Zack berlari ke kamar utama. Ia hampir menabrak Jeff yang sedang membawa nampan makanan. Kepala pelayannya itu hanya menggeleng, lalu tersenyum kecil memaklumi tingkah tuan-nya.“Aurora, sayang?” Zack masuk dan langsung melihat Aurora di depan jendela.Aurora tidak menoleh. Ia memang telah melihat Zack turun dari mobilnya. Entah bagaimana suaminya itu tau ia telah pulang.Padahal, Aurora sudah berpesan pada Kakek Viscout dan Jeff untuk tidak memberitahukan keberadaannya sekarang pada Zack. Zack membalik pelan tubuh Aurora. Mereka kini bertatapan. Zack tersenyum penuh haru.“Aku tak mengira kamu sudah pulang. Tanpa sadar aku menyetir ke sini. Syukurlah, ternyata ada kamu.”Aurora hanya tersenyum sedikit. Berhadapan dengan Zack, ia sadar dirinya juga merindukan suaminya itu. Hanya saja, rasa khawatir karena masalah anak yang tiba-tiba datang itu masih menguasai emosinya saat ini.“Mana Haven, Sayang?”“Di kamarnya bersama suster.”“Aku minta Haven dibawa ke sini, ya.” Zack segera menga
Pagi harinya, Aurora menoleh ke samping. Sisi ranjang yang ditiduri Zack, kosong. Ia menajamkan pendengaran untuk memastikan apa Zack berada di kamar mandi atau tidak.Tidak terdengar suara-suara dari kamar mandi. Aurora turun dari ranjang, mengenakan mantel piyama lalu bergegas ke kamar bayi.Benar dugaannya. Zack sedang menggendong Haven sambil bersenandung. Aurora bersandar di kusen pintu mengamati suami dan putranya yang tampak begitu akrab.Lalu, Zack menoleh. Lelaki tampan itu tersenyum dan menghampiri Aurora.“Selamat pagi, Sayang.” Zack menyapa lalu mencium pipi Aurora. “Kamu datang tepat waktu, Haven mau menyusu.”Melihat Aurora, Haven yang sejak tadi tenang mulai gelisah. Tangannya mulai berusaha menggapai tubuh sang Mommy.“Iya, ya.” Aurora mengambil alih Haven, membawanya ke sofa dan membuka piyama atasnya untuk menyusui.Zack tersenyum. Ia tidak perduli Aurora tidak balas menyapanya dan masih bersikap dingin. Zack sama sekali tidak keberatan Aurora marah, yang penting ist
Pemakaman Amber berlangsung setelah keluarganya datang. Selain keluarga, hanya Aurora, Zack dan Zavian yang hadir. Entah ke mana teman-teman sosialita Amber dulu.Aurora melirik Felix yang duduk di samping nisan. Anak kecil itu baru saja meletakkan satu tangkai bunga mawar berwarna merah muda di atas gundukan tanah yang menimbun jasad ibunya.Ekspresinya tetap datar. Tidak ada raut sedih dan duka. Bahkan matanya sama sekali tidak mengeluarkan air mata.Setelah pemakaman, Zack mengajak keluarga Amber duduk bersama di sebuah restoran. Hanya Aurora yang duduk bersama mereka. Zavian mengajak Felix duduk di meja lain.“Seperti rencana awalku, Felix akan aku serahkan pada kalian.” Zack bicara tanpa basa-basi pada orang tua dan adik Amber.Ibu Amber mengangguk. “Kami sekeluarga sudah berdiskusi. Kami akan menerima Felix dengan syarat.”Aurora mengerutkan kening. Baru bertemu saja ia bisa menyimpulkan seperti apa keluarga Amber ini. Mereka bahkan tidak menampakkan raut duka cita mengetahui Am
Haven akhirnya dibawa Aurora ke kamar utama. Setelah memastikan istri dan putranya tidur, Zack keluar. Ia bicara dengan Jeff lalu masuk ke kamar tamu.Zavian yang melihat Zack masuk langsung berdiri. Lelaki itu berpamitan untuk pergi ke kantor. Zack mengangguk dan mengucapkan terima kasih.Entah bagaimana nasibnya jika tidak ada Zavian yang membantu. Zack tiba-tiba saja merasa lemah. Sebelum pergi, Zavian memeluk sahabatnya.“Kalian akan dapat mengatasi masalah ini. Aku akan bercerita pada sahabat-sahabat kita.” Zavian menepuk bahu Zack kemudian keluar.Kini Zack hanya berdua dengan Felix. Anak lelaki itu sedang duduk di atas karpet. Tanpa melakukan apa pun.“Hai.” Zack berjongkok di depan Felix.Kepala Felix mengangguk pelan dan menatap mata Zack. Lelaki itu tertegun. Bukan hanya wajah, nyali anak ini pun sangat mirip dengannya.“Aku turut prihatin atas perginya ibumu.” Zack kini duduk berhadapan dengan Felix.“Dia akan lebih menderita jika tetap hidup.” Felix membalas tanpa ekspresi
Setelah beberapa hari, Aurora lebih banyak berdiam di kamar. Ia hanya bermain dengan Haven dan melakukan pertemuan dengan parlemen bangsawan melalui online.Zack juga melakukan rutinitasnya seperti biasa. Sebelum berangkat kerja, ia datang ke kamar Felix dan menanyakan keadaannya. Memberikan materi pembelajaran dan banyak pesan yang harus Felix lakukan hari ini.Namun pagi ini, Zack terburu-buru. Rapat di pagi hari membuat ia tidak banyak mempersiapkan apa yang dibutuhkan Felix.Aurora baru saja selesai berolahraga. Ia membuka kulkas dan meraih botol dingin. Tiba-tiba, dari arah belakang ia mendengar suara langkah-langkah kaki.“Felix?” Aurora spontan berteriak.Anak kecil itu diam di tempat. Ia menunduk dan membalik tubuhnya. Aurora melewati tubuh mungil itu dan menunduk menatap wajah Felix.“Kenapa kamu keluar kamar?” Aurora bertanya pada Felix.Biasanya, seperti yang ia dengar, Felix adalah anak lelaki yang pemberani. Namun yang dilihatnya kini malah sebaliknya.“Maaf, aku akan mas
Zack terdiam menatap Felix. Anak lelaki itu balas menatapnya, menunggu jawaban. Sementara Zack masih bingung akan menjawab apa.“Ada banyak hal di dunia ini yang belum bisa kamu mengerti. Yang pasti ada urusan orang dewasa yang juga tidak perlu kamu ikut campur.”Zack menjeda sebentar kalimatnya lalu melanjutkan. “Tetapi, jika Aurora sendiri yang memintamu, turuti saja. Nanti saja kita bicara lagi. Sudah malam, tidurlah.”Segera, Zack menutup pintu dan kembali ke kamar utama. Naik ke ranjang, ia menyelipkan satu lengannya di bawah bantal Aurora kemudian memeluk istrinya dengan tangan yang lain. Zack mencium dalam-dalam rambut Aurora lalu memejamkan mata.Aurora terbangun tengah malam dan mendapati tangan Zack di dadanya. Perlahan, ia memindahkan tangan tersebut dan turun dari ranjang. Akhir-akhir ini Haven sudah jarang bangun malam dan menyusu.Namun begitu, karena terbiasa, Aurora masih terbangun. Wanita itu masuk ke kamar mandi dan mengosongkan kendung kemihnya. Lalu, ia keluar untu
Berbeda dengan Aurora yang kian akrab dengan Felix, Zack tetap menjaga jarak. Ia bahkan hampir tidak pernah menyentuh Felix. Meskipun begitu, Felix juga terlihat tidak keberatan.Pagi ini, Aurora dan Zack menerima laporan perkembangan pendidikan Felix. Guru yang khusus dipanggil setiap hari mengeluarkan banyak berkas dan menjelaskan tentang materi yang telah berhasil dikuasai Felix.“Felix anak yang cerdas. Hampir semua pelajaran yang diberikan dapat dikuasai dengan mudah.” Guru pribadi Felix melaporkan pada Zack dan Aurora.“Jadi, Felix sudah siap masuk sekolah?” Aurora bertanya sambil membaca laporan di tangan Zack.“Tentu, Nyonya. Felix berhasil mengejar ketinggalan dan sekarang siap sekolah sesuai dengan umurnya.”Zack dan Aurora mengangguk. Mereka mengucapkan terima kasih. Guru tersebut berpamitan.Aurora baru saja akan melangkah keluar, tangan Zack menahannya pergi. Lelaki itu memeluk Aurora erat. Sejenak, tidak ada yang mereka ucapkan hingga akhirnya Aurora mengurai pelukan dan
“Jadi, aku pura-pura marah pada Vigor.” Aurora bercerita saat ia dan Zack telah berada di kamar.“Vigor meminta tolong padaku agar merayumu memberi maaf untuknya.”“Biarkan saja. Kakek Viscout juga menasehatiku untuk tidak berlama-lama marah pada sepupuku itu.”Zack hanya tersenyum. Jangankan pada Vigor, ia saja masih belum bisa menjinakkan hati Aurora yang kesal karena masa lalunya.Aurora telah selesai memakai skincare malam dan menyisir rambutnya. Ia beranjak ke depan jendela besar di kamar mereka.Para pelayan masih tampak membereskan meja-meja di taman sehabis pesta. Balon-balon dan hiasan anak-anak kecil masih bertebaran di sekitar tanaman. Aurora tersenyum mengingat bagaimana Felix dan anak-anak dari para sahabat Zack bermain.“Terima kasih atas penerimaanmu terhadap Felix, Sayang.”“Untung saja wajah Felix mirip sekali denganmu, entahlah kalau mirip ibunya. Aku mungkin mala