Aku pasrah saja. Mau kucari pun tidak tahu harus ke mana kucari. Takut dia baper kalau aku kangen kepadanya. Walaupun ada rasa itu kadang-kadang.Sudah lima belas menit setelah kejadian itu, jalanan mulai gerak. Aku merasa senang akhirnya bisa keluar dari jalan yang macet dan membuat jiwa raga tidak tenang.Suara klakson bersahutan kembali agar saling duluan keluar dari arus macet."Cepat naik kalau mau ikut! Atau kamu di sini saja!" perintah Pak Sudrajat dengan raut wajah garang. Aku terkejut mendengar perkataan beliau. Ternyata dia garang juga kalau marah. Kuelus dada sembari membaca istighfar. Setelah terasa adem, aku naik ke dalam mobil dan langsung memasang seat belt.***Baru saja aku menutup mata, tiba-tiba sudah dibangunkan kembali. "Ki-kita di mana, Pak?" tanyaku kaget. Aku menyapu ke sembarang tempat. Tidak tahu jelasnya ini apa. Cuma ada beberapa orang memakai kostum putih-putih. Antara sadar dan tidak sadar aku melihat seorang perempuan berjalan gontai dengan gaya songong.
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 69: Senjata Makan Tuan"Bagaimana kabar pasien, Dok?" sapa Ririn dengan wajah datar. Dia berharap Bu Aisyah bisa lenyap secepatnya dari muka bumi ini. Dia tidak mau kalau semua kebenaran terbongkar. Bisa-bisa dirinya kena imbasnya."Kita masih melakukan yang terbaik buat pasien agar bisa diselamatkan," jawabnya datar. Walau bagaimana pun itu, sumpah seorang dokter untuk menolong pasien harus tetap dijalankan. Walaupun terkadang ada oknum jahat untuk meminta mereka tidak melakukan kewajiban sebagaimana mestinya."Bu-bukannya pasien sudah koma dan tidak ada harapan tertolong?" tanyanya lirih dengan terbata. "Soalnya informasi yang aku dengar beliau sudah kehabisan darah.""Ya, benar. Namun, kita tidak bisa menantang kehendak Tuhan Pencipta Alam."Ririn menautkan kedua alis sembari berpikir bagaimana caranya agar dokter bisa diajak kerja sama dengannya. Namun, dari jawaban beliau dia merasa sudah untuk melanjutkan aksinya."Baik kalau begitu. Aku tu
"Kenapa bisa kalian percaya begitu saja dengan Nesya?!" tanya Ririn tidak terima kalau dia sudah ditangkap polisi. Dia dan anak buahnya masih di dalam mobil dan menuju kantor polisi."Aku juga tidak tahu. Ini pasti gara-gara dia yang tergiur dengan uang lebih banyak dari apa yang bos berikan kepada kita," ucap Bernat dengan polos. Dia anak buahnya Ririn yang tidak banyak cerita. Kali ini dirinya buka suara."Aku sudah bilang jangan gegabah!" ucap Ririn kesal. Nasi sudah jadi bubur. Tidak ada gunanya menyesal."Bos pula tidak mau memberikan uang yang sudah dijanjikan. Ada tawaran lebih besar, kenapa tidak ditampung," jawabnya lagi dengan datar tanpa merasa bersalah.Tiba sudah di kantor polisi. Mau tidak mau mereka bertiga harus mempertanggung jawabkan apa yang mereka perbuat. Namun, Ririn masih bersikeras tidak mau dipenjara. Itu bukan salahnya, dia hanya pesuruh dan tidak terlibat secara langsung."Lepaskan aku! Aku tidak bersalah!" racaunya terus meronta. Sehingga pihak polisi meras
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 70: Lupa Ingatan"Aa-aku ada di mana?" ucap Bu Aisyah terbata. Dia baru saja sadar dari pasca operasi.Aku langsung terbangun setelah mendengar ucapannya. Sengaja kutekan tombol bel untuk memberi tahu tim medis kalau beliau sudah sadar. "Alhamdulillah ibu sudah sadar." Aku berdiri lalu menatap wajahnya yang pucat pasi. "Ka-kamu siapa?! Dan kenapa aku ada di sini?" tanyanya kembali dengan pertanyaan tidak beraturan. Aku menghela napas lalu membuangnya dengan kasar.Jarum infus melekat di tangan sebelah kanan. Aku takut kalau jarum itu terantuk. Tidak berapa lama, tim medis datang dan langsung memeriksa keadaan Bu Aisyah. "Alhamdulillah beliau tidak kenapa-napa," ucap Rio seorang dokter muda. Namanya jelas tertaut di name tag-nya."Bo-boleh saya bicara dengan ibu sebentar di luar," ucapnya setelah selesai memeriksa keadaan beliau."Bo-boleh, Dok," jawabku terbata. Aku grogi ketika menjawab pertanyaannya. Tidak tahu kenapa itulah yang aku alami.
"Ya.""Aku menelan ludah terasa getir. Apakah tidak ada sedikit kata maaf kepada beliau?" tanyaku memberanikan diri."Tidak," balasnya cepat."Aku mohon berilah rasa belas kasihan kepadanya. Aku kasihan karena beliau dalam keadaan tidak sehat. Kalau dia sehat seperti sebelumnya. It's ok! Namun, ini beda konteks," jelasku memohon agar beliau berubah pikiran. Ternyata apa yang aku katakan tidak ada respon baik. Aku hanya bisa pasrah.****Dua Minggu setelah kejadian itu, Bu Aisyah mulai sehat seperti biasa. Ingatannya mulai pulih kembali. "Mas, maafkan aku yang telah melukai hati dan perasaanku. Aku sungguh amat menyesal atas perbuatan yang kulakukan kepadamu."Bu Aisyah memulai percakapan di tengah heningnya suasana di dalam kamarnya. Pak Sudrajat sebenarnya tidak tega ingin mengintrogasi beliau dalam keadaan seperti ini. Namun, perasaannya terus bergejolak dengan hati nuraninya. Dia masih belum ikhlas menerima apa yang telah diperbuat Bu Aisyah kepada dirinya beberapa tahun yang sila
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 71: Arlan atau Rusly?Masalah sudah terbongkar semua. Aku hanya memikirkan nasib badanku mau ke arah mana untuk ke depannya. Berpikir lebih matang untuk menentukan langkah kaki hendak melangkah. Aku pergi pulang menuju rumah. Sudah beberapa hari ini aku tidak memanjakan tubuh walau hanya sebatas merebahkan tubuh dibatas kasur empuk. 'Aku rindu ranjangku,' ucapku sembari melangkah cepat.Aku lupa kalau kemari naik mobilku dan disetir oleh Pak Sudrajat. Aku bingung pulang naik apa. Nomor teleponnya tidak ada samaku membuat aku panik. Ditambah ponselku tidak tahu di mana rimbanya. Lengkap sudah penderitaanku."Mau pulang? Tumben sendiri?" suara khas baritone seorang pria membuat aku terkesima. Aku langsung mengarahkan pandangan ke asal suara itu. "Ka-kamu siapa?" tanyaku terbata."Mungkin Penguasa Alam mempertemukan kita kembali agar niat suci yang terbengkalai bisa tersegerakan," jelasnya membayarkan lamunanku. Aku menerka-nerka siapa pria yang ada
Sang arunika menyapa bumi begitu mesranya. Aku menggeliat karena sudah terlalu tinggi mentari menyinari ruang kamarku dari pentilasi. Aku merasa malu terhadap diri sendiri. Walaupun tidak ada tugas dan kewajibanku sebagai ibu rumah tangga untuk menyiapkan makanan atau sekedar sarapan pagi. Aku tidak boleh malas-malasan atau pun enggan untuk bangun pagi. Walaupun hanya sekedar salat dua rakaat. Ya ... aku baru teringat kepada penguasa alam.Baru saja aku beranjak berjalan menuju kamar mandi. Suara bel terdengar berbunyi. Aku bergegas mencuci muka sebentar agar tamu tidak terlalu lama menunggu. Sesampainya di dalam kamar mandi, kubasuh wajahku dengan air dan rasa ngilu lahir di dalam pipi. Tanpa buang-buang waktu, aku mengeringkan wajah lalu melangkah menuju pintu utama.Suara bel kembali terdengar. Aku langsung membuka pintu. Ternyata Rusly datang dengan pakaian yang tidak biasanya. Aku pangling dibuatnya dengan kostum seperti itu. "Maaf kalau aku datang terlalu pagi dan menganggu akt
Sudah lima belas menit Rusly terus mendobrak pintu sambil menggedor-gedor. Aku tidak luluh dan tidak mau membuka pintu lagi. Cukup sudah aku menderita atas kebahagiaannya. Kuputuskan pergi menjauh dari daun pintu menuju kursi yang ada di ruang tamu. Aku menghubungi kantor polisi kalau rumahku diteror seseorang dan membuat aku tidak nyaman. Ini aku lakukan demi kenyamanan dan ketentramanku."Halo ... Pak polisi. Ini aku Nesya warga dukun Salak Gang Keramat Jati Luhur. Rumahku sedang diteror mantan suamiku untuk minta rujuk dan nikah sekarang. Aku merasa terganggu atas perilaku yang dia lakukan pada saat ini. Aku harap bapak bisa datang kemari untuk mengamankan sekitar rumahku dan dari segala macam ancaman serta gangguan yang dia lakukan," ucapku panjang kali lebar setelah sambungan telepon terhubung.Terimakasih atas laporannya. Mohon tunggu dan segera waspada dari hal yang tidak diinginkan!" nasihat seorang pria yang menjawab panggilanku. Aku saja tidak tahu siapa namanya. Aku merasa l