Share

Bab Gratis

Penulis: Els Arrow
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Alana melayangkan tatapan nyalang ke arah kakeknya. "Apa maksudnya semuanya, Kek! Aku terima saat perjodohan diputuskan dan tidak dilanjutkan, tapi jujur saja ... aku bingung sama ucapannya Darren. Kapan mereka menikah? Kenapa aku nggak tahu?!"

Deru napasnya naik turun, membuat Nadia khawatir akan terjadi kekacauan lagi saat semuanya terbongkar.

"Pernikahan itu seharusnya disaksikan oleh semua anggota keluarga, kecuali memang orangnya hidup sebatang kara." Alana memicingkan mata, menatap penuh amarah ke arah Nadia. "Nadia memang sebatang kara, aku paham itu. Tapi 'kan Darren masih punya keluarga, Kek. Nggak sopan banget main nikah-nikah kayak gitu!"

Alana kecewa, sakit hati dan hancur menjadi satu saat kesempatan merebut cintanya Darren sudah tertutup. Pria idamannya sudah menikah, tidak akan ada lagi celah untuk meraih perhatian.

Alana sudah terlanjur mencintai Darren, dia berambisi memiliki Darren. Namun, dengan lancangnya Nadia merebut Darren menggunakan cara ini. Dia tidak terima, dia masih ingin merebut perhatian Daren dengan apapun caranya.

"Belum tentu keluarga yang lain menyetujui pernikahan ini, Kek. Bagaimana kalau banyak yang nggak setuju? Apa mereka akan dipaksa bercerai?!"

"Kamu ngomong apa, sih, Alana! Pernikahan itu sah di mata agama, dan hanya tinggal mengesahkan secara negara. Kamu jangan ngomong macam-macam, kamu nggak paham apapun pasal pernikahan!" sanggah Brata.

Nadia menundukkan kepala mendengar ucapan Alana, takut hal itu benar-benar terjadi.

Bisa saja ada anggota keluarga yang tidak menyukainya untuk menjadi istri Darren. Meskipun dia yakin Darren dan Brata akan melindunginya, tetapi tidak dapat dibohongi kalau ketakutan-ketakutan itu selalu ada.

"Mereka menikah di rumah sakit, saat itu ayahnya Nadia kritis. Ayahnya berpesan agar putrinya menikah hari itu juga, jadi Darren memutuskan untuk melakukan akad nikah di dalam ICU. Kakek sendiri yang menjadi saksi, pernikahan mereka saat itu sah," tutur Brata.

Alana tertawa sumbang, menatap remeh ke arah pasangan pengantin baru itu. "Oh ... nikah dadakan? Apa menurut kalian pernikahan yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat itu, bisa bertahan lama? Biasanya, sih, apa yang terjadi secepat kilat, juga akan cepat berakhir."

"Alana! Jangan memancing." Brata mengangkat tangan ke udara, meminta Darren untuk tidak memarahi Alana. "Kakek nggak mau kamu diusir lagi, mulutmu dijaga biar nggak ngomong sembarangan!"

Gadis dalam balutan dress biru selutut itu hanya mengangguk, tangannya mengambil piring dan lantas menyendokkan beberapa menu ke atas piringnya.

"Baiklah, aku akan diam dan menuruti semua ucapan Kakek. Anggap saja ... aku ikut makan siang ini karena merayakan pernikahan kalian. Semoga langgeng dan nggak hanya untuk gimmick, kasihan sekali penghulunya sudah susah-susah menikahkan, tapi Darren hanya melakukan itu demi menuruti keinginan terakhir orang yang akan meninggal," sindir Alana.

Darren hendak menjawab, tetapi Nadia mencengkram lembut lengannya yang membuatnya urung mengeluarkan suara.

Pria itu menatap ke arah istrinya, hanya didapati senyuman tipis. Seolah Nadia memintanya untuk tidak terpancing, meskipun kekesalan sudah meminta untuk segera dilampiaskan.

"Ayo ikut Kakek!" Brata menarik tangan Alana untuk mengikutinya, perawat langsung sigap mengekor di belakang pria senja itu guna memastikan keadaannya.

Khawatir tidak bisa mengendalikan amarah, itu tidak akan baik untuk tekanan darah.

Alana sempat menolak, tetapi Brata mengancam akan membocorkan tentang kejahatannya saat berniat mencelakai Nadia yang menumpang di mobil Ara.

Alana takut kedua orang tuanya kecewa, akhirnya menuruti langkah pria senja itu yang menuju ke arah dapur.

"Mereka mau ke mana, Kak?" tanya Nadia.

"Biarkan saja, Alana sedang dimarahi Kakek. Itu lebih baik daripada dia ngoceh terus di sini. Bikin telingaku panas, makan juga nggak selera kalau dengerin suaranya Alana," ucap Darren.

Nadia menatap kosong ke depan, jujur saja ucapan Alana tadi menyentil perasaannya.

Dia tidak pernah tahu seperti apa perasaan Darren yang sebenarnya, apakah cinta itu memang tulus? Atau hanya sekadar mengikuti permintaan terakhir orang yang akan meninggal?

Nadia melirik suaminya yang makan dengan lahap, seolah tidak peduli dengan ucapan Alana.

"Apa semuanya tulus, Kak? Kalau melihat perhatianmu, aku memang merasa dimanjakan. Tapi kamu move on begitu cepat. Aku nggak tahu apakah namaku benar-benar ada di dalam hatimu?" batin Nadia.

Hatinya sangat perasa, apa yang orang ucapkan langsung membekas dan membuat pikirannya terbelah.

Terlalu banyak melamun, tidak terasa makanan di piring Darren sudah habis. Pria itu menatap istrinya, detik berikutnya keningnya mengerut melihat makanan Nadia masih utuh.

"Kamu nggak makan?" tanya Darren yang membuat Nadia gelagapan.

Nadia bingung harus menjawab apa, takut membuat Darren kepikiran kalau mengatakan yang sebenarnya.

"Kenapa? Apa makanannya nggak cocok?" Nadia langsung mengangguk saat Darren mempertanyakan hal itu, meskipun sejujurnya semua makanan yang tersaji siang ini enak-enak.

Darren mengulum senyum sambil mengelus lembut pucuk kepala Nadia. "Ya sudah, nanti kita beli makanan saja saat perjalanan pulang ke rumah. Makanan Kakek memang seperti ini, kebanyakan rasanya kayak makanan rumah sakit. Lebih banyak rempah, dan menghindari garam."

"Iya, Kak," jawab gadis itu, singkat.

Nadia masih menahan agar Darren tidak tahu kegalauannya. Dia tidak mau membebani, karena beban yang harus dipikul suamimu sudah banyak.

Tidak lama kemudian, Brata datang dari arah dapur. Nadia melihat dari kejauhan wajah senja itu tampak memberengut, tetapi secepat mungkin dua sudut bibir keriput itu menyunggingkan senyum hangat saat sudah sampai di meja makan.

"Maaf, ya. Tadi Kakek minta Alana makan di dapur, sekalian nyicipin asinan buatan maid. Mamanya suka sekali asinan, dan hanya mau asinan dari rumah ini. Seperti Kakek yang hanya mau bebek peking masakan mamanya Alana," jelas Brata.

Darren langsung mengiyakan. Sementara Nadia yang tahu ini semua hanya skenario Kakeknya, turut mengangguk saja agar semuanya cepat selesai.

Nadia ingin segera pulang dari kediaman megah ini, tubuhnya mendadak lemas memikirkan ucapan Alana tadi. Meskipun sudah berusaha diusir, tetapi nyatanya masih terus terngiang-ngiang.

"Ya Tuhan ... Alana benar-benar mau menghancurkan mentalku. Aku jadi kepikiran terus. Tolong lindungi pernikahanku, Tuhan ...," batin Nadia.

Kepalanya melongok ke arah dapur, khawatir tiba-tiba Alana kembali muncul dan merusak suasana hatinya.

Perasaannya masih sangat sensitif setelah ditinggalkan ayahnya, terkadang hal kecil saja bisa membuatnya tidak nyaman. Apalagi sekarang? Jantungnya langsung berdebar kencang, bahkan dia merasakan tangannya dingin.

"Kakek minta maaf atas ucapan Alana tadi, Sayang. Nggak usah dipikirkan, anaknya memang ngawur. Dia nggak pernah ditegur sama orang tuanya, dan selalu dididik berani mengutarakan pendapat. Nggak semuanya berdampak positif, kadang argumennya memang menyakitkan," tutur Brata yang merasa tidak enak kepada Nadia.

Nadia hanya menjawab dengan menganggukkan kepala. Dia tahu, kakeknya juga tidak bisa menahan kedatangan Alana ke rumah ini.

Dia paham, semua orang bebas berargumen dan dia tidak bisa menahan mulut orang untuk berkomentar apa tentangnya.

"Nggak papa, aku pasti kuat! Lama-lama juga akan lupa, meskipun ... sekarang masih sakit hati banget," batinnya lagi, berusaha menguatkan diri.

****

[Bab ini sebagai permintaan maaf karena bab sebelumnya sangat mengecewakan. Saya tidak sempat mengedit, waktu mengetik saya sangat mepet. Jujur, saya menghindari libur, Dear, jadi langsung saya up begitu saja. Mohon maaf yang sebesar-besarnya sudah mengecewakan kalian semua.

Sabtu dan minggu hari libur, kemungkinan revisi akan disetujui hari senin. Kalau teman-teman sudah terlanjur membukanya, sekali lagi saya menyampaikan maaf yang sebesar-besarnya karena koin kalian terbuang untuk membuka bab penuh typo.

Saya sadar kesalahan saya, dan saya harap bab ini bisa sedikit menebus kesalahan saya. Terima kasih banyak atas pengertiannya. 🙏🙏]

Bab terkait

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 101

    "Kapan kalian akan mengumumkan pernikahannya?" tanya Brata, menatap bergantian kedua cucunya itu. Darren menoleh ke arah Nadia, lantas berkata, "kamu mau kapan?" "Kalau nggak keberatan ... aku mau menunggu sampai tujuh hariannya Ayah, Kak." Darren mengangguk paham. "Bagaimana, Kek?" "Nggak masalah, dong. Kalian bebas menentukan kapan waktunya, Kakek yang akan menyiapkan acaranya nanti. Kalau sudah siap, bilang saja." "Baiklah, Kek. Kami juga ingin membantu persiapan pernikahannya Renaldy sama Ara yang tinggal lima hari lagi. Selama ini mereka selalu membantu kami, dan inilah saatnya membalas semuanya," tutur Darren. "Oh, iya ... mereka akan menikah 'kan? Kakek sampai lupa, untungnya kamu bilang. Kakek juga akan ke sana aja, temanmu itu baik sekali selama ini sudah mau mengurus butikmu," ucap Brata yang membuat Darren membelalak. Pria itu mengisyaratkan kakeknya untuk diam, tetapi sepertinya pria senja itu tidak paham. "Kamu kenapa melotot-melotot seperti itu, Darren?

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    102 || Sentuhan Pertama

    "Eum ... jangan salah paham dulu, Nak Darren. Kedatangan kami ke sini untuk membahas kerjasama antar perusahaan. Seperti yang kita sepakati diawal perjodohanmu dan Alana," ucap Rudi. Darren mengulas senyum tipis, lantas menoleh menatap wajah istrinya, tampak gadis itu hanya diam tanpa ekspresi berlebih. "Maaf, Om. Saya tidak bekerjasama dengan orang yang sudah menyakiti perasaan istri saya. Sebagai kepala rumah tangga, kenyamanan istri adalah yang paling lama. Dan orang yang telah membuat kenyamanan istri saya terganggu, maka sampai kapanpun saya tidak bisa mentolerir kesalahannya," sahut Darren. Rahayu meneguk salivanya dengan susah, kini menyesal pun juga tidak ada gunanya. Darren sudah terlanjur kecewa. "Tolong ucapan tantemu jangan dimasukkan hati, Nak. Tantemu memang suka bercanda, tapi sejujurnya bukan itu yang mau dia katakan tadi." Rudi terkekeh pelan, menyenggol kaki istrinya sebagai kode agar membantunya merayu Darren. "Maaf, ya, Nak ...." "Iya, Darren. Tante cuma

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    103 || Pesta Bisnis

    Satu minggu berlalu .... Setelah sibuk mengurus pernikahan dan semuanya berjalan lancar, Nadia mau istirahatkan tubuhnya seharian ini di kamar. Dua hari lalu acara pernikahan Renaldy dan Ara, kini dia dan Darren harus mengembalikan energi setelah membantu di acara besar itu. "Nanti malam ada pesta bisnis, Padahal aku masih capek banget," keluh Darren. "Minta diwakili Jacob saja, bisa 'kan?" "Nggak bisa, Sayang. Jacob lagi demam, sudah tiga hari." Darren menghela napas kasar, tidak mungkin mengajak sekretarisnya yang merupakan seorang wanita, khawatir Nadia cemburu. "Gimana kalau datang sama kamu?" "Aku harus ngapain, Kak? Aku nggak tahu apa-apa," sahut Nadia. Dia baru ingat kalau Jacob sakit, sementara suaminya tidak mungkin pergi sendirian. "Nemenin saja, yang penting aku nggak sendirian. Lagipula lusa pernikahan kita akan diumumkan, sekalian untuk perkenalan," rayu pria itu sambil menggenggam tangan istrinya. Nadia tampak berpikir sejenak, hingga akhirnya dia setuju kar

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    104 || Membawa Darren

    Sean berjalan mendekati Darren, membuka obrolan dengan membicarakan beberapa bisnis. Darren menyambutnya dengan hangat, dia masih cukup asing dengan wajah Sean sehingga tidak menaruh kecurigaan apapun."Saya tertarik untuk berinvestasi, Pak. Perusahaan cabang Anda sepertinya masih sangat baru, apa Anda tidak ingin mengundang investor?" tanya Sean yang membuat Darren terkekeh lirih."Sepertinya iya, tapi kemungkinan akan dilakukan setelah mengumumkan pernikahan saya ke depan publik. Sambil mempersiapkan hal-hal lain juga," jawab Darren.Sean berusaha membuat Darren fokus pada dirinya, hingga akhirnya kesempatan itu datang. Saat Darren memusatkan tatapan pada manik matanya, tangannya bergerak merogoh saku celana guna meraih botol kecil yang berisi cairan obat tidur. Perlahan-lahan dia meneteskan obat itu ke gelas, lantas kembali memasukkannya ke dalam saku. Semuanya dilakukan dengan sangat halus dan cepat, dia yakin Darren tidak menyadari hal ini. "Mari kita minum dulu, Pak." Sean men

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    105 || Dijebak

    "Eugh ...." Darren melenguh lirih saat perlahan-lahan mendapatkan kesadarannya. Dia bangun dan merasakan pusing yang teramat sangat, sisa obat semalam masih membuatnya pening.Kelopak matanya mengerjap-erjap, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam pupil. Hingga sepersekian detik kemudian ketua pupil mata itu melebar sempurna saat mendapati ternyata dia bangun di sebuah kamar asing. Namun, hal yang membuatnya tercengang adalah mendapati seorang wanita tengah tertidur di sampingnya dengan posisi miring."Alana ...!" Darren sontak bangun, pupil matanya semakin membelalak lebar saat mendapati dirinya polos tanpa sehelai benang pun."Hei, bangun!" sentaknya seraya menggoyang-goyangkan tubuh wanita di sampingnya. Jantungnya bertalu kencang, berharap semua ini hanya mimpi. Sayangnya, saat menepuk pipinya malah terasa sakit dan dia sadar kejadian ini memang nyata."Sial! Cepat bangun, Alana!" Darren kembali berteriak, pikirannya frustasi.Tidak ada respon, dia semakin bingung dan langsung

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 106

    Beberapa saat sebelumnya ...."Oh, iya ... saya ditugaskan untuk mengantarkan Anda pulang nanti, Bu. Pak Darren ada urusan mendadak, dan beliau baru saja mengirim pesan bahwa saya diperintahkan untuk memastikan Anda selamat sampai pulang nanti. Untuk sekarang saya akan menemani Anda menikmati pesta, saya juga akan melayani kalau Anda butuh sesuatu," jelas Liana — sekretaris pribadi Alana.Nadia yang masih polos tidak tahu apa-apa hanya mangut-mangut, membuat Liana tersenyum senang karena korbannya mudah sekali ditipu.Liana beranjak mengambilkan banyak makanan dan minuman, berharap Nadia tidak kepikiran Darren dan rencana atasannya berjalan lancar. "Makasih banyak, Liana. Kamu biasa datang ke pesan seperti ini, ya?" tanya Nadia setelah Liana menaruh banyak makanan di meja."Tidak sering, Bu. Hanya kalau diajak saja, kebetulan malam ini ikut serta.""Oh, begitu. Aku kira selalu diajak, mungkin karena Jacob lagi nggak enak badan. Makanya kamu ikut, ya?"Liana meneguk salivanya dengan s

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 107

    Jacob datang ke rumah Darren setelah melakukan penyelidikan di hotel, dia membawa rekaman CCTV kejadian semalam. Meskipun harus menyuap dalam jumlah besar, tetapi beruntung manajer hotel memperbolehkannya mengakses CCTV. "Bapak bisa lihat rekamannya, manajer hotel juga mengatakan Bu Rahayu menyuap mereka untuk mengosongkan hotel selama beberapa jam, juga menutupi kasus ini dari siapapun. Tapi untungnya setelah saya memberikan uang dengan jumlah tiga kali lipat lebih besar dari uang yang Bu Rahayu berikan, mereka akhirnya mengizinkan saya mengakses CCTV," jelas Jacob. Darren melihat rekaman yang ada di ponsel Jacob, rahangnya mengeras mengetahui bahwa jebakan ini sudah direncanakan. "Aku juga mau minta tolong," kata Darren. "Iya, Pak? Apa yang bisa saya lakukan?" Darren menarik napas panjang, seolah masih belum yakin. "Aku menemukan kamera tersembunyi di kamar hotel, aku yakin itu digunakan untuk merekam kejadian saat penjebakan. Aku takut kalau hasilnya memang ... aku melak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 108

    Rahayu beranjak mengacak-acak laci meja rias dengan kasar, wajahnya merah padam, matanya melotot tajam. Di sampingnya, Alana, berdiri terpaku, wajahnya pucat pasi. "Mana kameranya?! Mana kameranya?!" teriak Rahayu, suaranya bergetar.Alana mencoba menenangkan ibunya, "Ma, tenanglah. Kita akan menemukannya.""Tenang?! Bagaimana bisa tenang?!" bentak Rahayu, "Kamera itu hilang, Alana! Hilang!""Ma, mungkin kamu lupa menaruhnya di mana," Alana mencoba menenangkan ibunya."Aku sudah memeriksa semua tempat! Tapi nggak ada!" Rahayu menunjuk ke arah meja besar itu dengan jari-jari gemetar."Ma, apa mungkin Darren sudah mengambilnya?" Alana berbisik, suaranya gemetar.Rahayu terdiam sejenak, matanya menyipit tajam. "Mungkin saja," gumamnya, "Tapi, bagaimana dia bisa mengambilnya?""Aku juga nggak tahu, Aku curiga karena bangun-bangun kamarnya berantakan. Tadi Darren marah besar sampai menyiksaku, mungkin dia sempat memeriksa kamar sebelum keluar." Alana berbisik, suaranya semakin pelan.Kedua

Bab terbaru

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part - Ending

    Hari-hari berlalu begitu cepat, berganti minggu dan bulan. Kehidupan Darren dan Nadia dipenuhi dengan kebahagiaan. Mereka menikmati setiap momen bersama, membangun bisnis bersama, dan merencanakan masa depan mereka. Suatu pagi, Nadia terbangun dengan perasaan yang berbeda. Perutnya terasa sedikit mual, dan dia merasa lebih sensitif terhadap bau. Dia langsung menuju kamar mandi dan mengambil test pack yang sudah dia beli beberapa hari sebelumnya. Dengan tangan gemetar, Nadia melakukan tes. Dia menahan napas, jantungnya berdebar kencang. Beberapa saat kemudian, hasil tes muncul. Dua garis merah terang muncul di layar test pack. Nadia terdiam, matanya berkaca-kaca. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya. Dia tak percaya, dia hamil. Dia akan menjadi seorang ibu. Wanita cantik itu langsung berlari keluar dari kamar mandi dan menuju kamar tidur. Darren masih tertidur pulas di ranjang. Nadia duduk di tepi ranjang, matanya menatap Darren dengan penuh kasih sayang. "Kak," bisik Nadi

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Extra Part

    Minggu-minggu berlalu begitu cepat. Nadia sudah beberapa kali kontrol ke dokter untuk memeriksa kondisi tulang pahanya setelah operasi pelepasan pen. Dokter mengatakan bahwa tulang pahanya sudah pulih dengan baik dan dia sudah bisa beraktivitas seperti biasa."Kak, aku sudah bisa jalan normal lagi, lho!" seru Nadia, matanya berbinar gembira.Darren tersenyum, matanya memancarkan kebahagiaan. "Aku senang mendengarnya, Sayang," jawabnya. "Kamu sudah bisa kembali ke butik."Nadia mengangguk, matanya berbinar-binar. "Aku sudah tidak sabar untuk kembali bekerja," katanya. "Aku ingin membantu kamu mengembangkan butik."Darren mencium kening Nadia dengan lembut. "Aku tahu kamu bisa, Nad," kata Darren. "Kamu akan jadi desainer yang berbakat."Nadia kembali bekerja di butik milik Darren. Dia sangat antusias dalam berbagai hal, mulai dari mendesain baju, memilih bahan, hingga melayani pelanggan. Kehadiran Nadia di butik membuat suasana di sana semakin hidup dan ceria."Kak, aku punya

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 165

    Malam itu, udara dingin menusuk tulang. Darren dan Nadia berjalan beriringan menuju kediaman Rudi, om Darren yang terkenal kejam. Nadia melangkah dengan hati-hati, tulang pahanya masih terasa nyeri setelah operasi pelepasan pen."Kamu yakin mau ke sini?" tanya Darren, sedikit ragu."Iya, sekadar berbela sungkawa sebentar."Sesampainya di depan rumah Rudi, mereka mendengar suara teriakan yang nyaring. Suara itu berasal dari dalam rumah, terdengar seperti jeritan orang kesakitan. Nadia mengernyit, jantungnya berdebar kencang."Itu suara Om Rudi," bisik Darren.Mereka mengintip dari balik jendela. Di dalam, Rudi tampak seperti orang gila, berteriak-teriak histeris. "Mama ... Ma! Kembalilah padaku, Ma. Aku mohon jangan tinggalkan Papa ...!" teriaknya histeris, memeluk foto mendiang istrinya.Nadia merasa iba melihat Rudi yang terpuruk. "Kasian, dia kayak orang kehilangan akal," gumamnya.Darren hanya diam, matanya menatap Rudi dengan dingin. "Karma," gumamnya pelan, "Karma atas semua keja

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 164

    Beberapa jam berlalu. Nadia terbangun dari tidurnya, tubuhnya masih terasa lemas akibat pengaruh obat bius. Matanya perlahan terbuka, dan pandangannya langsung tertuju pada Darren yang duduk di samping ranjang, wajahnya tampak lesu. Nadia berusaha bangkit, tetapi rasa sakit yang menusuk di perutnya membuatnya kembali terbaring."Kak ...," lirih Nadia, suaranya serak dan bergetar.Darren langsung mendekat, memegang tangan Nadia dengan lembut. "Sayang, kamu udah bangun? Kamu masih sakit?"Nadia menggeleng lemah. "Sudah nggak terlalu."Darren tidak menjawab, hanya mengelus lembut rambut istrinya. Membuat Nadia berpikir macam-macam, tak biasanya suaminya murung."Kak, apa semua baik-baik saja? Ada masalah, sampai kamu murung begitu?" tanya Nadia, sambil tangannya perlahan menekan perut meredam rasa nyeri.Darren menarik napas dalam-dalam. "Iya, Sayang. Maaf membuatmu khawatir.""Ada apa?"Darren sebenarnya belum ingin cerita, tetapi Nadia sudah terlanjur curiga. "Kakek meninggal be

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 163

    Darren melangkah gontai memasuki ruangan rumah sakit tempat Nadia dirawat. Ia berharap bisa menemukan sedikit ketenangan di sini, setelah melakukan tindakan brutal terhadap Rahayu. Sayangnya, saat ia melihat wajah Nadia yang pucat dan terbaring lemah, rasa bersalah kembali menyergapnya."Sayang," lirih Darren, tangannya meraih tangan Nadia yang dingin. "Maafkan aku. Aku nggak bisa mencegah Tante Rahayu mengirimkan pesan itu, sehingga membuat pikiranmu terganggu."Namun, sebelum Darren bisa melanjutkan kata-katanya, bodyguard-nya, datang menghampiri. Wajahnya tampak muram, matanya berkaca-kaca."Tuan, ada kabar buruk," ucap Ryan, suaranya bergetar menahan tangis. "I-ini menyangkut Tuan Besar.""Apa?" tanya Darren, jantungnya berdebar kencang."Tuan Besar telah meninggal dunia, Dokter mengabarkan dua puluh menit yang lalu, dan saat ini jenazahnya masih ada di ICU karena menunggu Tuan," ucap Ryan, suaranya tercekat.Darren terpaku di tempat, matanya membelalak tak percaya. Ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 162

    Darren melangkah tegap menuju kantornya, meninggalkan kekacauan di Atmajaya. Ia tak peduli dengan perusahaan yang kini terancam bangkrut, tak peduli dengan kekhawatiran staf-staf Atmajaya tadi, dan tak peduli dengan nasib Rudi. Ia memasuki ruangannya, sebuah ruangan mewah dengan pemandangan kota dari jendela besar. Namun, kemewahan itu tak lagi berarti apa-apa baginya. Ia duduk di kursi empuk, membuka laptop, dan mulai mengetik.Darren mengirim email kepada para investor Atmajaya, memerintahkan mereka untuk segera menarik investasi dari perusahaan milik omnya. Ia tahu, dengan kekuasaannya, para investor pasti lebih berpihak padanya.[Saya harap Anda semua sudah membaca berita terkini tentang Atmajaya. Saya sarankan Anda untuk segera menarik investasi Anda dari perusahaan ini. Atmajaya sudah tidak layak untuk Anda investasikan.] tulis Darren dalam emailnya.Ia menekan tombol "kirim" dengan penuh amarah. Ia tahu, dengan email itu, ia telah menghancurkan Atmajaya. Namun, ia tak

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 161

    Nadia terbaring lemah di ranjang rumah sakit, matanya terpejam. Napasnya teratur, tubuhnya lemas setelah perawat menyuntikkan obat penenang. Air mata yang sebelumnya membasahi pipinya kini telah kering, meninggalkan jejak samar di kulit pucatnya. Marah, sedih, dan kecewa bercampur aduk dalam hatinya. Janin yang baru berusia dua bulan terpaksa diluruhkan, mimpi untuk menjadi seorang ibu harus ditunda.Darren duduk di kursi samping ranjang, matanya tertuju pada wajah Nadia yang tenang dalam tidurnya. Hatinya pedih melihat istrinya terbaring lemah, tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menggenggam erat tangan Nadia, berharap sentuhannya bisa sedikit meringankan beban yang sedang ditanggung istrinya. "Maaf, Sayang. Aku gak bisa ngelakuin apa-apa," bisik Darren lirih, suaranya bergetar menahan kesedihan. "Aku janji, kita bakal punya anak lagi."Darren terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. Ia teringat untuk menemani Brata, sang kakek, yang dirawat di ICU karena infek

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 160

    Dokter itu meletakkan selembar kertas dan pulpen di hadapan Darren. Tangannya gemetar saat meraih pulpen, matanya menerawang ke arah pintu ruang operasi tempat Nadia terbaring."Ini, Pak Darren. Formulir persetujuan untuk tindakan medis. Saya sudah jelaskan risikonya, dan saya harap Anda bisa memahami keputusan ini." Dokter itu berkata dengan nada lembut, tetapi suaranya terasa berat di telinga Darren.Darren menatap formulir itu dengan tatapan kosong. Kata-kata dokter berputar-putar di kepalanya.Risiko tinggi.Kondisi kritis.Keputusan sulit. Ia mencoba mencari kekuatan di dalam diri, mencoba mencari jalan keluar dari dilemma yang menjeratnya."Dokter, apakah ... apakah tidak ada cara lain?" tanya Darren, suaranya terasa serak dan patah.Dokter menggeleng pelan. "Maaf, Pak Darren. Ini adalah pilihan terbaik yang bisa kita ambil saat ini. Jika kita tidak bertindak segera, kondisi Ibu Nadia akan semakin memburuk. Dan ris

  • Kakak Ipar Rasa Pacar    Chapter 159

    Darren masih terpaku di depan pintu ruang operasi, matanya menerawang ke dalam ruangan. Kekhawatirannya belum juga mereda. Nadia, istrinya, masih belum sadar dari pengaruh obat bius. Operasi pelepasan pen berjalan lancar, tapi kondisi Nadia justru memburuk setelahnya. Tekanan darahnya terus meningkat, dan keadaan kandungannya juga melemah.Tiba-tiba, seorang perawat berlari menghampirinya. Wajahnya tampak panik. "Maaf, Pak Darren. Ada kabar buruk. Kakek Brata kritis."Darren tersentak. "Apa maksudnya? Kakek Brata kenapa?""Infeksi paru-parunya semakin parah, Pak. Batuknya semakin keras dan sulit bernapas. Saat ini, Kakek Brata kejang-kejang." Perawat itu mengusap keringat di dahinya. Darren langsung berdiri tegak. "Dimana Kakek sekarang?""Di ruang ICU, Pak." Perawat itu menunjuk arah. "Saya harus kembali ke sana. Maaf, Pak."Darren terdiam sejenak. Rasa cemas dan takut bercampur aduk dalam dirinya. Nadia masih belum sadar, dan sekarang Kakeknya kritis. Ia merasaka

DMCA.com Protection Status