“Ayo Kang, sedikit lagi kita akan sampai ke depan warung. Akang bertahan ya!” Kataku sambil menarik Mang Badru yang kini kondisinya tampak parah dari sebelumnya. Aku benar-benar tidak menyangka, bahwa tangan besar itu muncul secara tiba-tiba di atas kita semua dan langsung mengepalkan telapak tangannya dan memukul Nyi Laras dengan sekuat tenaga dan menarik ekornya dengan sangat kuat. Hal itu membuat sebuah hembusan angin yang sangat besar, yang seketika mematahkan beberapa batang pohon jati yang masih ditanam di kebun tersebut dan batangnya terlempar ke arahku dan Mang Badru pada saat itu. Makhluk itu hanya tertawa, ketika dia melihatku tertimpa pohon jati yang terhempas ketika dia muncul dan menarik dua siluman ular itu agar bisa menjauh dari ku. Hahahaha Hahahaha Hahahaha “Bawa manusia itu pulang Amat, dia beruntung pada malam ini, karena ada satu manusia yang menyuruh bawahannya datang kepadaku untuk melepaskan kalian.” “Sehingga aku berbaik hati melepaskan kalian,” “Silahk
Tubuhku yang terbaring lemas di tengah-tengah jalan, secara tiba-tiba merasakan sesuatu yang hangat yang terasa oleh tubuhku pada saat itu. Suatu kehangatan seperti sinar matahari pagi yang menyinari tubuhku dan memaksaku untuk membuka mata secara perlahan pada saat itu. Mataku akhirnya terbuka secara perlahan, seketika aku melihat sama-samar kondisi warung yang tampaknya sama dan sama sekali tidak berubah pada waktu itu. Aku juga sempat melihat ke atas dan matahari tampaknya sudah bersinar sangat terang di atas sana. Aku pun berusaha untuk berdiri di pagi itu, mencoba membersihkan baju yang kini tampak kotor karena debu-debu yang menempel dengan menepuk-nepuknya beberapa kali agar terlihat bersih. Para warga terlihat berlalu lalang dengan segala aktivitasnya pada pagi itu, mereka terlihat sangat sibuk datang dan pergi melewati warung dan rumahku yang letaknya tak jauh dari sana. Dengan baju kotornya mereka berjalan melewatiku, membawa cangkul, membawa alat untuk menyiram tanaman,
Hanya dua jam lagi sebelum kokok ayam di pagi hari mulai terdengar, dan ini adalah jam-jam paling dingin yang sering aku rasakan ketika aku sedang menjaga warung di setiap malamnya pada saat itu. Aku kini lebih banyak diam dari biasanya, aku hanya memandang wanita itu yang kini tampak sedang sibuk dengan dua orang yang aku cari dengan para warga beberapa waktu yang lalu. Dia kini tersadar dan merasa kebingungan, bahkan dia sendiri kini sedang mengobrol dengan seorang Bapak-bapak yang berada di dekatnya pada waktu itu. Seorang Bapak yang dia panggil Pak Uki, yang tak lain adalah Bapak dari wanita yang baru aku ketahui bernama Esih, yang tadi membetulkan tangan dan kakiku yang terkilir. Tampaknya mereka mengobrol dengan serius, bahkan beberapa kali Pak Uki tersebut membentaknya atas apa yang mereka berdua lakukan sehingga membuat mereka menghilang dalam sebulan ini. Sungguh aneh, mereka menghilang sebulan ini tapi mereka ternyata masih hidup meski tubuh mereka cukup kurus, tapi merek
Cahaya berwarna oranye kini mulai muncul secara perlahan di balik Gunung Sepuh di pagi itu, mencoba mengusir kegelapan malam dengan sinarnya yang terang di balik pegunungan yang gelap dan sedikit berkabut. Sebuah warna yang sangat kontras terlihat, perpaduan warna gelap, biru, dan oranye kini saling berpadu disertai dengan beberapa awan kecil yang tersinari oleh matahari pagi pada saat itu. Embun-embun yang membasahi rerumputan dan pepohonan kini terlihat jelas, bersamaan dengan suara-suara kokok ayam dan burung-burung yang menyambut pagi dengan riang gembira, tanpa memperdulikan kejadian yang terjadi di Kampung Sepuh pada malam sebelumnya. Terlihat, beberapa orang berjalan menyusuri jalanan besar yang berbatu dan sedikit becek akibat lembabnya malam. Mereka terdiri dari Pak Uki yang berada dari depan, Cepi dan Gema yang ada di tengah, dan Esih yang ada di belakang sana. Cepi dan Gema tampaknya masih terlihat bingung, dia hanya ingat terakhir kali dia berdagang ayam di dalam hutan
Hal apapun yang berhubungan dengan para makhluk, pesugihan, ngipri, nyegik, atau memelihara tuyul sekalipun semuanya pasti akan merasakan hasilnya, banyak uang, harta melimpah, hidup dengan kesenangan. Meskipun, Semuanya hanyalah semu, semuanya tidak bisa dinikmati dengan hati yang bahagia. Hati-hati mereka seringkali mendapatkan kekhawatiran yang berlebih, terutama ketika mereka sudah mulai berpikir akan kecurigaan orang-orang yang ada di sekitar mereka ketika mereka selesai menjalankan ritual dan hidup mereka mulai membaik. Zaman dahulu tidak seperti jaman sekarang, yang bisa saja diam dirumah melakukan hal apapun dengan bermodalkan internet saja untuk mencari uang. Mereka yang hidup di tahun delapan puluh hingga sembilan puluhan akhir, mau tidak mau harus keluar, mencari uang dan membawanya pulang untuk mereka pergunakan. Tapi, tetap saja, orang-orang disekitarnya mulai mempertanyakan keanehan dari mereka yang melakukan ritual, meskipun mereka tidak tahu secara gamblang apa yang
Pagi hari yang sama tampaknya dirasakan juga oleh orang-orang yang tinggal di kota pada saat itu, sejak pagi hari ribuan motor dan mobil muncul dan memadati jalanan untuk berangkat dari rumah ke pabrik-pabrik yang tersebar di sekitaran Bandung Selatan. Asap knalpot dari mobil, bus, dan motor menimbulkan polusi yang bisa terlihat menutupi kota dari kejauhan. Udara yang tampaknya tidak bersih jika dibandingkan dengan pagi hari di Kampung Sepuh pada pagi tersebut. Odeng yang terbangun oleh suara deru motor dan orang-orang yang berjalan melewati rumah di dalam gangnya kini terlihat sedang terduduk di atas kasur, sedangkan keluarganya sudah bangun terlebih dahulu dan kini berada di ruangan tengah untuk sarapan pagi. Hoaaammm Dengan sedikit mengantuk Odeng akhirnya bangun, mulutnya menguap beberapa kali sambil tangannya dia rentangkan agar tubuhnya agar sedikit segar. Seperti biasa, Odeng langsung mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi terlebih dahulu, sebelum akhirnya nanti sarapan d
Situasi di pagi hari yang ramai, tampaknya bukan hanya terjadi di Kota saja. di Kampung Sepuh pun, kini ramai dengan orang-orang yang saling bergotong-royong dan saling membantu Mang Badru dan Mang Suhay untuk mengeluarkan peralatan layar tancapnya yang terjebak di dalam kebun pada pagi itu.“Beu, beu, udah aneh-aneh aja ini para makhluk, warga Kampung Sepuh aja jarang nonton layar tancap, ini malah ngejebak manusia buat bikin pagelaran disana, mana kalo bisa pengen tiap minggu pula,” Kata Mang Yayat yang tampak menggelengkan kepala ketika dia sampai ke kebun tempat proyektor, dan layar serta genset yang masih tersimpan di tengah-tengah kebun pada pagi itu.“Hus, udah-udah kasian tuh dua orang yang ada di warung si Amat, udah mah kejebak, terus di tawarin pesugihan, eh kalau gak ada si Amat mereka berdua mungkin gak akan selamat hingga hari ini.”“Sekarang mah bawain aja ini peralatan ke depan warung, kebetulan salah satu dari mereka kini dah jalan ke kebun teh buat ngambil truk yang
Aku sama sekali tidak menyangka, bahwa radio lama yang sudah disimpan oleh bapak di dalam warung kini ada yang mengenalinya. Radio yang sempat menyala ketika kita berdua sedang mengobrol di depan warung, rupanya membuat Mang Badru bertanya-tanya tentang radio itu. “Kang, aku sebenarnya tidak terlalu tahu akan radio tersebut, tapi aku yakin, jarang sekali orang yang mempunyai radio seperti ini, bahkan untuk ukuran perkotaan sekalipun.” “Hanya orang-orang tertentu yang bisa memiliki radio seperti ini Kang, karena radio itu adalah barang berharga sebagai pusat informasi dari jaman penjajahan dulu.” “Dan aku ingat, salah satu temanku mempunyai radio itu Kang, radio yang sering aku lihat terpajang di ruang tamu rumahnya ketika aku belajar tentang layar tancap ini kepadanya.” Aku sedikit kaget mendengar hal tersebut, bahkan aku pun berpikir mungkin saja Mang Badru ada hubungannya dengan radio ini. Sebuah radio yang sangat tua, yang memakai tenaga baterai untuk menyalakannya, dan di Kampu
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men