Jing Yue merasa orang ini terlalu bertele-tela, dia pun membentak, "Aku tidak peduli!" "Ingatlah suatu hal, Ah Cheng! Kalau sampai Hua Fei tidak lolos dalam ujian yang akan diadakan lima hari lagi, maka tujuanmu datang ke mari hanya akan menjadi kesia-siaan belaka!" Jing Yue meneguk teh yang menghangat dalam kepalan tangannya. "Hua Yan tidak akan membiarkan begitu saja, seseorang yang telah menggagalkan ujian masuk keponakan kesayangannya itu, berhasil menjadi sebagai besan kami." "Jadi, kau sudah tahu akan tujuanku datang berkunjung ke mari?" Jing Cheng cukup terkejut mendengar penuturan Jing Yue. Jing Yue tersenyum kecil penuh misteri. "Di dunia ini, apa yang tidak diketahui oleh Jing Yue?" "Tentu saja, itu karena kau adalah Persik Gunung Naga. Sebelum kau menikah dengan Wang ... maksudku, sebelum kau memiliki Jing Ling. Kau adalah salah satu dari anggota pasukan teliksandi khusus Keluarga Jing." Jing Cheng menyesap teh yang mulai sedikit mendingin. Jing Yue pada masa gadisnya
"Untuk sementara aku hanya bisa melakukan ini." Jing Yue berbisik dalam hati. "Dan selanjutnya adalah ...." Jing Yue merasa tidak yakin untuk usahanya yang kedua, akan tetapi tak ada salahnya untuk mencoba. "Cara kedua." "Bukankah lebih baik untuk mencobanya terlebih dahulu. Karena aku tidak bisa melihat Ah Ling dan Ah Fei kecewa untuk yang kedua kalinya." Jing Yue telah bertekat untuk mencoba jalan yang kedua. Seperti biasa, di dalam ruangan itu sudah tersedia sebuah wadah besar tempat pemandian dari kayu cendana yang telah berisikan dengan air hangat bertabur ratusan kelopak bunga mawar. Aroma dari bak mandi dari kayu cendana yang terkena siraman air panas saja sudah menguapkan kepulan asap wangi nan menyejukan kalbu. Ditambah lagi dengan seduhan kelopak-kelopak mawar, hingga menimbulkan bau harum menyegarkan tubuh orang yang berendam dalam wadah tersebut. Ini benar-benar sebuah bentuk pemanjaan diri menyehatkan jiwa raga penikmatnya. Selapis demi selapis, hanfu wanita itu
"Ah Yue, apakah kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" Hua Yan menyampaikan pertanyaan yang tentu saja membuat Jing Yue sedikit terkejut. Meskipun nada suaranya tenang, tetapi itu cukup membuat wanita secantik boneka itu merasa kebingungan. "Apakah ada hal yang merisaukan pikiranmu, Ah Yue?" Hua Yan menampung air dengan lembaran telapak tangannya, menangkap beberapa helai kelopak mawar merah dan mendekatkannya ke ujung hidung. Uap panas beraroma semerbak pun terhirup hingga ke ruang pernapasan dalam dadanya. "Atau jangan-jangan, sepupumu itu membuat masalah dengan kita?" Jing Yue tak segera menjawab pertanyaan Hua Yan. Ia berpura-pura sibuk mengeringkan rambut basahnya yang telah membuat tubuh berbalut hanfu tipis menjadi sedikit menggigil. Dalam benaknya ada keresahan, juga kekhawatiran mendalam. Ia ingin berterus terang, tetapi apakah nanti Hua Yan tidak akan melakukan sesuatu pada keluarganya yang lain? Bunga Persik Gunung Naga hanya bisa menjawab, "Memang ada kejadian hari ini.
Hua Yan terus melangkah masuk ke dalam ruangan dengan rasa tidak sabar sama sekali. Ia bahkan membuka dan menutup pintu kayu secara kasar hingga menimbulkan suara berdentum disertai getaran kecil. Tentu saja itu bukanlah hal yang biasa ia lakukan. Saat ini kepalanya terasa sangat pusing bagai berputaran tiada henti. Hua Yan terpaksa bersandar pada daun pintu sambil memegangi dadanya. "Untung saja aku masih bisa menahannya saat bersama Ah Yue!" Hua Yan masih berusaha untuk tetap berdiri walaupun tubuhnya terasa gemetar dan lemas. "Racun ini benar-benar ganas!" "A--aku ... tidak kuat lagi!" Detik selanjutnya, tubuh Hua Yan limbung dan jatuh bertumpu lutut. Perutnya terasa mual yang teramat sangat disertai dada sesak bagai terhimpit bebatuan. Gejolak memuntahkan darah kehitaman dengan uap panas mengepul dari cairan tersebut. "Rupanya murid durhaka itu telah berhasil melukaiku!" Hua Yan menggeram marah sambil menatap asap hitam yang menguar mengepul dari muntahan darahnya. "Jarum Bu
"Guruuuuu!" Hua Wu segera berlari ke arah Hua Yan dan segera mengangkat tubuhnya. Tangis pemuda itu pecah seketika, hingga air matanya menjatuhi pipi pucat Hua Yan dalam pangkuannya. "Guruuu! Mengapa keadaan guru seperti ini?" "Bodoh! Mengapa kamu menangisi guru?" bisik Hua Yan saat merasakan hangat air mata muridnya bagai telah menyadarkan dirinya dari tidur sesaat. "Kamu mengganggu tidurku saja!" "Guruuu! Mengapa Guru masih bisa bercanda pada saat seperti ini?" Hua Wu memeluk sang guru sambil masih menangis. "Aku khawatir sekali, Guru!" "Diamlah, Bodoh! Cepatlah, bawa aku ke sana!" Hua Yan berusaha keras menggerakan tubuhnya untuk berpindah tempat dengan dibantu oleh Hua Wu. "Hati-hati, Guru!" Hua Wu berusaha keras menahan gerak tubuh sang guru yang sudah sempoyongan. Pemuda itu kemudian membaringkan Hua Yan di atas altar persemedian yang terbuat dari lempengan batu giok hitam murni. Fungsi dari batu giok hitam adalah menyerap racun dan menawarkannya secara alami, jika sang pen
"Tewas?" Hua Wu tercekat mendengar kalimat dari mulut Guo Ying. Ia sungguh tak bisa membayangkan, jikalau hal seburuk itu terjadi pada sang guru. "Tidak! Itu tidak boleh terjadi!" Hua Wu berbisik seraya menggelengkan kepalanya berulang kali dengan perasaan takut. Takut yang teramat sangat membuat tubuhnya berkeringat dingin. "Guru! Itu tidak akan pernah terjadi pada guru!" "Maka dari itu kamu tenanglah dan biarkan kami yang menanganinya." Guo Ying berkata sambil mulai melakukan tugasnya. Gadis itu terlihat sibuk dengan berbagai alat yang dibutuhkan untuk pengobatan. "Tolong, selamatkan guruku!" Hua Wu berseru tiba-tiba saja berlutut di atas lantai. Air matanya berlinangan walaupun tanpa suara isakan. "Kami akan berusaha semampu kami." Hanya kalimat itu yang diucapkan oleh Guo Ying. "Baiklah, aku serahkan semuanya pada kalian berdua." Hua Wu akhirnya menyingkirkan diri dari tempatnya berdiri. Ia hanya bisa menatap cemas ke arah sang guru yang tengah dalam perjuangan melawan ra
"Siapa?" Jing Ling berseru dari dalam ruang kamarnya. "Ah Ling, ini Kami. Bolehkah kami masuk?" Suara itu adalah milik Hua Lin. "Aku datang bersama dengan Ah Fei!" 'Akhirnya mereka datang!' seru Jing Ling dalam hati. Tentu saja ia merasa sangat senang saat mengetahui Hua Fei dalam keadaan baik-baik saja. "Oh ya, Paman Kecil." Jing Ling menyahut sambil beringsut menyibak selimut. "Masuklah!" Pintu kamar terbuka secara perlahan hingga menimbulkan suara deritan kecil akibat pergesekan engsel yang sedikit alot oleh karat. Hua Fei dan Hua Lin segera muncul dan langsung melangkah masuk. "Ah Ling!" Hua Lin menyapa, sedangkan Hua Fei menutup pintu sebelum ia menyusul sang paman. "Apakah kedatangan kami mengganggu istirahatmu?" "Paman Kecil, Kakak Fei!" Jing Ling yang sudah merasa sedikit membaik pun segera bangun dan duduk bersandar pada dinding kayu. "Tentu saja tidak, Paman. Aku bahkan sedang merasa sangat jenuh dan bosan akibat berbaring seharian ini." "Adik Ling, bagaimana
"Bagaimana dengan ayahmu?" tanya Hua Lin sambil menatap Jing Ling dan Hua Fei secara bergantian. "Benar juga, ya?" Jing Ling menyahut. "Bagaimana cara melewatinya?" "Ini bagian tersulitnya." Hua Fei memang sudah menyadari sejak awal. "Menaklukan hati pamanku itu tak ubahnya seperti melelehkan es di musim dingin." "Lalu, bagaimana menurut kalian?" tanya Jing Ling sambil membaca ulang tulisan dalam kertas selebaran. "Selain hadiah tael emas yang sangat banyak ini, tujuan kita adalah belajar di akademi kekaisaran. Kita bisa belajar tanpa biaya selama tiga tahun penuh!" "Memang sangat menggiurkan. Tetapi bagaimana caranya agar pamanku menyetujui rencana kita?" Hua Fei menjadi bingung dibuatnya. Hua Lin tiba-tiba saja berseru, "Eeh, Ah Ling! Bagaimana kalau ...." Baru saja Hua Lin hendak mengutarakan gagasannya, pintu kamar secara tiba-tiba diketuk dari luar, pada saat mereka tengah sibuk memikirkan cara dan alasan untuk meminta ijin yang tepat agar direstui oleh Hua Yan. "Siap
"Jangan takut. Aku adalah Jing Shuang, orang yang menciptakan cincin ini." Jing Ling sedikit panik, merasa bahwa pendengarannya saat ini sedang tidak normal. Pandangan matanya terus tertuju ke arah bayangan berwujud manusia yang terjebak di gumpalan sinar merah yang tampak samar. "Sudah sangat lama aku terjebak di tempat ini, menunggu seseorang dari penerusku datang dan menemukanku." Suara anggun dan lembut itu kembali terdengar dengan jelas. Jing Ling terkejut. Ternyata, sinar berwujud manusia itu bisa berbicara? Dan dia mengaku bernama Jing Shuang? Tunggu! Bukankah itu adalah nama yang disebutkan oleh Jing Yue, ibunya? "Jing Shuang?" Jing Ling luar biasa terkejut. "Jadi, Anda adalah Jing Shuang, pencipta dan pemilik Cincin Segala Ruang ini?" "Benar. Itu aku." Leluhur Jing Shuang berbalik dengan anggun, jubahnya berkibar, dan sinar merah yang menyelimutinya seketika menghilang. Sekarang, wujud asli pria muda yang sangat menawan bak seorang kaisar langit terlihat jelas. W
"Bagaimana mungkin itu adalah benda yang rusak? Kamu cobalah sekali lagi, Ah Lin!" Hua Lin mencoba memberi semangat kepada keponakannya. "Semangat!""Baiklah. Aku akan mencobanya sekali lagi." Jing Ling mengangguk, kemudian kembali memfokuskan pikiran agar dapat terhubung dengan cincin segala ruang miliknya.Namun, masih tidak ada yang terjadi meskipun ia telah mencobanya hingga berulang kali.Jing Ling menarik napas sesaat dengan perasaan kecewa. "Tetap tidak bisa.""Aneh ... mengapa tetap tidak bisa?" Hua Fei juga tak mengerti.Jing Ling tak bisa lagi menyembunyikan kekecewaan sekaligus rasa penasarannya.Ia menghadap kembali kepada sang ibu. "Ibu, aku tak bisa menggunakan cincin ini. Meskipun aku berusaha keras menyatukan pikiranku, tetapi aku tak bisa merasakan apa pun. Aku jadi berpikir kalau benda ini tidak berjodoh denganku, atau mungkin saja benda ini memang sudah rusak.""Itu tidak rusak. Tapi memang cincin milikmu itu sedikit berbeda dengan benda ruang milik Ah Fei dan Ah Li
Hua Fei melihat kantung di tangannya, mencoba menemukan rahasia yang tersembunyi dalam benda tersebut. Namun, tetap saja ia tak menemukan apa pun di sana."Ah Fei, kantung yang sekarang kamu pegang itu bernama Qian Cang Pao, kantung seribu ruang yang mampu memuat banyak benda-benda tanpa membebani pemiliknya." Jing Yue menjelaskan perihal kantung putih milik Hua Fei. "Selain dapat menyimpan benda-benda, kantung itu juga sangat kuat karena terbuat dari kepompong ulat sutra berusia seribu tahun."Hua Fei terkejut. "Kantung seribu ruang?""Ternyata itu adalah kantung seribu ruang yang sangat legendaris!" Hua Lin berseru disertai keterkejutan dan kekaguman. "Ah Fei, kamu sungguh beruntung bisa memiliki benda seperti itu."Hua Fei dan yang lainnya mulai berisik dengan decakan kagum. Ternyata benda yang dianggap kosong itu benar-benar merupakan benda istimewa.Wajah Hua Fei seketika secerah langit pagi. Sekarang, ia justru merasa takjub dan berterima kasih dalam hati atas pemberian Jing Yue
Dari kerutan alis matanya, jelas ada bayang-bayang kekecewaan Hua Fei yang tak bisa disembunyikan. Ekspresi wajah pemuda itu berubah muram dan matanya menyipit, seolah mencoba memahami sesuatu yang sedikit mengganggu.Tabib muda itu menarik napas panjang, perlahan mengembuskannya, mencoba menenangkan gejolak pertanyaan dalam benaknya.'Mungkin saja aku yang tidak seberuntung mereka berdua,' gumam Hua Fei, dalam hati.Ia melirik sekilas ke arah kedua keponakannya yang tengah sibuk dengan hadiahnya masing-masing. Perasaan tak menentu berkecamuk dalam dada Hua Fei.'Tapi ... mana mungkin Bibi tega mempermainkan aku?' pikir Hua Fei lagi. 'Atau mungkin ... ada sesuatu yang disembunyikan oleh Bibi?'"Paman Kecil, kamu mendapatkan ikat pinggang!" Seruan Jing Ling membuat Hua Lin tersenyum tipis.Ia segera menghampiri untuk melihat lebih dekat ikat pinggang hitam yang sederhana tapi penuh keunikan. Sorot mata Jing Ling berbinar-binar, mengagumi bentuk sabuk hitam dengan gesper perak yang rumi
Jing Ling, Hua Fei dan Hua Lin menatap kantung kain di tangan Jing Yue. 'Apakah bibi menyiapkan bekal uang lagi?' Hua Fei membatin. 'Bukankah kami sudah mendapatkan biaya dari sekte?' 'Kakak Yue memberi kami kantung parfum?' Hua Lin mengira itu adalah kantung pengharum yang biasanya dipakai untuk menyamarkan bau badan tak sedap dengan aromanya. 'Aiyaa, kakak iparku ini mengapa aneh sekali?' Jing Ling akhirnya bertanya, "Ibu, itu adalah kantung kain yang akan diberikan kepada kami bertiga?" "Benar. Ini adalah hadiah dari kami yang sudah lama dipersiapkan untuk kalian." Jing Yue mengulurkan tangannya secara perlahan, memperlihatkan tiga kantung sachet yang terbuat dari kain satin, halus dan berkilau di bawah sinar matahari pagi. "Hadiah?" Ketiga tuan muda terperangah. "Untuk kami?" Hua Lin tak mengerti. "Ya. Ini memang untuk kalian." Jing Yue kembali mengulas senyum dan berkata, "Kami mengumpulkan semua benda ini sejak lama sebagai persiapan karena kami merasa sewaktu-waktu kal
Jing Ling tercekat. Hua Fei tertegun. Keduanya menatap Hua Lin dan Hua Feng secara bergantian dengan pandangan bingung. Mereka khawatir jika Hua Lin tak bisa menahan amarahnya. "Hua Feeeeeng!" Hua Lin berteriak, suaranya meledak di udara hingga membuat banyak orang terkejut. "Hua Feng, bagaimana kamu bisa seceroboh itu?" Hua Lin merasa frustrasi, sedangkan Hua Feng memasang ekspresi wajah sebodoh keledai dungu. Hua Lin ingin menangis, tetapi ia tak mungkin menangis di hadapan banyak orang, terlebih lagi hanya soal perbekalan yang masih bisa digunakan meskipun tidak kecil kemungkinan sudah hancur. Pemuda itu hanya bisa menatap dengan tatapan yang seakan hendak memangsa Hua Feng hidup-hidup. "Ma--ma ... maaf!" Napas Hua Feng masih tersengal, dadanya naik turun, tetapi tatapan tajam Hua Lin yang menusuk itu membuatnya seolah tercekik oleh rasa bersalah. Bagi Hua Feng, pandangan mata Hua Lin terlihat sangat mengerikan hingga udara panas dan perasaan dingin terus menari-nar
Di kejauhan, Jing Ling dan Hua Fei sudah berdiri menunggu di bawah pohon maple sembari menyaksikan kesibukan para pelayan. Mereka tampak siap untuk perjalanan panjang yang akan segera mereka tempuh.Sebenarnya, Hua Fei merasa ada suatu firasat aneh yang tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata, tetapi perasaan itu terus-menerus mengganggu pikirannya. Pemuda itu larut dalam diam hingga beberapa waktu dan hal tersebut dapat segera ditangkap oleh sang keponakan.Jing Ling menyiku lengan Hua Fei. "Eh, Kakak Fei, ada apa denganmu? Apakah kamu merasa tidak tega untuk pergi dari tempat ini, atau ....""Kakak Fei sedang merindukan Yunxi, adik sepupuku yang cantik jelita itu?" Jing Ling sengaja menggoda Hua Fei dengan mengungkit masalah Jing Yunxi. "Apa kamu sudah merasa rindu padanya bahkan sebelum kamu pergi?"Mendengar nama Jing Yunxi disebutkan, seketika darah Hua Fei terasa berdesir dingin, seolah-olah puluhan jarum tajam menusuk jantungnya. Sensasi perih itu merayap cepat, menyesakkan dadan
"Bodoh!" Sambil mengumpat, Hua Lin melayangkan satu tamparan secepat lesatan anak panah yang langsung menghantam pelipis Hua Feng."Aaah!" Hua Feng terpekik keras hingga beberapa orang menoleh ke arahnya. Hua Lin tak peduli dengan tatapan orang-orang di sekitarnya. Ia lanjut mengomeli Hua Feng. "Tentu saja itu bukan jimat, melainkan sesuatu untuk menangkal bahaya kelaparan!"'Mengapa aku bertemu orang sebodoh dia?' Hua Lin merasa sial dalam hal ini.Hua Feng tak sempat mengelak. Pukulan itu tidak terlalu keras, tetapi cukup membuat tubuhnya terhuyung ke samping, hampir kehilangan keseimbangan.'Penangkal bahaya kelaparan, bukankah itu makanan?' pikir Hua Feng yang mulai mengerti maksud seniornya ini.Hua Feng mengusap pelipisnya yang sedikit memanas. Ia mengerang kesal. "Tuan Muda, kamu menyiksaku lagi!""Tuan Muda selalu saja begitu, padahal aku hanya bertanya, tapi Tuan Muda malah menindasku." Raut wajah Hua Feng berubah sedih, bibirnya mengerucut hingga ia tampak lucu. "Tuan Muda
"Maka saya akan mendesaknya!" Mu Lei tiba-tiba berkata tegas.Mu Lei adalah orang luar yang pernah diselamatkan oleh Hua Yan pada tragedi berdarah Suku Mu lima tahun lalu, saat terjadi pemberontakan salah satu kubu 'pakaian kotor' yang berselisih dengan kubu 'pakaian bersih' Suku Mu, dan itu membuatnya nyaris mati terpenggal.Namun, rupanya dewa mengirim Hua Yan pada waktu nyawanya sudah di ujung tanduk. Ia pun lolos dari kematian di mata pedang milik Mu Yan, pengkhianat Suku Mu, dan semua itu berkat pertolongan Hua Yan.Semenjak saat itu, ia bertekad untuk mengabdikan seluruh hidupnya demi membalas jasa kepada dewa penyelamatnya. Meskipun Hua Yan sudah membebaskan dan tidak mengungkit lagi tentang hal tersebut, Mu Lei tetap bersikeras untuk menjadi penjaga bagi Hua Yan dan keluarganya."Baiklah. Kita lihat saja nanti," Tetua Hua Lei yang bicara kali ini.Semua orang hanya bisa berharap kalau Hua Yan tidak keberatan dengan persiapan keamanan yang mereka lakukan kali ini.*****Sementa