Tiga sosok makhluk yang tiba-tiba muncul di depan portal yang mereka kirimkan untuk keluargaku rupanya membuat aku bergidik ketakutan.Bagaimana tidak, aura mereka lebih kuat, bahkan dari para makhluk Gunung Sepuh yang pernah aku temui di depan warung. Mereka mungkin saja setara dengan Nyi Laras, atau bahkan lebih tinggi dari itu untuk hal kekuatan.Mereka tidak bisa melukai manusia biasa layaknya santet atau teluh yang seringkali dikirimkan untuk menyiksa manusia yang menjadi targetnya.Namun mereka sengaja di pakai di saat-saat seperti ini, ketika ada dua orang dengan keilmuan yang berbeda bertarung satu sama lain. Mereka sengaja di pakai untuk membuat orang tersebut bertekuk lutut bahkan mungkin kehilangan nyawanya.Mereka tidak mudah untuk dipanggil sehingga tidak semudah itu para dukun memanggil mereka, diperlukan ritual khusus dan tumbal khusus yang harus disiapkan. Beberapa puluh darah ayam cemani yang harganya jutaan setiap satu ekornya di tahun tersebut. Juga beberapa sesajen
Di kontrakan yang berjejer panjang, hiduplah beberapa orang yang menjadi suatu karyawan di beberapa pabrik yang ada di komplek pabrik yang ada di dekat kontrakan tersebut berdiri.Memang wajar, pabrik-pabrik yang berdiri dengan begitu kokohnya, biasanya terdapat banyak sekali kontrakan yang berjejer dibelakang pabrik untuk hidup sementara para karyawan yang tinggal disana.Mereka menjadikan kontrakan itu adalah tempat sementara sebelum nantinya mereka akan pulang ke rumah-rumah mereka ketika libur di akhir pekan. Apalagi, kerja shift yang menuntut mereka mendapatkan jadwal kerja yang tidak menentu, bahkan bisa mendapatkan jadwal kerja malam hingga pagi tiba.Membuat hidup dikontrakan adalah solusi yang pas bagi mereka semua.Kini, salah satu dari karyawan tersebut tampak sedang berjalan ke arah kontrakan dengan kondisi yang lelah dan capek karena shift keduanya yang berlangsung dari jam dua siang hingga jam sepuluh malam. Dia berjalan dengan setengah mengantuk sambil membawa satu buah
Apa yang terjadi denganku, tampaknya membuat Gunung Sepuh semakin riuh. Terutama bagi para makhluk yang seringkali bersinggungan denganku pada saat itu. Semakin lama, semakin banyak makhluk yang berkumpul untuk melihatku di dalam gunung. Mata-mata merah yang menyala dalam kegelapan malam semakin terlihat dengan sangat jelas meskipun dari kejauhan. Mereka menyeringai, tertawa, bahkan mencoba mencemoohku atas apa yang aku lakukan disana. Mereka terlihat sangat heboh seperti sedang melihat pertarungan judi ayam yang sering dilakukan oleh para manusia pada saat itu. Apalagi aku yang kini melawan Buta Langkir tampak sangat kesusahan, dan berusaha sekuat tenaga agar aku bisa menumbangkannya pada saat itu. “Gusti!” Nyi Laras yang masih berdiri di belakang Kala terlihat lebih khawatir dari sebelumnya, dia tahu betul perjanjian antara tuannya dengan Ki Wisesa yang sudah terjadi beberapa puluh tahun yang lalu. Sesuatu yang sangat dijaga oleh tuannya, sebuah perjanjian yang membuat para makhl
Aku yang bisa leluasa bertarung dengan ketiga makhluk yang tadi, rupanya berbanding terbalik dengan Sima. Dia merasa kewalahan ketika menghalau benda-benda pusaka dan asap hitam yang berisi banaspati yang berusaha menyantet orang-orang yang ada di dalam rumah. Menjaga para manusia rupanya lebih sulit dari yang diperkirakan, Sima yang harus menjaga tuannya, dia rela mengorbankan tubuhnya agar para makhluk itu tidak mendekati manusia yang dipercayakan untuk dia jaga. Baju hitamnya yang panjang kini terlihat terbakar, sisa-sisa api berwarna merah yang membekas di bajunya terlihat dengan jelas dari kejauhan. Setengah wajahnya terlihat terbakar hebat, bahkan rambutnya yang putih pun kini menghitam karena luka bakar yang dia derita. Belum lagi luka sayatan dari benda-benda pusaka yang dengan gampangnya bisa menggores tubuhnya karena benda pusaka itu di khususkan untuk bisa melukai para makhluk atas perintah dari manusia yang memerintahnya. Namun, Sima tidak gentar, meskipun dia sudah be
Kembali beberapa waktu yang lalu, dimana matahari sedang terbenam dengan indah melewati cakrawala yang luas di ujung lautan sana.Terlihat, dua orang sedang berhadap-hadapan. Mereka sedang berdebat akan sesuatu yang menyangkut tentang salah satu anaknya yang sudah mereka anggap sebagai anak mereka berdua.“A Uki, sudah hampir sepuluh tahun A Uki tinggal disini, setiap sore menjelang malam A Uki seringkali duduk dan bertapa menghadap laut.”“Apakah A Uki ingin mempelajari lagi keilmuan dari keluarga kita?” Kata Mang Ba'a yang kini menemani sang kakak yang hampir sepuluh tahun menghilang dan menyepi di rumah sang adik yang ada di selatan.“Aku tahu A Uki masih marah, karena aku juga yang mengizinkan Esih untuk menikah dengan Amat.”“Namun, Esih terlihat bahagia sekarang, apalagi malam ini dia akan melahirkan seorang anak, yang secara otomatis akan membuat A Uki menjadi kakek.”“Kali ini aku datang ke A Uki, karena mungkin ada sesuatu yang diluar kendali mereka pada malam ini.”“Dan aku
Tampaknya, pertarungan Buta Langkir dan aku belum mencapai babak akhir, aku sendiri belum bisa menjatuhkan makhluk besar itu dengan kekuatanku pada saat ini.Meskipun, aku sudah bisa membuat salah satu tangannya putus, namun dia masih bisa bertahan dan tetap berdiri tegak tanpa pernah bisa terjatuh ke tanah. Bukannya aku tidak ingin mengeluarkan kekuatanku sepenuhnya, namun aku harus bisa menghemat semua tenagaku karena selain dirinya ada dua makhluk lain yang sama kuatnya di dekat portal.Mereka berdua masih terdiam, dengan wajah-wajahnya yang menyeramkan, mereka hanya menunggu giliran tanpa sekalipun mengganggu pertarunganku dengan Buta Langkir yang masih berdiri tegak di hadapanku.Hah, hah, hahNafasku semakin lama semakin berat, aku tidak bisa terus-menerus seperti ini. Aku mencoba menahan kekuatanku, namun hal itu tidak bisa aku lakukan terus-menerus, karena semakin lama aku berdiam diri disini maka energiku semakin terkuras habis.Tampaknya, Buta Langkir pun terlihat sama, dia
Lampu lima watt yang menerangi rumahku kini menjadi saksi bisu, atas perjuangan Esih ketika sedang melakukan proses persalinan yang baru dia rasakan untuk pertama kalinya.Esih yang kini memakai baju kebaya dengan jaket yang tebal serta kain jarik yang menutupi kedua kakinya dengan darah yang mengucur di sana, membuat suasana di dalam rumahku menjadi sangat tegang.Esih dengan cekatan mengatur nafas, kelahiran bayi pertama kami pada saat ini terlihat sangatlah susah.Bu Sonah yang menjadi Paraji (dukun bayi) tampaknya sangat kewalahan. Begitu pula dengan Bu Lela yang membantunya di belakang, bahkan Bu Lela pun sampai menekan perut Esih agar bayi yang ada di dalam kandungannya bisa keluar dengan membantu mendorongnya. Bersamaan dengan Esih yang mendorong bayi tersebut dengan segenap kekuatannya yang kini sudah mencapai batasnya.BruaaaaaakkkProses kelahiran mereka pun sedikit terganggu, dengan suara-suara gaduh yang ada diluar sana. Bu Lela yang baru pertama kali mendengar gangguan ya
Malam itu, Doni yang masih duduk di atas kursinya di dalam villa dengan pintu yang terbuka ke arah luar. Kini mulai resah, karena melihat para dukun suruhannya kini mulai tumbang satu persatu.Dari beberapa orang yang bisa dia bayar untuk membantunya, kini hanya tinggal setengahnya lagi yang masih bertahan. Beberapa dari mereka bahkan bekerja sama untuk memanggil tiga makhluk yang memerlukan pengorbanan manusia agar apa yang sedang mereka kerjakan bisa cepat selesai.Sedangkan sisanya, sudah terkapar dan tidak berdaya, mulutnya mengeluarkan darah segar dengan tubuhnya yang terbanting beberapa meter dari tempatnya setelah makhluk suruhannya tiba-tiba lenyap dan menghilang, sehingga hal itu bisa membuat luka di dalam bagi tubuhnya sendiri.Memang, inilah pertarungan antara dua orang yang mempunyai sebuah keilmuan, mereka hanya terlihat seperti seseorang yang sedang silat apabila mata kita tidak bisa melihat apa yang sedang mereka lakukan.Tapi, bagi orang yang bisa melihat hal-hal gaib,