"Tidak bisa, dia masih ada urusan denganku!" Myrna menghadang Adlia, tapi gadis itu juga tak segan kepadanya.
"Ayo!" Akara langsung meraih tangan Adlia, membuat Myrna melesat menghadang jalan mereka."Baiklah, akan aku hilangkan energiku dari tubuhmu!""Setelah urusan kami selesai!" Akara perlahan mendorongnya ke samping dan bergegas pergi. Sayangnya, ia tiba-tiba terhenti dan memegangi bekas luka di dadanya."Ada apa?!" Kedua gadis langsung mendekat penuh kepanikan, tapi segera terkejut saat melihat luapan energi kutukan di dadanya."Apa yang kau lakukan?!" Adlia langsung membentak Myrna, tapi gadis berpakaian lingerie itu juga panik."Tidak tau, seharusnya tinggal sedikit saja!"...Seseorang melesat terbang dari altar teleportasi Tunggul Tua, tubuh kekarnya tercetak pada pakaian putih dengan aksen emas yang ia kenakan. Ia terbang seakan begitu ringan, padahal ada golok besar di belakang punggungnya. MelihatBaru saja keluar dari lorong, Akara dan Adlia disambut oleh gelombang energi yang menggetarkan seluruh sudut kota."Tidak dapat berteleportasi, dia pasti ada di sini!" gumam Akara dengan geram. Selain energi kutukan, juga terlihat darah merembes dari jubah hitamnya, membasahi jari-jari yang mencengkram dadanya. Ia segera meluapkan energi dingin dan membekukan lukanya."Tuan Regera!" Seorang prajurit melesat ke arahnya sambil berteriak. "Fraksi Cahaya Ilahi ada di sini, penguasa kota meminta kalian segera pergi dari sini!" Akara menoleh sekilas ke arah gadis Vasto di sampingnya, lalu mengeratkan pegangan tangannya. Jwesh!... Mereka terbang sangat cepat, meninggalkan hembusan angin yang menggulung. Saat melewati kota, dentuman yang menggetarkan terjadi secara beruntun, menjatuhkan debu dari langit-langit kota. "Itu dia! Ternyata dia masih di dalam kota selama ini!" teriak seseorang sambil menunjuk ke arah Akara yang terbang di atas kota.
Pria Sheva bertanduk emas terlempar ke kepulauan awan hitam, lalu menapakkan kakinya di udara hingga awan seketika menjauh darinya. Hanya sekilas birunya langit terlihat, karena awan yang lebih tinggi segera mengepul. Dengan satu gerakan, ia menarik kain yang menyelimuti tubuhnya, hingga bagian belakang ke depan. Ia tepuk pelan untuk memadamkan kobaran api karena laser. Tidak membekas sedikitpun. "Sialan!" Baram melesat bagaikan kialatan cahaya, dengan ayunan goloknya yang meninggalkan robekan kehampaan di udara. Jleng!... Dentuman hebat saat mereka membentur, terbentuk robekan kehampaan yang luas. Sekaligus membuyarkan kepulan awan.Swash!... Bilah tajam pada golok menyala, tapi Lumpang segera melompat ke belakang. Jwush!... Pakaiannya seketika merekah, sangat luas dan mengurung keduanya. Benar-benar menjadi gumpalan kain lusuh raksasa yang terus menggeliat. Tiba-tiba, sebuah laser menyorot keluar, menembus kain, tapi segera tertutup
Namun, Akara tiba-tiba menoleh ke sisi lain. Ada sesuatu yang melesat sangat cepat ke arahnya. Blarr!... Ia tertabrak hingga terpelanting, tapi segera berdiri dan terdorong di udara. "Kenapa belum pergi?!" geram pria Sheva bertanduk emas yang menabraknya, tapi segera menoleh ke arah Zurrark berpakaian emas. Lumpang sudah tak berpakaian, hanya energi hitam yang menyelimuti hampir seluruh tubuhnya. Ia juga telah membawa tongkat hitamnya. "Regera!!" teriak Baram yang muncul di sisi lain, tapi ia juga segera menoleh ke arah Zurrark. "Zurrark Fam!" lanjutnya dengan geram, membuat Lumpang cukup terkejut. "Baram, aku hanya ingin membantumu menangkapnya. Tidak perlu berterima kasih padaku," "Terserahlah, yang penting bocah itu tertangkap!" Meraka sudah terpojok, ditambah lagi luka tebasan di dada Akara yang kembali terbuka lagi. Kristal es yang menyelimutinya telah berubah warna menjadi merah. Melihat kondisinya, Lumpang segera memastikan. "Bagaimana kondisimu?" "Akan aku bangun ulan
"Adlar, cepatlah buka portalnya! Kami tidak akan menolaknya karena dia sudah menjadi muridmu!" seru Zurrark bertubuh atletis."Banyak omong kau Alltar!" geram Adlar tertahan, lalu menjulurkan sebuah bola batu transparan kepada Akara. "Jangan terlalu memaksakan dirimu!" Ia lalu berbalik ke arah kubah pelindung. Sebuah lempengan giok hijau bundar seperti jam dinding ia lempar dan langsung melesat ke pusat kubah. Layaknya puzzle, lempengan giok merenggang, dengan energi kehijauan yang masih saling terikat. Lempengan giok berputar, bagaikan sebuah tuas pintu, membuka kubah energi di salah satu sisi. Tanpa berpikir panjang, para Vasto berseru penuh semangat dan melesat. Begitupun dengan Akara, melesat sambil melempar dua butir pil ke dalam mulutnya....Sekelebat energi hitam telah sampai di wilayah klan Sheva, sebuah tebing yang tergerus di bawahnya. Menjadi sebuah kota yang dinaungi atap satu sisi tebing. Energi melesat ke sisi samping atas atap tebing, ada seorang wanita Sheva berdiri
Bayangan hutan raksasa sudah mulai menutupi kota Tunggul Tua, menyisakan cahaya kemerahan di bagian atas kota. Suasana yang sudah kembali tenang, dengan puing-puing yang sudah dibersihkan. Namun, tanpa sadar udara menjadi semakin gelap. Saat warga mengetahuinya, mereka sudah telat. Kota bergetar, bergemuruh seperti gempa. Pemukiman yang tepotong laser jadi berjatuhan, kembali dibuat berantakan. "Apa yang terjadi?! Ada apa?!" Warga berhamburan keluar penuh kepanikan, disusul dentuman gelombang energi dari atas kota. Tidak sedikit yang terjatuh dan langsung menoleh ke atas. Pria Sheva bertanduk emas telah melayang di sana, tepat di ujung bangunan menggantung. Di hadapannya, ada wanita yang juga dari klan Sheva. Wanita dengan tanduk seperti ranting bonsai."Zurrark Dila, saya sudah menunggu kedatangan Zurrark!" Lumpang sedikit membungkuk, tapi malah membuat wanita di depannya melotot tajam. "Apa maksudmu sudah menunggu?" ucapnya dengan g
"Sialan! Sudah penyakitan masih saja bisa bertahan!" Zur Allran mengeluarkan sepasang palu di tangannya. Melihat semua hak itu, gadis cantik berpakaian penuh rumbai terbelalak dan berseru. "Apa yang telah kalian lakukan kepadanya?!""Diamlah kak! Dia memang tidak layak di sini!" Gadis dengan wajah yang sama langsung menarik tangannya, jarinya mengapit cincin kakaknya."Adlea! Ayah berhutang budi kepadanya!" Adlia langsung mengibaskan tangannya hingga pegangan kakaknya terlepas. Sedangkan Zur Allran sudah mengumpulkan energi di palunya.Jlar!... "Hentikan!" Adlia langsung menembakkan energi ke arah palu yang meluncur, menciptakan ledakan, tapi tidak menghentikannya. "Apa yang kau lakukan Zur Adlia?" Zur Ashah bertanya dengan tegas. Adlia kebingungan saat mereka semua menatapnya dengan sinis, sedangkan Zur Allran kembali meluncurkan palu lainnya. "Hentikan!" Adlia melesat, menabrakkan dirinya kepada palu.Blar!... Tubuhnya terlempar hingga meluncur, menabrak reruntuhan, membuat Zur
"Kau benar-benar ingin mati di sini?!" Zur Allran tersenyum lebar, tapi senyumannya dengan cepat hilang saat melihat kristal darah di dada Akara meleleh. Bekas lukanya telah tertutup seperti sebelumnya?! Akara langsung menarik kuat jubah hitamnya yang telah rusak hingga terlepas, seketika jubah lain sudah terpasang di tubuhnya. Senyum penuh kepercayaan diri merekah di bibir, sambil memainkan pedang kayunya. "Kemarilah!" Jlar!... Petir merambat dari tubuhnya ke segala arah, tertahan beberapa saat bagaikan lukisan di udara. Mereka ingin melesat saat sambaran petir menghilang, tapi segera menoleh ke sisi yang sama. Hamparan gurun tandus. Suara tenggorokan reptil terdengar begitu keras, membuat Akara teringat kejadian sebelumnya. Tangan yang menenteng pedang gemetar, disusul auranya yang tertutup. Meskipun demikian, petir yang menari-nari di gelapnya awan tak kunjung sirna. "Cepat sembunyi! Sembunyikan energi kalian juga!" Zur Ashah langsung melompat turun pada deretan tembok reruntu
Mereka memang berpindah lokasi, tapi ukuran kubah gelap tidak berubah. "Jaraknya masih sangat jauh dari sini," gumam Akara dengan kilatan listrik teleportasi yang kembali menyelimuti tubuh mereka. Ia menoleh ke atas, disusul kilauan cahaya merah di matanya dan...Jwush!... Mereka berteleport sangat tinggi di luar angkasa, membuat kedua Zur terkejut saat menyapu pandangan. Hanya asap hitam sejauh mata memandang. Mata naganya ikut menyapu, tapi tidak menemukan ujung dunia, betapa besarnya planet itu. Ada lautan, pegunungan, pulau, benua dan dari semua itu, tidak ada tempat yang layak. Semuanya tandus, hanya ada reruntuhan dan air danau maupun lautnya berwarna hitam, hijau, bahkan berbagai warna karena tercemar. Ia lalu melihat ke satu titik, kembali berteleport. Jwesh!... Setelah berteleport, suara gemuruh air terdengar. Mereka berada di ujung tebing dan saat melihat ke depan, bagaikan melihat dari bulan ke bumi. Ada planet di depan sana?! Mereka berdiri di ujung pulau melayang, pul
Tempat yang abstrak, berlatar belakang cahaya berbagai warna dari awan panas Nebula di kegelapan angkasa, Dewa Penempa membungkukkan badannya di hadapan tiga gumpalan bercahaya. Dengan sopan dan waspada, ia menjelaskan tentang pemimpin Fraksi Cahaya Ilahi yang memojokkannya. "Jadi, apa maumu?" tanya salah satu leluhur. Sambil sedikit menunduk, Dewa Penempa menjawab dengan lembut. "Mohon maaf, Fraksi Cahaya Ilahi di mata warga sudah bisa dikatakan hancur, bahkan banyak masalah yang terus terjadi. Mungkin sudah seharusnya kepemimpinan Fraksi diganti.""Kondisikan klan Vasto, kami akan segera memanggilmu kembali!" ujar salah satu leluhur, dan Dewa Penempa segera melebur, digantikan dengan seorang pria bermahkota sayap emas. "Ronas memberi salam kepada leluhur!" Ia sedikit menunduk seperti yang dilakukan Dewa Penempa sebelumnya. "Ronas, tiga lentera jiwa tetua Fraksi telah padam, apa yang terjadi?!" Ronas menjawab dengan tenang.
"Regera, kau telah mengalahkanku!" Luce kembali terkekeh, tapi ia segera tersedak saat bilah pedang kayu mengganjal mulutnya. Sebutir pil melesat begitu saja memasuki tenggorokannya. "Tidak perlu kau sembuhkan lukaku!" seru Luce saat ganjalan di mulutnya terlepas. Namun, ia segera menyadari bahwa itu bukanlah pil penyembuhan. Segel belenggu langsung menyala di jantungnya. Melihat Luce tidak menunjukkan tanda-tanda melawan, sepasang pedang kayu segera melebur di udara. Ia lalu berteleport menuju para Dewa lainnya berada, disusul oleh kilatan cahaya emas yang membawa Luce. Ternyata kegaduhan terjadi. Pria bertanduk ranting menyandera Luwang, padahal tubuhnya telah babak belur penuh luka bakar. Cakar tajam telah melingkar di leher pemuda Sheva bertanduk emas, untung ditahan oleh bilah cakar di lengannya. Tangan lain juga menahan lengan Dilvo satunya. Dewa lain nampak ragu untuk bertindak, dan kedatangan Akara menjadi harapan untuk mereka. Namun,
Cukup lama awan panas Nebula memenuhi domain, hingga akhirnya, luapan energi berhenti, bahkan malah kembali ke titik ledakan. Para Dewa hanya bisa menyapu pandangan penuh kebingungan, dan dalam hitungan detik, mereka dapat melihat kegelapan lagi. Awan panas Nebula telah sepenuhnya terhisap. Seketika para Dewa tertegun melihat apa yang menghisap semua itu. Sebuah lubang hitam raksasa, yang terlihat cahaya di pinggirnya dan menggaris, membelahnya. Itu cahaya energi yang terhisap dari kesepuluh esensi surgawi. Daya hisap yang luar biasa yang dapat menelan cahaya, tidak heran jika kesepuluh esensi mulai bergerak. Mereka terhisap, membuat Akara segera melempar dua butir pil ke mulutnya dan menyalakan seluruh auranya. Aura Naga sejati, ranah Jiwa Suci dan aura Alkemis tingkat delapan. Ia langsung melakukan segel tangan. Energi pelindung segera terbentuk di sekitar Esensi surgawi, menjadi sepuluh pilar yang puncaknya mengurung Esensi surgawi. Kesepuluh pilar juga segera saling terhubung d
"Sialan kau Dilvo! Berani-beraninya kau mengusik jasad ayahku!" Luwang sangat geram saat melihat tubuh Dewa bertanduk emas setengah sabit, yang tidak lain adalah leluhur Raja Sheva. Di samping leluhur, Sheva bertanduk ranting langsung terkekeh. "Majulah kalian semua!" Dewa Farz segera mendekati Luwang dan dengan tatapan masih tertuju pada lawan mereka, ia lalu berkata. "Kau lawan Dilvo, biar aku yang menahan leluhur Raja Sheva. Tidak perlu memaksakan diri, tahan saja sampai tuan Regera menjalankan rencananya!" Farz lalu menoleh ke arah dua Dewa Fraksi lainnya. "Jika dua Dewa Sheva lainnya tidak bergerak, kalian tidak perlu ikut campur!" "Baik Dewa Farz!"Ketegangan terjadi pada kedua belah pihak, bahkan belum sempat melesat, dimensi di sekitar mereka melebar, seakan ditarik dari kedua sisi. Dalam sekejap, mereka melesat dengan kecepatan cahaya. Memasuki lubang cacing dalam kekosongan. Pertarungan tidak terlihat dari luar, ta
Dalam dimensi yang hampa dan hanya mendapatkan cahaya dari bintang neutron, titik berkumpulnya kesepuluh energi esensi surgawi. Pusaran energi berwarna emas telah menyala di belakang Akara dan di atasnya, ada lingkaran dengan ukuran lebih besar, memiliki pola rumit berwarna hitam. Aura ranah Jiwa Suci, ditambah aura Naga sejati yang menggelegar, memutar pelan hingga dimensi seakan tertarik energinya.Namun, itu tidak sebanding dengan apa yang ada di depannya. Ia bagaikan sebuah titik kecil dibandingkan sosok Naga raksasa yang tubuhnya berselimutkan cahaya. Keempat kaki berototnya melebar, dengan cakar tajam yang mencengkram dimensi. Sayapnya membentang tak terkira, dengan lekukan-lekukan yang tak kalah tajamnya. Lehernya meliuk, menurunkan kepalanya yang garang dengan deretan gigi dan tanduk tajam. Tepat di atas tulang hidungnya, Luce duduk jegang dan bersandar penuh keangkuhan. Melihat kesepuluh Esensi surgawi dan domain yang sangat luas, Dewa
Sebelum peperangan dengan Dewa klan Sheva, Dewa berpakaian emas mendatangi sebuah tempat yang dipenuhi reruntuhan melayang. Lempengan-lempengan batu beterbangan, tapi tak pernah sekalipun bertabrakan. Di wilayah yang terisolir dari reruntuhan melayang, ada sebuah portal. Bukan pusaran yang gelap, tapi pusaran putih keemasan penuh cahaya yang indah. Begitu memasukinya, ia langsung menyipitkan mata, tersorot oleh cahaya yang lebih terang. Saat mulai bisa beradaptasi, terlihatlah sebuah titik seperti matahari, tapi dengan luapan energi yang sangat dahsyat. "Inti Cahaya Primordial?!" gumamnya cukup terkejut, tapi segera menemukan keberadaan seseorang dalam kekosongan penuh cahaya itu. Pemuda tampan yang sedang bersila, dengan pakaian minim dari cahaya hingga tubuh atletisnya yang bersih terlihat. Namun, di antara keindahan itu, berserakan mayat yang tak terhitung jumlahnya. Aliran energi dari tubuh mereka keluar, menuju ke dalam tubuh Luce. Ia menghisap ene
"Maaf!" Ronas hanya bisa tertunduk merasa bersalah, lalu mulai menjelaskan keadaannya. Mendengar penjelasan panjang lebar, Serin segera menanggapi. "Keputusan di tangan anakku Regera!" "Anak?" Ronas malah merasa bingung dan Serin langsung menyadari bahwa pemimpin Fraksi telah termakan rumor. "Ronas, tidak mungkin kau mempercayai rumor 'kan?" "Itu... Lalu kenapa bisa memasuki peninggalan Dewa Penempa dan bagaimana dengan jiwanya?" Serin tersenyum penuh ketenangan sebelum berkata. "Tenang saja, pak tua itu bersama kami, hanya saja dia belum menyadari identitas asliku."...Deretan pilar-pilar besar yang berlapis emas, menjaga jalan konblok yang semakin naik seperti tangga raksasa. Di puncaknya, berdiri sepasang singgasana emas dengan latar birunya langit dan lautan awan di bawahnya. Dewa Penempa dan sang Maharani duduk di sana. Dewa Vasto bertubuh besar berotot dengan armor emas. Ada pula mahkota yang melayang di atasnya,
"Akara adalah anak kelima dari enam anak ayah, tapi maaf Mama Serin, sepertinya anak Akara akan menjadi cucu kalian yang pertama." Ia tersenyum penuh haru saat meraih potongan rambut tipis nan lembut dari dalam kotak. "Selamat untuk kalian, itu juga peringatan untukmu agar lebih berhati-hati kedepannya. Ada mereka yang menunggu kepulanganmu," nasihat wanita bertubuh mungil dari dalam dimensi, yang juga kebahagiaam turut terpancar di wajahnya....Saat pembicaraan Luwang dan Pemimpin Fraksi Cahaya Ilahi mulai tenang di dalam ruangan, muncul kilatan listrik yang mengantar pemuda berjubah hitam. "Tuan Regera!" Pemimpin Fraksi bangkit dari sofa, tapi kedua pria Sheva langsung melesat di depan Akara, melindunginya. "Siapa dia?" tanya Akara dan segera dihawab oleh Lumpang."Pemimpin Fraksi Cahaya Ilahi!"Pandangan Akara segera menelusuri tubuh kedua Dewa Fraksi, yang bukan bertubuh dari kelima ras Dewa, tapi layaknya manusia pad
Di dalam dimensi abstrak berwarna hitam bergaris putih-putih, Fraz, Dewa Fraksi dengan jubah putih berselimut perhiasan emas mendatangi pemimpin Fraksi Cahaya Ilahi. "Farz menghadap pemimpin!" Ia menelangkupkan tangan dan membungkuk ke arah lempengan emas yang melayang di atas sana. Walau tidak menunjukkan penampilannya, pemimpin Fraksi segera menjawab. "Farz, aku dengar kau berselisih dengan Raja Sheva, Dilvo.""Benar Yang Mulia! Mereka menyandera anak saya, Zurrark Fam. Mereka tertipu oleh taktik adu domba yang dilakukan Regera!""Kau sudah mendengar kabar tentang siapa sebenarnya Regera?"Dewa Farz nampak gugup dan mengangkat wajahnya, menatap lempengan emas yang berputar dan menjawab. "Saya belum bisa memastikannya, tapi informasi yang beredar sesuai dengan dugaan.""Lalu, kau ingin menyinggung dua kekuatan besar sekaligus?""Maaf Yang Mulia! Tapi setidaknya saya harus menyelamatkan anak saya!" Energi men