“Oma! Oma! Masa adiknya sekecil ini.”
Saat baru saja menginjakkan kaki di rumah. Emily langsung mengadu ke Bintang soal ukuran calon adiknya yang sangat kecil. Dia sampai memperagakan menggunakan jempol dan telunjuk untuk mengukur seberapa kecil calon adiknya.
Bintang tertawa mendengar celotehan Emily yang menggemaskan. Dia lantas memangku Emily untuk mendengarkan celotehan gadis kecil itu lagi.
“Iya masih kecil, nanti kalau perut Mami sudah besar, adiknya ikut besar,” ujar Bintang menjelaskan.
“Iya, tadi Bibi Dokter bilang gitu. Katanya aku harus jaga adik biar sehat, jaga Mami biar ga lupa makan. Aku maunya adik cepat besar,” celoteh Emily lagi.
Aruna dan Ansel menatap Emily yang sedang menceritakan pengalaman di rumah sakit saat melihat calon adik. Mereka senang karena Emily bisa menerima dengan baik calon bayi mereka.
“Sudah tenang, kan?” Ansel berbisik sambil merangkul lengan Aruna.
“Ans.” Aruna terbangun di malam hari. Dia mencoba membangunkan Ansel yang tertidur lelap. “Ada apa, hm?” Ansel mencoba menanggapi panggilan Aruna meski kelopak matanya sangat berat untuk dibuka. “Ans, aku mau makan mangga,” bisik Aruna sambil menatap Ansel penuh harap. Ansel mencoba membuka mata dengan sempurna. Dia melihat Aruna yang mengerucutkan bibir. “Akan aku kupaskan,” ucap Ansel sambil bangun. “Tapi ga mau mangga itu,” balas Aruna sambil mencengkram ujung selimut. Ansel mengerutkan alis mendengar ucapan Aruna. Dia menatap sang istri yang masih berbaring dengan ekspresi bingung. “Kalau bukan mangga itu? Lalu mangga mana?” tanya Ansel bingung. “Yang di dekat pos. Ada pohon mangga, kan? Aku mau mangga itu,” jawab Aruna sambil memberikan tatapan mata berkaca-kaca penuh harap. Ansel pun sangat terkejut mendengar jawaban Aruna. Dia sampai menggaruk kepala tak gatal. “Itu masih muda, Runa. Kalau mau makan, yang di dapur saja sudah matang dan siap makan,” ujar Ansel menasih
Ansel meringis melihat Aruna makan mangga muda. Apalagi istrinya itu makan tanpa sambal, hanya mangga muda saja. “Run, apa gigimu tidak ngilu?” tanya Ansel merinding sendiri. Aruna menoleh Ansel dengan mulut penuh. Dia masih mengunyah mangga muda lantas menelan perlahan. “Tidak, ini enak,” jawab Aruna lantas kembali memasukkan potongan mangga ke mulut. Ansel benar-benar ngilu melihat Aruna makan, tapi demi sang istri tak merengek membuatnya membiarkan saja. “Tadi janji ga makan banyak, kan?” Ansel mengingatkan agar Aruna tak makan terlalu banyak. Aruna menoleh Ansel lagi masih sambil mengunyah. “Ini baru makan berapa potong, mana kenyang,” keluh Aruna dengan bola mata berkaca-kaca. Ansel kehabisan kata-kata kalau melihat tatapan Aruna seperti itu. Dia pun membiarkan saja yang terpenting Aruna tak merajuk. Satu piring mangga habis. Aruna merasa kenyang hingga mengusap perut yang terasa penuh. “Ans, aku sudah selesai makan,” ucap Aruna. Aruna terkejut saat menoleh Ansel yang t
“Bu, apa tidak asam?” Siska meringis melihat Aruna sedang makan mangga muda ketika dia masuk ruangan untuk memberikan berkas. Aruna mengunyah lantas menelan mangga muda itu sebelum membalas ucapan Siska. “Tidak,” ucap Aruna lantas meminta berkas yang dibawa Siska. Aruna pun mengecek berkas itu, sedangkan Siska terlihat mengamati Aruna. “Bu, Anda sedikit pucat, apa sedang sakit?” tanya Siska. “Tidak,” jawab Aruna sambil fokus ke berkas. Siska mengamati Aruna yang sedang fokus melihat berkas-berkas, hingga dia bertanya, “Bu, Anda sedang hamil?” Aruna langsung mengangkat pandangan ke arah Siska. “Iya,” jawab Aruna sambil memulas senyum. Siska terkejut mendengar jawaban Aruna, tapi tentunya dia pun ikut senang. “Selamat ya, Bu. Pantas makan mangga muda, ternyata lagi ngidam,” ucap Siska. Aruna hanya memulas senyum mendengar ucapan Siska. Dia senang orang-orang ikut bahagia karena kehamilannya. ** Saat jam makan siang. Ansel datang ke perusahaan Aruna untuk mengajak makan sian
“Kenapa ekspresi wajah kalian seperti itu?” tanya Aruna curiga karena Hanzel dan Jill terkejut berlebihan. “Tidak, kami tidak pacaran,” jawab Jill mengelak. “Sudah kubilang, kami sering bersama karena memang ada keperluan bisnis saja,” timpal Hanzel. Aruna masih tak percaya, hingga dahinya berkerut halus sambil mengamati Hanzel dan Jill. Mereka pun makan siang bersama. Ansel dan Jill malah membahas proyek-proyek yang sedang digarap perusahaan. “Aku ke kamar kecil sebentar,” kata Jill sambil berdiri. “Aku juga mau ke kamar kecil.” Aruna ikut berdiri karena sejak hamil dia memang sering buang air kecil. Aruna dan Jill pun pergi ke kamar kecil, sedangkan Ansel dan Hanzel masih duduk di meja. “Kupikir dulu Runa akan benar-benar bersama Bumi, siapa sangka dia malah bucin kepadamu,” ujar Hanzel lantas memasukkan potongan daging ke mulut. “Sepertinya Runa tahu siapa yang layak untuknya, kan.” Ansel membalas dengan jemawa. “Tidak juga,” balas Hanzel. Ansel langsung menatap Hanzel sa
“Kita belum memberitahu Mama dan Papa soal kehamilanmu, bagaimana kalau malam ini kita ke sana memberitahu, sekalian menginap apalagi besok weekend?” “Boleh, lagi pula sudah lama tidak menginap di sana. Emi pasti senang kalau diajak menginap di rumah Mama,” balas Aruna sambil menoleh Ansel yang sedang mnyetir. Ansel menganggukkan kepala. Mereka pun pulang terlebih dahulu untuk bersiap sekalian menjemput Emily. “Kalian mau menginap di sana?” tanya Bintang saat Aruna menyampaikan maksud berkunjung ke rumah Ayana. “Iya, Mom. Sudah lama tidak ke sana, sekalian memberitahu soal kehamilanku,” ujar Aruna menjelaskan. “Ya sudah,” balas Bintang tak mungkin melarang. “Mau bawa mangga muda? Biar mommy kupasin jadi nanti tinggal makan di sana,” ujar Bintang kemudian. “Boleh, Mom. Buat jaga-jaga di sana ga ada,” balas Aruna senang karena Bintang sangat perhatian kepadanya. “Yei! Ke rumah Oma!” teriak Emily yang baru saja mendengar kalau akan diajak menginap di rumah Ayana. Bintang memanda
“Mama sangat senang mengetahui kamu hamil. Kalau kamu butuh sesuatu atau menginginkan sesuatu, bilang saja ke Mama,” ucap Ayana saat duduk berdua dengan Aruna. Ansel menemani Deon masak untuk Aruna, sehingga Aruna hanya berdua dengan Ayana karena Emily sibuk bermain di kamarnya. “Doakan aku sehat sampai melahirkan saja, Ma. Itu yang terpenting buatku sekarang,” balas Aruna. “Kamu bilang sejak hamil agak susah makan, apa separah itu kondisinya?” tanya Ayana penasaran karena dulu dia hanya mual tapi masih bisa makan. “Entah, Ma. Kata dokter itu biasa, apalagi setiap wanita hamil pasti memiliki kondisi berbeda. Dokter juga bilang kemungkinan aku bisa makan normal seperti dulu setelah masuk trimester kedua, jadi aku harus kuat di trimester pertama ini,” ujar Aruna menjelaskan. Ayana cemas kalau sampai Aruna tak bisa makan dan mendapat asupan makanan yang cukup. “Memang wajar, tapi sekiranya benar-benar tak sanggup dengan kondisimu, kamu harus segera memeriksanya ke dokter,” ujar Aya
“Kamu sedang apa?” Aruna sangat terkejut saat mendengar suara mertuanya. Dia menoleh hingga melihat Deon yang berjalan ke arahnya. Aruna tersenyum canggung dan salah tingkah, bahkan sampai menggaruk kepala tidak gatal. “Lapar?” tanya Deon tersenyum melihat tingkah Aruna. Aruna melebarkan senyum sambil menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Deon. “Aku ingin membangunkan Ans, tapi sepertinya dia kelelahan dan tidur sangat nyenyak, jadi aku memilih nyari sendiri di dapur, tapi sepertinya di dapur tidak ada apa-apa,” jawab Aruna panjang lebar. Deon memulas senyum mendengar jawaban Aruna. Dia pun membuka lemari pendingin yang memang hanya ada bahan makanan dan buah. “Kamu mau makan apa, biar papa buatkan?” tanya Deon penuh perhatian. Aruna terkejut mendengar pertanyaan mertuanya itu. “Tidak usah, Pa. Aku makan buah saja, Papa pasti capek, apalagi baru pulang dari luar kota, bahkan tadi malah aku minta buat masakin,” jawab Aruna menolak tawaran karena tak mau merepotkan Deon. Deon
“Siang ini aku ingin melihat persiapan di toko pusat untuk launching majalah tahunan. Kalau kamu agak repot, aku akan pergi dengan Siska,” ujar Aruna sambil merapikan dasi Ansel. “Aku belum melihat jadwal hari ini. Nanti aku kabari andai bisa atau tidak mengantarmu,” balas Ansel. Aruna menatap suaminya dengan seulas senyum. Dia mengangguk-anggukan kepala lantas mengangsurkan jemari di permukaan dasi Ansel. Ansel mencium kening Aruna seperti biasanya setelah istrinya itu memberi perhatian, lantas keduanya pun keluar kamar untuk sarapan bersama sebelum ke kantor. Ansel dan Aruna mengantar Emily ke sekolah lebih dulu. Mereka kini sudah sampai di sekolah Emily. “Nanti siang yang jemput Oma Ayana, ya.” Aruna mengingatkan Emily karena tak bisa menjemput Emily. “Iya, Mami jangan cemas. Aku akan menunggu sampai Oma datang,” ucap Emily sambil menenteng tasnya. “Baiklah, belajar yang rajin, ya.” Aruna mencium kening Emily. “Mami