Sudah satu minggu Bintang dan Aruna tak ada yang mau saling bicara, meski mereka berada di satu rumah, makan pun bersama. Langit pun tak mau ambil pusing dengan diamnya mereka, yang penting tidak berdebat. “Kamu tidak sarapan dulu?” tanya Langit saat Aruna berpamitan. “Tidak, Dad. Aku harus mampir ke rumah Oma dulu buat ambil pesanan kueku, terus jempur Emi ke sekolah. Hari ini aku cuti buat nemenin dia di bazar sekolah,” jawab Aruna menjelaskan karena Langit lupa dirinya ambil cutoi. “Oh iya, daddy lupa,” balas Langit, “ya sudah, hati-hati di jalan. Salam buat Emi,” ucap Langit lagi. Aruna mengangguk lantas melangkahkan kaki untuk pergi, hingga langkahnya terhenti saat melihat Bintang sedang menyiapkan sarapan. Dia terdiam sejenak, tapi sedetik kemudian memilih segera pergi karena takut kesiangan. Aruna pergi ke rumah kakek dari sang mommy. Dia meminta tolong omanya untuk membuatkan kue yang biasa disukai anak-anak. “Oma, apa sudah siap?” tanya Aruna saat menemui sang nenek. “
“Kamu baik-baik saja?” tanya Ansel saat Aruna hanya diam menunggu Emily sedang bersiap-siap. Aruna langsung menoleh Ansel, kemudian menganggukan kepala. “Aku baik-baik saja,” jawab Aruna lantas tersenyum. Ansel pun percaya saja jika memang Aruna baik-baik saja. Aruna sendiri sedang memikirkan ucapan sang oma soal mommynya. Dia benar-benar tak menyangka kalau Bintang yang membuat kue itu, padahal tahu jika itu untuk acara Emily di sekolah. “Maaf harus merepotkanmu membantu Emi. Aku akan coba datang setelah rapatnya selesai,” ujar Ansel karena pagi itu ada rapat. “Iya, kamu tenang saja. Andai tidak bisa datang tak masalah, lagian Emi pasti sudah senang meski hanya aku yang datang,” balas Aruna. Ansel pun menganggukkan kepala mendengar balasan Aruna. “Kalau ada apa-apa atau butuh bantuan, segera hubungi aku,” ucap Ansel lagi. “Iya, kamu jangan cemas,” balas Aruna. Aruna pergi bersama Emily dan baby sitter. Mereka langsung ke sekolah, di sana ternyata sudah disediakan stand untu
Aruna dan Bintang duduk di mobil yang terparkir di halaman sekolah. Sopir Bintang pun menunggu di luar karena ibu dan anak itu hendak bicara pribadi. Aruna masih diam tak mau memulai pembicaraan karena tak mau nantinya dianggap pemicu perdebatan jika salah bicara. Bintang sendiri masih diam dan belum mengucapkan satu kata pun meski mereka sudah duduk beberapa menit di sana. “Sampai kapan kamu akan terus diam?” tanya Bintang akhirnya membuka pembicaraan. “Bukan aku yang memulai diam,” jawab Aruna tanpa menoleh Bintang. Bintang akhirnya menoleh Aruna. Dia menatap putrinya yang memasang wajah datar. “Kamu masih berpikir untuk menjalin hubungan dengan pria itu?” tanya Bintang sambil memandang Aruna. Aruna akhirnya menoleh Bintang, lantas membalas, “Bukan berpikir, aku memang menjalin hubungan dengannya. Meski Mommy tidak merestui, aku tetap akan berhubungan dengannya.” Bintang menghela napas kasar lantas mengalihkan pandangan dari Aruna dengan perasaan kesal. Meski Aruna tahu kal
Ansel tak bisa menghadiri acara market day di sekolah Emily karena kedatangan klien secara mendadak. Dia pun belum bisa menghubungi Aruna karena baru saja selesai menghadiri rapat. “Saya selalu senang bekerjasama dengan perusahaan Anda. Saya harap Anda selalu memberikan yang terbaik,” ucap klien wanita yang memang sudah lama bekerjasama dengan perusahaan Ansel. “Tentu, kami tidak akan pernah mengecewakan,” balas Ansel sambil menjabat tangan wanita itu. Wanita itu memulas senyum, lantas pamit diikuti asisten dan beberapa staffnya. Ansel bernapas lega karena akhirnya memiliki waktu luang untuk menghubungi Aruna meski sudah sangat terlambat untuk mengatakan jika tak bisa datang. “Runa, maaf aku tidak bisa datang karena ada klien lama yang tiba-tiba datang membahas masalah kerjasama,” ucap Ansel dengan cepat saat panggilannya dijawab Aruna. “Tidak apa, tenang saja. Lagi pula acaranya tadi berjalan sangat lancar, Emi juga sangat senang karena semua kuenya habis,” balas Aruna dari seb
Aruna dan Ansel makan malam bersama keluarga orang tua Aruna dan Emily. Di meja makan itu Emily duduk di samping Bintang, sedangkan Ansel duduk di samping Sashi berhadapan dengan Aruna yang duduk di samping Emily. “Makan yang banyak mumpung di sini. Masakan Oma Bintang enak, kan?” Bintang meletakkan lauk di piring Emily. “Iya, aku pasti makan banyak,” balas Emily sambil menganggukkan kepala. Aruna melirik Ansel, begitu juga sebaliknya. Langit, Sashi, dan Nanda pun melirik Ansel, melihat jelas jika pria itu tertekan. “Kenapa kalian hanya diam? Tidak mau makan?” tanya Bintang karena tak ada satu pun yang makan kecuali Emily. Aruna dan yang lain langsung mengambil alat makan lalu segera menyantap makanan yang tersaji. Aruna juga mengambilkan lauk untuk Ansel agar bisa makan dengan tenang. Bintang tak banyak bicara selain dengan Emily, membuat suasana canggung semakin terasa di ruangan itu. “Bukankah keluargamu memiliki perusahaan property?” tanya Nanda mengajak bicara Ansel agar s
Ansel cukup terkejut mendengar perkataan Bintang. Dia pun mencoba menegakkan badan sambil menatap Bintang tanpa mengurasi rasa hormatnya ke wanita itu. “Mungkin menghadapi Anda akan sulit untukku mengingat bagaimana kesalahanku yang tak bisa Anda maafkan. Namun, dari kesulitan itu semua, akan lebih sulit jika harus kembali berpisah dari Runa,” balas Ansel yang tentunya takkan menyerah begitu saja. Bintang menatap datar ke Ansel saat mendengarkan kekasih putrinya itu bicara. “Jika aku tidak bisa bersikap baik kepadamu, jangan pernah salahkan sikapku karena kamu yang memilih meski aku sudah memberimu pilihan untuk pergi,” ucap Bintang ternyata masih tak mau melunak ke Ansel. “Aku tidak akan menyalahkan siapa pun. Bagaimana cara Anda bersikap, itu hak Anda. Aku juga tidak akan menuntut apa pun, selama masih bisa bersama Runa, itu saja sudah cukup,” balas Ansel mencoba meyakinkan. Bintang malah menaikkan satu sudut bibi untuk mencibir ucapan Ansel. “Aku akan terus mengawasimu. Jika
“Kamu tidak bohong? Mommy hanya bicara itu?” Aruna sore itu pulang bersama Ansel seperti biasa. Mereka kini duduk di taman berdua membicarakan banyak hal seperti biasa, termasuk percakapan antara Bintang dan Ansel semalam. “Iya, mommymu hanya bilang kalau belum bisa menerimaku, itu saja tapi wajar karena bagaimanapun tak mudah bagi seorang ibu memaafkan orang yang sudah menyakiti hati putrinya,” balas Ansel meyakinkan Aruna. Ansel memang menceritakan apa saja yang dibicarakan dengan Bintang, tapi dia tidak menceritakan soal ancaman atau perkataan Bintang yang sempat meminta mundur dari Aruna. Aruna menghela napas kasar mendengar ucapan Ansel. Dia pikir Bintang sudah benar-benar ikhlas menerima hubungan mereka, tapi ternyata masih ada ganjalan di hati wanita itu. “Padahal aku berharap Mommy benar-benar bisa menerima hubungan kita, tapi ternyata tetap saja belum bisa sepenuhnya ikhlas,” ucap Aruna sedikit kecewa. Ansel menoleh Aruna, lantas menggenggam telapak tangan kekasihnya it
“Kamu mau ke mana?” tanya Bintang saat melihat Aruna memakai gaun. Malam itu Aruna menepati janji menemani Ansel pergi ke pesta klien. Dia pun sudah memakai gaun yang tak terlalu terbuka dengan make up minimalis yang membuatnya terlihat sangat cantik. “Aku ingin menemani Ans pergi ke pesta salah satu kliennya, Mom,” jawab Aruna sambil merapikan rambutnya yang tergerai. Bintang hendak membalas ucapan Aruna, tapi pembantu datang menghampiri mereka. “Non, Tuan Ansel ada di depan,” kata pembantu ke Aruna. Aruna terlihat senang karena Ansel sudah datang. Dia pun bergegas ke depan sampai lupa berpamitan dengan Bintang dan Langit. Dua orang tua itu pun ikut ke depan untuk menemui Ansel. “Kamu sudah siap?” tanya Ansel saat melihat Aruna keluar. “Sudah,” jawab Aruna terlihat senang karena ini pertama kalinya dia akan pergi dengan pasangan ke sebuah pesta. Ansel melihat Bintang dan Langit yang baru saja keluar. Dia pun mengangguk sopan kepada orang tua Aruna. “Saya izin mengajak Runa