"Kenapa kau di sini?" ketenangannya dan tatapan mata acuh tak acuh membuat Komo menunduk ke samping. Namun setelah mendengar keriuhan warga yang sedang menonton, Akara berkata.
"Kalian berdua ikut denganku!""Wah wah, ternyata Zur Adlia yang datang langsung." Seorang pria paruh baya menyapa Adlia yang sudah duduk di sofa, dan mengangguk sekilas menyapanya. Pria dari klan Sheva bergerak menatap Akara yang juga sudah membuka tudung kepalanya. Lingkaran formasi mulai menyelimuti kaca matanya."Zur Adlia, kebetulan beberapa hari lagi ada pelelangan Raga, apa berkenan menjualnya? Draking murni dengan penampilan sepertinya, pasti akan banyak orang yang bermin...""Maaf, tuan Regera bukan budak, beliau tamu di Aliansi Penempa. Kedatangan saya ke sini untuk mengambil pesanan ayah," jelas Adlia, membuat pria itu mengerutkan keningnya."Loh, bukankah sudah diambil?""Diambil?" Mereka saling kebingungan, lalu pria itu kembali menjelaskan."Apa tujuanmu melawan Fraksi Cahaya Ilahi?" Penguasa kota bertanya dengan tenang, sambil menghentakkan sebuah tongkat yang muncul, sebagai sandaran kedua tangannya di depan."Adakah alasan agar tidak melawan mereka?" Akara bertanya balik dengan senyuman kecut di bibirnya. Tekanan intimidasi menghilang saat penguasa kota duduk di sofa, lalu menawari keduanya untuk duduk. "Ingin mengeluarkan energi kutukan dari tubuhku?" tebak Penguasa kota setelah melihat luapan energi tipis di dadanya. "Apa tujuanmu?" Akara curiga, tapi tetap duduk tenang. "Klan Sheva hidup dengan energi gelap, jadi pak tua ini dapat merasakannya dengan mudah," jelasnya, tapi Akara tetap diam dan kurang puas akan jawabannya. Beberapa saat mereka saling pandang tanpa suara, akhirnya penguasa kota menggeleng sekilas dan berkata. "Fraksi Cahaya Ilahi sangat berhati-hati kepadamu, terlebih lagi, Aliansi Penempa terlihat sangat memihakmu." Ia melirik ke arah tangan mereka yang masih berpegang tangan. "Pak tua ini han
Melihat kejadian di depannya, terlihat kecemburuan di wajah Adlia."Mulutmu manis sekali anak muda, tapi tatapan matamu masih membuat tulangku menggigil!" Alkemis cantik mendorong dada Akara, tapi malah tubuhnya yang melayang menjauh perlahan. Ia mendarat dengan anggun di atas altar, berputar dan berdiri di tengahnya. Energinya meluap dan terdengar suara rantai berdencing, disusul suara putaran roda besi. Bagian tengah altar terbuka, lalu muncullah sebuah rak kayu. Jari-jari lentiknya terlihat sibuk memeriksa setiap lantai rak, hingga menemukan sebuah lembaran resep dari emas. Ia melebarkan jari-jari di depan resep, mengalirkan energi hingga tulisan yang terukir pada lembaran emas menyala. Ia tarik tangannya, membuat tulisan yang menyala seakan terlepas dari lembaran emas. Tulisan bergerak dan berubah, lalu muncul sebuah kertas dan langsung tercetak di sana."Carilah bahan-bahan itu!" Akara segera membuka kertas yang melayang ke arahnya, hanya hitungan detik segera masuk ke penyimp
"Hentikan! Kau hanya akan menghancurkan formasiku!" seru gadis berpakaian lingerie yang penuh kepanikan, diselimuti energi kutukan dan jiwa liar yang seakan mengaum padanya. "Tidak perlu berpura-pura, energi kutukan seperti ini tidak mungkin menyulitkanmu 'kan?""Hmph!" Alkemis cantik seketika tenang. "Salahku meremehkan orang yang dicari-cari oleh Fraksi Cahaya Ilahi!" Energi langsung meledak saat ia melebarkan kedua tangannya, rambut dan lingerie tipisnya berkobar. Tubuh indahnya yang terekspos segera tertutupi oleh energi seperti asap hitam. Cyar!... Es yang menyelimuti dinding pecah, tertembus oleh energi dari jamur bercahaya. Aliran energi yang sempat terhenti langsung menjadi begitu deras ke dalam tubuh Akara. Namun, terhalau oleh kilatan listrik ungu. "Bocah, aliran energimu akan semakin hancur jika hanya mengeluarkan energi kutukan begitu saja! Biarkan energi jamur membantumu!""Jamur yang sudah kau budidaya sangat lama, tidak mungkin tidak ada sesuatu di dalamnya. Kau jug
"Lanjutkan," ucap pendekar botak kepada gadis di ujung altar yang meleleh membentuk lubang. "Maaf, lanjutkan apa tuan?" Ia memastikan dengan ragu-ragu. "Perlu aku ulangi?" "Maaf maaf!" Ia langsung melangkah maju, lalu berdiri tepat di pinggir lubang besar pada altar. Energi meluap dari tubuhnya, disusul segel tangan yang rumit. Tidak butuh waktu lama, energi mengalir ke udara, menyebar di langit-langit gua. Sebuah lingkaran formasi terbentuk, lalu berdencing dan disusul aliran energi dari jamur di dinding gua. Energi kembali mengalir di tubuh Akara yang lemas di udara. Keraguan di wajah gadis Sheva telah berubah menjadi senyuman kepuasan. "Anak muda, takdir berpihak kepadaku," gumamnya...."Mama Serin?!" Akara berdiri tenang dalam kehampaan, tidak ada apapun dalam kegelapan. Bahkan ia tidak mendapatkan jawaban dari panggilannya kepada Serin yang seharusnya bersama dia. Ia lalu menyapu pandangan secara perlahan, sebelum akhirnya tertuju pada satu sisi. Tidak terlihat apapun, tapi
Di wilayah klan Vasto, tepatnya di salah satu sisi kota Laut Panas, ada portal besar yang dikelilingi batu pencakar langit. Sekitar 20 orang melayang di luar kubah pelindung, yang mengelilingi deretan batu pencakar langit. Mereka para Zurrark, Zur dan beberapa orang Vasto. Sedangkan di depannya, ada Adlar yang menghadang mereka. "Adlar, jangan buang-buang waktu, sekarang bukalah kubah pelindung!" ucap seorang Vasto dengan lempengan emas yang melayang, mengitari pundaknya. "Adik ipar, Adlia belum kembali dan Regera juga masih mengasingkan diri, tunggulah mereka sebentar lagi," jawabnya, pupil 3 garisnya sekilas melebar, memperlihatkan keseriusannya. "Regera sudah sebulan penuh tidak muncul, apa yang kau sembunyikan?" gertak pria Vasto bertubuh kekar dengan logam tebal melayang di pundak dan lengannya.Adlar yang terpojok masih tenang, tapi logam cair mulai naik dari kepulauan uap, menyelimuti kubah pelindung. …Akara menemui Myrna, Alkemis cantik. Altar di sampingnya telah berluban
"Tidak bisa, dia masih ada urusan denganku!" Myrna menghadang Adlia, tapi gadis itu juga tak segan kepadanya. "Ayo!" Akara langsung meraih tangan Adlia, membuat Myrna melesat menghadang jalan mereka. "Baiklah, akan aku hilangkan energiku dari tubuhmu!" "Setelah urusan kami selesai!" Akara perlahan mendorongnya ke samping dan bergegas pergi. Sayangnya, ia tiba-tiba terhenti dan memegangi bekas luka di dadanya. "Ada apa?!" Kedua gadis langsung mendekat penuh kepanikan, tapi segera terkejut saat melihat luapan energi kutukan di dadanya. "Apa yang kau lakukan?!" Adlia langsung membentak Myrna, tapi gadis berpakaian lingerie itu juga panik. "Tidak tau, seharusnya tinggal sedikit saja!" ...Seseorang melesat terbang dari altar teleportasi Tunggul Tua, tubuh kekarnya tercetak pada pakaian putih dengan aksen emas yang ia kenakan. Ia terbang seakan begitu ringan, padahal ada golok besar di belakang punggungnya. Melihat
Baru saja keluar dari lorong, Akara dan Adlia disambut oleh gelombang energi yang menggetarkan seluruh sudut kota."Tidak dapat berteleportasi, dia pasti ada di sini!" gumam Akara dengan geram. Selain energi kutukan, juga terlihat darah merembes dari jubah hitamnya, membasahi jari-jari yang mencengkram dadanya. Ia segera meluapkan energi dingin dan membekukan lukanya."Tuan Regera!" Seorang prajurit melesat ke arahnya sambil berteriak. "Fraksi Cahaya Ilahi ada di sini, penguasa kota meminta kalian segera pergi dari sini!" Akara menoleh sekilas ke arah gadis Vasto di sampingnya, lalu mengeratkan pegangan tangannya. Jwesh!... Mereka terbang sangat cepat, meninggalkan hembusan angin yang menggulung. Saat melewati kota, dentuman yang menggetarkan terjadi secara beruntun, menjatuhkan debu dari langit-langit kota. "Itu dia! Ternyata dia masih di dalam kota selama ini!" teriak seseorang sambil menunjuk ke arah Akara yang terbang di atas kota.
Pria Sheva bertanduk emas terlempar ke kepulauan awan hitam, lalu menapakkan kakinya di udara hingga awan seketika menjauh darinya. Hanya sekilas birunya langit terlihat, karena awan yang lebih tinggi segera mengepul. Dengan satu gerakan, ia menarik kain yang menyelimuti tubuhnya, hingga bagian belakang ke depan. Ia tepuk pelan untuk memadamkan kobaran api karena laser. Tidak membekas sedikitpun. "Sialan!" Baram melesat bagaikan kialatan cahaya, dengan ayunan goloknya yang meninggalkan robekan kehampaan di udara. Jleng!... Dentuman hebat saat mereka membentur, terbentuk robekan kehampaan yang luas. Sekaligus membuyarkan kepulan awan.Swash!... Bilah tajam pada golok menyala, tapi Lumpang segera melompat ke belakang. Jwush!... Pakaiannya seketika merekah, sangat luas dan mengurung keduanya. Benar-benar menjadi gumpalan kain lusuh raksasa yang terus menggeliat. Tiba-tiba, sebuah laser menyorot keluar, menembus kain, tapi segera tertutup