamati wajah Zack yang datar. Mereka tetap melakukan rutinitas seperti biasa seperti mandi bersama. Aurora tersenyum saat sadar apa yang membuat Zack berubah pagi ini.Selesai berpakaian dan memberikan skincare pada wajahnya dan wajah Zack, Aurora memeluk suaminya. Zack tidak membalas pelukan itu, tangannya tetap di samping walau matanya menatap wajah sang istri.“Marah, ya?” Satu tangan Aurora mengusap rahang Zack.“Hem.” Zack hanya berdehem dan mengangkat sedikit kedua alisnya.“Kenapa pagi ini aku tidak diberikan senyum manis?”“Sedang sedih.”Berusaha menahan tawa, Aurora mengerutkan kening dan memberi perhatian pada Zack. Bertanya-tanya tentang penyebab rasa sedihnya pagi ini. Zack hanya menggeleng pelan.“Lalu apa, dong. Aku tidak mau keluar kamar jika wajahmu masih seperti itu. Biar saja Haven menjerit-jerit karena belum menyusu dan Felix akan terlambat sekolah.” Aurora balas dengan merajuk.Zack menghela napas panjang. Satu tangannya kini di pinggang. Lalu
Setelah satu bulan sekolah, Felix semakin antusias. Ia bahkan tidak sabar jika harus menunggu Aurora dan Zack yang selalu santai saat mengantarnya sekolah. Felix berkata ia tidak keberatan berangkat sendiri bersama supir.Sejak diprotes seperti itu, Aurora dan Zack jadi bersiap lebih pagi. Masalahnya, Aurora tetap bersikeras mengantar dan menjemput Felix. Ia tidak ingin Felix merasa tidak disayang karena perbedaan perlakuan antara dirinya dengan Haven.“Itu kan kemauan Felix sendiri, Sayang.” Zack berkata saat Aurora keberatan saat diingatkan bahwa Felix sudah dapat mandiri dan tidak perlu diantar ke sekolah lagi.“Tidak bisa. Kita harus menyempatkan diri mengantar Felix. Apalagi, saat pulang, kamu tidak akan bisa menjemputnya karena bekerja.” Aurora tetap bersikeras.Hanya karena Aurora lah, Zack bersedia walau ia melakukannya setengah hati. Bukan hanya karena Felix, ia juga malas mendapat lirikan dari para ibu-ibu muda di sekolah. Belum lagi harus berbasa-basi jika ada yang menyapa.