Mohon maaf hari ini masih satu bab, saya tepar hingga hari ini, jadi belum bisa memaksimalkan waktu untuk menulis terima kasih
Gunung Sepuh memang terlihat kecil, jika dibandingkan gunung-gunung tinggi yang berada di Jawa Barat. Namun, Gunung Sepuh tidak bisa dianggap remeh oleh semua orang yang masuk ke dalam sana.Orang yang sengaja mendaki Gunung Sepuh untuk memenuhi keinginannya pun hanya datang ke tempat-tempat yang gampang dilalui oleh manusia, melakukan suatu ritual dan perjanjian, sebelum akhirnya kembali pulang, menunggu apa yang mereka inginkan terkabul dengan bantuan para makhluk yang tinggal disana.Mereka tidak menyadari, bahwa banyak sekali medan-medan yang berbatu dan terjal, juga tebing-tebing yang menjulang tinggi yang tidak bisa mereka raih dengan kedua tangan mereka. Mereka semua hanya mengikuti arahan suatu makhluk yang harus mereka temui terlebih dahulu agar jalan ke tempat ritual terbuka secara perlahan dan mereka hanya berjalan melalui jalan tersebut tanpa hambatan.Namun, apabila mereka mencoba merangsak masuk ke dalam hutan, tanpa ada bantuan dari makhluk yang bernama aden-aden yang h
“Ayo Kang, sedikit lagi kita akan sampai ke depan warung. Akang bertahan ya!” Kataku sambil menarik Mang Badru yang kini kondisinya tampak parah dari sebelumnya. Aku benar-benar tidak menyangka, bahwa tangan besar itu muncul secara tiba-tiba di atas kita semua dan langsung mengepalkan telapak tangannya dan memukul Nyi Laras dengan sekuat tenaga dan menarik ekornya dengan sangat kuat. Hal itu membuat sebuah hembusan angin yang sangat besar, yang seketika mematahkan beberapa batang pohon jati yang masih ditanam di kebun tersebut dan batangnya terlempar ke arahku dan Mang Badru pada saat itu. Makhluk itu hanya tertawa, ketika dia melihatku tertimpa pohon jati yang terhempas ketika dia muncul dan menarik dua siluman ular itu agar bisa menjauh dari ku. Hahahaha Hahahaha Hahahaha “Bawa manusia itu pulang Amat, dia beruntung pada malam ini, karena ada satu manusia yang menyuruh bawahannya datang kepadaku untuk melepaskan kalian.” “Sehingga aku berbaik hati melepaskan kalian,” “Silahk
Tubuhku yang terbaring lemas di tengah-tengah jalan, secara tiba-tiba merasakan sesuatu yang hangat yang terasa oleh tubuhku pada saat itu. Suatu kehangatan seperti sinar matahari pagi yang menyinari tubuhku dan memaksaku untuk membuka mata secara perlahan pada saat itu. Mataku akhirnya terbuka secara perlahan, seketika aku melihat sama-samar kondisi warung yang tampaknya sama dan sama sekali tidak berubah pada waktu itu. Aku juga sempat melihat ke atas dan matahari tampaknya sudah bersinar sangat terang di atas sana. Aku pun berusaha untuk berdiri di pagi itu, mencoba membersihkan baju yang kini tampak kotor karena debu-debu yang menempel dengan menepuk-nepuknya beberapa kali agar terlihat bersih. Para warga terlihat berlalu lalang dengan segala aktivitasnya pada pagi itu, mereka terlihat sangat sibuk datang dan pergi melewati warung dan rumahku yang letaknya tak jauh dari sana. Dengan baju kotornya mereka berjalan melewatiku, membawa cangkul, membawa alat untuk menyiram tanaman,
Hanya dua jam lagi sebelum kokok ayam di pagi hari mulai terdengar, dan ini adalah jam-jam paling dingin yang sering aku rasakan ketika aku sedang menjaga warung di setiap malamnya pada saat itu. Aku kini lebih banyak diam dari biasanya, aku hanya memandang wanita itu yang kini tampak sedang sibuk dengan dua orang yang aku cari dengan para warga beberapa waktu yang lalu. Dia kini tersadar dan merasa kebingungan, bahkan dia sendiri kini sedang mengobrol dengan seorang Bapak-bapak yang berada di dekatnya pada waktu itu. Seorang Bapak yang dia panggil Pak Uki, yang tak lain adalah Bapak dari wanita yang baru aku ketahui bernama Esih, yang tadi membetulkan tangan dan kakiku yang terkilir. Tampaknya mereka mengobrol dengan serius, bahkan beberapa kali Pak Uki tersebut membentaknya atas apa yang mereka berdua lakukan sehingga membuat mereka menghilang dalam sebulan ini. Sungguh aneh, mereka menghilang sebulan ini tapi mereka ternyata masih hidup meski tubuh mereka cukup kurus, tapi merek
Cahaya berwarna oranye kini mulai muncul secara perlahan di balik Gunung Sepuh di pagi itu, mencoba mengusir kegelapan malam dengan sinarnya yang terang di balik pegunungan yang gelap dan sedikit berkabut. Sebuah warna yang sangat kontras terlihat, perpaduan warna gelap, biru, dan oranye kini saling berpadu disertai dengan beberapa awan kecil yang tersinari oleh matahari pagi pada saat itu. Embun-embun yang membasahi rerumputan dan pepohonan kini terlihat jelas, bersamaan dengan suara-suara kokok ayam dan burung-burung yang menyambut pagi dengan riang gembira, tanpa memperdulikan kejadian yang terjadi di Kampung Sepuh pada malam sebelumnya. Terlihat, beberapa orang berjalan menyusuri jalanan besar yang berbatu dan sedikit becek akibat lembabnya malam. Mereka terdiri dari Pak Uki yang berada dari depan, Cepi dan Gema yang ada di tengah, dan Esih yang ada di belakang sana. Cepi dan Gema tampaknya masih terlihat bingung, dia hanya ingat terakhir kali dia berdagang ayam di dalam hutan
Hal apapun yang berhubungan dengan para makhluk, pesugihan, ngipri, nyegik, atau memelihara tuyul sekalipun semuanya pasti akan merasakan hasilnya, banyak uang, harta melimpah, hidup dengan kesenangan. Meskipun, Semuanya hanyalah semu, semuanya tidak bisa dinikmati dengan hati yang bahagia. Hati-hati mereka seringkali mendapatkan kekhawatiran yang berlebih, terutama ketika mereka sudah mulai berpikir akan kecurigaan orang-orang yang ada di sekitar mereka ketika mereka selesai menjalankan ritual dan hidup mereka mulai membaik. Zaman dahulu tidak seperti jaman sekarang, yang bisa saja diam dirumah melakukan hal apapun dengan bermodalkan internet saja untuk mencari uang. Mereka yang hidup di tahun delapan puluh hingga sembilan puluhan akhir, mau tidak mau harus keluar, mencari uang dan membawanya pulang untuk mereka pergunakan. Tapi, tetap saja, orang-orang disekitarnya mulai mempertanyakan keanehan dari mereka yang melakukan ritual, meskipun mereka tidak tahu secara gamblang apa yang
Pagi hari yang sama tampaknya dirasakan juga oleh orang-orang yang tinggal di kota pada saat itu, sejak pagi hari ribuan motor dan mobil muncul dan memadati jalanan untuk berangkat dari rumah ke pabrik-pabrik yang tersebar di sekitaran Bandung Selatan. Asap knalpot dari mobil, bus, dan motor menimbulkan polusi yang bisa terlihat menutupi kota dari kejauhan. Udara yang tampaknya tidak bersih jika dibandingkan dengan pagi hari di Kampung Sepuh pada pagi tersebut. Odeng yang terbangun oleh suara deru motor dan orang-orang yang berjalan melewati rumah di dalam gangnya kini terlihat sedang terduduk di atas kasur, sedangkan keluarganya sudah bangun terlebih dahulu dan kini berada di ruangan tengah untuk sarapan pagi. Hoaaammm Dengan sedikit mengantuk Odeng akhirnya bangun, mulutnya menguap beberapa kali sambil tangannya dia rentangkan agar tubuhnya agar sedikit segar. Seperti biasa, Odeng langsung mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi terlebih dahulu, sebelum akhirnya nanti sarapan d
Situasi di pagi hari yang ramai, tampaknya bukan hanya terjadi di Kota saja. di Kampung Sepuh pun, kini ramai dengan orang-orang yang saling bergotong-royong dan saling membantu Mang Badru dan Mang Suhay untuk mengeluarkan peralatan layar tancapnya yang terjebak di dalam kebun pada pagi itu.“Beu, beu, udah aneh-aneh aja ini para makhluk, warga Kampung Sepuh aja jarang nonton layar tancap, ini malah ngejebak manusia buat bikin pagelaran disana, mana kalo bisa pengen tiap minggu pula,” Kata Mang Yayat yang tampak menggelengkan kepala ketika dia sampai ke kebun tempat proyektor, dan layar serta genset yang masih tersimpan di tengah-tengah kebun pada pagi itu.“Hus, udah-udah kasian tuh dua orang yang ada di warung si Amat, udah mah kejebak, terus di tawarin pesugihan, eh kalau gak ada si Amat mereka berdua mungkin gak akan selamat hingga hari ini.”“Sekarang mah bawain aja ini peralatan ke depan warung, kebetulan salah satu dari mereka kini dah jalan ke kebun teh buat ngambil truk yang