Sepertinya ada sesuatu nih yang terjadi kepada mang badru dan mang suhay vote dan komen ya, agar saya semangat terus upload bab terbaru terima kasih
Esih, adalah anak yang sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang keilmuan yang Bapaknya pelajari dan apa dampak yang terjadi pada dunia ini, tentang adanya suatu kegelapan yang menyelimuti dunianya ketika malam hari, juga tentang hal-hal yang aneh yang sering kali dia temui di dalam rumahnya ketika ditinggal sendirian disana. Pak Uki sama sekali tidak mengajarkan Esih apapun, dia hanya memberikan cerita-cerita tentang mitos dan legenda-legenda dari tanah Pajajaran agar Esih tahu bahwa para makhluk tersebut ada. Agar Esih tidak terlalu penasaran hingga akhirnya mendalami apa yang bapaknya pelajari semasa hidupnya. Kekhawatiran atas anak semata wayangnya membuat Pak Uki hanya mempercayakan Esih untuk di jaga oleh salah satu sosok yang awalnya menjaga ibunya secara turun-temurun, menjaga dari para makhluk yang ingin mengganggunya. Juga dari para manusia yang ingin menggodanya. Sehingga, hingga saat ini. Esih jarang sekali didekati oleh teman kuliahnya, karena apabila ada salah satu laki-la
Nasib Esih tampaknya sungguh berbeda dengan nasib yang dialami oleh Mang Suhay dan Mang Badru. Film terakhir sedang di putar sekarang, Sebuah film yang ditunggu-tunggu, karena filmnya sangat terkenal sangat luas setelah film anak ajaib yang sudah diputar sebelumnya. Film yang menceritakan tentang seorang ibu yang menjadi pengabdi dari sekte setan yang mempunyai ritual yang aneh agar dia bisa mempunyai anak. Namun karena tidak mau menyerahkan anak bungsu yang dijanjikan sesuai kesepakatan sebelumnya kepada sekte tersebut, akhirnya keluarga itu diteror oleh hantu-hantu yang bergentayangan disana. Mang Suhay dan Mang Badru kini hanya terduduk tidak berdaya di depan Nengsih, Bu Laras, dan sosok bayangan besar yang ada di belakangnya. Sesosok yang wujudnya tidak terlihat dengan jelas oleh mereka berdua, yang terlihat hanyalah asap dari cerutu yang dia hisap oleh kedua mulutnya. “Teh Nengsih, kenapa kita harus duduk disini, film masih diputar, kalau ada apa-apa nanti penonton pada protes
Pagelaran layar tancap yang sering diadakan di kampung-kampung pada tahun itu, memang seringkali ada kejadian-kejadian mistis yang tak jarang dialami oleh para warga yang sedang menonton, atau oleh pemiliknya sendiri. Memang, target pasar mereka yang ke kampung-kampung di daerah pegunungan. Pasti sering melihat ada sesuatu yang aneh di antar penonton, ada suatu kejadian kesurupan di tengah-tengah film. Bahkan ada kejadian-kejadian yang muncul diluar nalar yang mengakibatkan layar tancap yang mereka gelar harus dihentikan sementara. Meskipun, hal itu hanya sesaat saja. Semakin lama mereka berdua berkecimpung di dunia layar tancap itu, mereka semakin paham dan tidak terlalu memperdulikan atas apa yang terjadi di malam itu. Saking terbiasanya akan hal tersebut, mereka menganggap di malam tersebut akan seperti malam-malam biasa di dalam hidupnya, dan akan menjadi pembicaraan para warga ketika pagi menjelang. Namun, berbeda dengan sekarang. Dia tidak lagi melihat para makhluk yang muncu
Sudah hampir lima belas menit yang Esih habiskan untuk berjalan menyusuri kebun teh dan perkampungan. Dia kini masih berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh yang gelap, wajahnya tampak kebingungan sekarang, karena warung yang sedang dia cari-cari tampaknya belum terlihat oleh kedua matanya pada saat itu. “Mana warungnya, perasaan dari tadi hanya ada rumah-rumah yang tampak sepi,” Pikir Esih yang masih berjalan dengan lampu minyaknya yang menyala dan menerangi langkah kakinya di malam tersebut. Pikiran Esih sangat tenang, dia tidak merasakan takut ketika berjalan sendirian di tengah malam dan hanya ditemani oleh satu cahaya dari lampu minyak yang dia pegang. Karena mungkin dia sudah terbiasa dengan hal-hal yang dilakukan oleh bapak dan pamannya dari Esih kecil hingga kini dia kuliah, makanya Esih tidak pernah merasa takut ketika sedang berada dalam kegelapan. Meskipun, ada sesuatu yang membuat Esih tidak pernah sekalipun diganggu oleh para makhluk kecuali para makhluk yang ada
Di sebuah kampung yang sangat terang benderang oleh cahaya-cahaya obor yang menyala di kiri dan kanan jalan, terdapat seseorang yang sedang duduk dan menyender ke arah dinding suatu rumah di tempat tersebut, nafasnya terengah-engah dengan wajah yang sangat pucat. Beberapa kali dia melihat ke arah jalan, yang tepat berada di depan rumah itu untuk melihat situasi akan keadaanya sekarang. Dia tidak menyangka bahwa apa yang dia lakukan pada malam ini akan berakhir seperti ini, menjadi sesuatu yang sangat menakutkan bagi dirinya, dan mungkin saja ini adalah malam terakhir bagi hidupnya apabila dia tidak selamat pada malam ini. Haaaaaah haaaaah haaaah “Aku sudah beberapa kali berlari melewati rumah-rumah ini hingga kedepan sana, tapi aku tetap kembali lagi ke tempat ini seperti tidak ada jalan yang bisa membuatku keluar dari tempat yang mengerikan ini,” Kata Mang Suhay sambil menoleh secara perlahan ke arah jalan sambil ketakutan. Detak jantungnya berdetak dengan sangat kencang, suara na
Di satu sisi, tampaknya Nyi laras menyadari bahwa ada sesuatu yang mendekat dari luar pasar. dua sosok manusia yang mendekati mereka secara perlahan, dan mungkin saja, dua manusia itu akan menganggu dirinya, juga para makhluk yang kini bersorak sorai di pasar yang sedang mereka tempati pada saat ini. “Gusti, sigana mah aya sababaraha jelema anu datang ka pasar ieu. (Tuan, sepertinya ada beberapa manusia yang datang ke tempat ini.)” “Maranehna datang ti dua arah gusti, anu hiji ti tukang, anu hiji deui ti belah kidul ti arah warung nu boga gusti. (Mereka datang dari dua arah tuan, yang satu dari belakang, yang satu lagi dari arah selatan dari warung kepunyaan tuan.)” Nyi Laras mengangkat tubuhnya ke atas, hidungnya yang kini mempunyai penciuman yang sangat tajam merasakan sesuatu yang aneh, yang sedang datang untuk menerobos masuk ke arah pasar. Dan mereka adalah orang-orang yang mungkin saja bisa mengganggu Nyi Laras atas apa yang sedang mereka kerjakan sekarang. Ekor ularnya kini
Disumputkeun ku jurig, atau mungkin bisa disebut disembunyikan oleh hantu. Itu adalah kata yang tepat bagi mereka yang kini sedang terjebak di gunung atau disembunyikan dengan sengaja karena suatu hal yang ingin mengikat mereka dengan para makhluk.Kasus ini seringkali terjadi, terkadang bagi para makhluk yang membutuhkan suatu budak manusia yang akan berguna bagi dirinya. Mereka biasanya menyiapkan suatu rencana untuk memanggil para manusia itu dan menyesatkannya di dalam sana.Cepi, Gema, Mang Suhay dan Mang Badru mungkin adalah beberapa korban dari banyaknya para manusia yang terjebak di sana.Meskipun itu jarang terjadi, tapi ketika ada yang terjebak di dalam sana, biasanya hanya beberapa yang berhasil ditemukan kembali. Dan selebihnya hilang entah kemana.Kejadian yang menimpa Mang Badru sekarang pun terlihat mirip dengan kejadian yang pernah terjadi ketika aku kecil, kejadian yang membuat heboh satu kampung. Dan para warga kampung pun harus bahu membahu merelakan sebagian kebunn
Hosh hosh hosh,“Aku sudah tidak kuat, benar-benar sudah tidak sanggup lagi.”“Tolong kepada siapapun, tolong aku, tolong juga Mang Badru yang masih terjebak di kampung itu!”Mang Suhay kini tampak sangat lemas, tubuhnya sudah lunglai dan tidak berdaya. Wajahnya terlihat sangat pucat dan tertunduk dengan kedua tangannya yang menutupi kepalanya.Dia hampir menangis pada waktu itu, matanya sudah berkaca-kaca karena tidak tahan akan gangguan yang terjadi dalam semalaman ini.Dia kini sudah berada di dalam hutan Gunung Sepuh, sebuah hutan yang dikeramatkan oleh banyak orang. Dia sedang bersembunyi di salah satu pohon yang sangat besar, dengan lubang yang menganga di antara dahan pohon nya yang membuatnya bisa masuk dan bersembunyi di dalam sana.Denyut nadinya berdetak dengan sangat cepat, hembusan nafasnya terdengar sangat berat. Dia tidak tahu berapa lama dia berlari hingga dirinya bisa sampai ke tempat ini, dia tidak menyangka bahwa dirinya akan mengalami kejadian seperti ini. Kejadian
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men