Gunung Sepuh itu misterius, entah ada apa di dalamnya hingga tempat itu bisa seperti ini. Aura yang kuat seringkali menarik orang-orang yang berkepentingan kesana, menarik mereka dengan godaan-godaan duniawi agar hidupnya bisa lebih sukses dari sebelumnya.Namun, dibalik itu semua, ada aura lain yang seringkali menjebak para manusia di dalam sana, membuat mereka tidak bisa pulang dengan cara yang unik.Ada yang disesatkan di dalam sana.Ada yang sengaja di undang untuk menetap di dalam sana.Bahkan,Ada yang sengaja di jadikan tumbal di dalam sana.Semuanya bercampur menjadi satu, keburukan akan sifat manusia yang seringkali mengorbankan manusia lain untuk kepentingan dirinya sendiri seringkali terjadi di gunung ini.Semua transaksi, semua ritual, semua perjanjian dengan mereka sudah menjadi kebiasaan yang berlangsung selama puluhan bahkan mungkin ratusan tahun lamanya.Dimana banyak dari mereka yang akhirnya tenggelam dalam jeratnya, dan tidak bisa melepas jeratan itu hingga mereka m
“Amaaattttt, Mau kemana kamuuuu?” Hahahahaha Hahahahaha Krosak, krosak Suara dari Nyi Laras yang terlihat sedang mempermainkanku dan Mang Badru terdengar dengan sangat keras menggema di udara di tengah-tengah kebun depan warung yang luas yang berbatasan langsung dengan Gunung Sepuh. Di dalam kegelapan malam, aku berlari bersama Mang Badru pada malam itu, berusaha menjauh dari Nyi Laras yang tiba-tiba muncul entah dari mana dengan wujud yang sebenarnya. Aku yang mencoba untuk membawa Mang Badru ke tempat yang aman satu-satunya yaitu di dalam warung, aku yakin jika di warung para makhluk tidak mungkin bisa mereka datangi dengan mudah, karena warung bisa menjadi tempat teraman bagi para manusia. Karena, warung adalah satu-satunya tempat yang dijaga oleh sang penguasa gunung, dan para makhluk tidak akan bisa semena-mena mendekati warung, selain untuk tujuan ingin dilayani oleh penjaga warung. Bukannya aku tidak berani berhadapan dengan Nyi Laras pada malam itu, namun satu nyawa manu
Tepat di saat Mang Badru dan aku yang terpojok akibat dari kedua makhluk yang kini berada di depanku dengan wujud aslinya, aku dikagetkan dengan sebuah suara yang menggelegar. Suara yang membuat dedaunan di kebun tersebut bergetar saking kerasnya. Suara angin yang tiba-tiba bergemuruh kencang bahkan dedaunan dari rumpun bambu yang tiba-tiba jatuh ke tanah dengan lebatnya, membuat aku yang sedang bersama Mang Badru dan kedua makhluk itu tiba-tiba terdiam. Bahkan, tubuh kedua makhluk itu terdiam. Apalagi tubuh dari ular putih besar yang disebut Nengsih oleh Mang Badru tiba-tiba tubuhnya kaku. Kepalanya hanya melihat ke sekeliling pepohonan seperti ingin mengetahui asal suara yang terdengar olehnya tersebut. Aku yang paham atas sikap mereka juga langsung waspada, suara ini bukan sebuah suara dari makhluk yang bisa diremehkan. Bisa jadi, ini adalah makhluk yang melebihi mereka, karena suaranya saja bisa membuat mereka terdiam seperti ini. Meskipun, Srekkkkkkk Ular besar yang bernama
Gunung Sepuh memang terlihat kecil, jika dibandingkan gunung-gunung tinggi yang berada di Jawa Barat. Namun, Gunung Sepuh tidak bisa dianggap remeh oleh semua orang yang masuk ke dalam sana.Orang yang sengaja mendaki Gunung Sepuh untuk memenuhi keinginannya pun hanya datang ke tempat-tempat yang gampang dilalui oleh manusia, melakukan suatu ritual dan perjanjian, sebelum akhirnya kembali pulang, menunggu apa yang mereka inginkan terkabul dengan bantuan para makhluk yang tinggal disana.Mereka tidak menyadari, bahwa banyak sekali medan-medan yang berbatu dan terjal, juga tebing-tebing yang menjulang tinggi yang tidak bisa mereka raih dengan kedua tangan mereka. Mereka semua hanya mengikuti arahan suatu makhluk yang harus mereka temui terlebih dahulu agar jalan ke tempat ritual terbuka secara perlahan dan mereka hanya berjalan melalui jalan tersebut tanpa hambatan.Namun, apabila mereka mencoba merangsak masuk ke dalam hutan, tanpa ada bantuan dari makhluk yang bernama aden-aden yang h
“Ayo Kang, sedikit lagi kita akan sampai ke depan warung. Akang bertahan ya!” Kataku sambil menarik Mang Badru yang kini kondisinya tampak parah dari sebelumnya. Aku benar-benar tidak menyangka, bahwa tangan besar itu muncul secara tiba-tiba di atas kita semua dan langsung mengepalkan telapak tangannya dan memukul Nyi Laras dengan sekuat tenaga dan menarik ekornya dengan sangat kuat. Hal itu membuat sebuah hembusan angin yang sangat besar, yang seketika mematahkan beberapa batang pohon jati yang masih ditanam di kebun tersebut dan batangnya terlempar ke arahku dan Mang Badru pada saat itu. Makhluk itu hanya tertawa, ketika dia melihatku tertimpa pohon jati yang terhempas ketika dia muncul dan menarik dua siluman ular itu agar bisa menjauh dari ku. Hahahaha Hahahaha Hahahaha “Bawa manusia itu pulang Amat, dia beruntung pada malam ini, karena ada satu manusia yang menyuruh bawahannya datang kepadaku untuk melepaskan kalian.” “Sehingga aku berbaik hati melepaskan kalian,” “Silahk
Tubuhku yang terbaring lemas di tengah-tengah jalan, secara tiba-tiba merasakan sesuatu yang hangat yang terasa oleh tubuhku pada saat itu. Suatu kehangatan seperti sinar matahari pagi yang menyinari tubuhku dan memaksaku untuk membuka mata secara perlahan pada saat itu. Mataku akhirnya terbuka secara perlahan, seketika aku melihat sama-samar kondisi warung yang tampaknya sama dan sama sekali tidak berubah pada waktu itu. Aku juga sempat melihat ke atas dan matahari tampaknya sudah bersinar sangat terang di atas sana. Aku pun berusaha untuk berdiri di pagi itu, mencoba membersihkan baju yang kini tampak kotor karena debu-debu yang menempel dengan menepuk-nepuknya beberapa kali agar terlihat bersih. Para warga terlihat berlalu lalang dengan segala aktivitasnya pada pagi itu, mereka terlihat sangat sibuk datang dan pergi melewati warung dan rumahku yang letaknya tak jauh dari sana. Dengan baju kotornya mereka berjalan melewatiku, membawa cangkul, membawa alat untuk menyiram tanaman,
Hanya dua jam lagi sebelum kokok ayam di pagi hari mulai terdengar, dan ini adalah jam-jam paling dingin yang sering aku rasakan ketika aku sedang menjaga warung di setiap malamnya pada saat itu. Aku kini lebih banyak diam dari biasanya, aku hanya memandang wanita itu yang kini tampak sedang sibuk dengan dua orang yang aku cari dengan para warga beberapa waktu yang lalu. Dia kini tersadar dan merasa kebingungan, bahkan dia sendiri kini sedang mengobrol dengan seorang Bapak-bapak yang berada di dekatnya pada waktu itu. Seorang Bapak yang dia panggil Pak Uki, yang tak lain adalah Bapak dari wanita yang baru aku ketahui bernama Esih, yang tadi membetulkan tangan dan kakiku yang terkilir. Tampaknya mereka mengobrol dengan serius, bahkan beberapa kali Pak Uki tersebut membentaknya atas apa yang mereka berdua lakukan sehingga membuat mereka menghilang dalam sebulan ini. Sungguh aneh, mereka menghilang sebulan ini tapi mereka ternyata masih hidup meski tubuh mereka cukup kurus, tapi merek
Cahaya berwarna oranye kini mulai muncul secara perlahan di balik Gunung Sepuh di pagi itu, mencoba mengusir kegelapan malam dengan sinarnya yang terang di balik pegunungan yang gelap dan sedikit berkabut. Sebuah warna yang sangat kontras terlihat, perpaduan warna gelap, biru, dan oranye kini saling berpadu disertai dengan beberapa awan kecil yang tersinari oleh matahari pagi pada saat itu. Embun-embun yang membasahi rerumputan dan pepohonan kini terlihat jelas, bersamaan dengan suara-suara kokok ayam dan burung-burung yang menyambut pagi dengan riang gembira, tanpa memperdulikan kejadian yang terjadi di Kampung Sepuh pada malam sebelumnya. Terlihat, beberapa orang berjalan menyusuri jalanan besar yang berbatu dan sedikit becek akibat lembabnya malam. Mereka terdiri dari Pak Uki yang berada dari depan, Cepi dan Gema yang ada di tengah, dan Esih yang ada di belakang sana. Cepi dan Gema tampaknya masih terlihat bingung, dia hanya ingat terakhir kali dia berdagang ayam di dalam hutan