Aku sama sekali tidak menyangka, bahwa radio lama yang sudah disimpan oleh bapak di dalam warung kini ada yang mengenalinya. Radio yang sempat menyala ketika kita berdua sedang mengobrol di depan warung, rupanya membuat Mang Badru bertanya-tanya tentang radio itu. “Kang, aku sebenarnya tidak terlalu tahu akan radio tersebut, tapi aku yakin, jarang sekali orang yang mempunyai radio seperti ini, bahkan untuk ukuran perkotaan sekalipun.” “Hanya orang-orang tertentu yang bisa memiliki radio seperti ini Kang, karena radio itu adalah barang berharga sebagai pusat informasi dari jaman penjajahan dulu.” “Dan aku ingat, salah satu temanku mempunyai radio itu Kang, radio yang sering aku lihat terpajang di ruang tamu rumahnya ketika aku belajar tentang layar tancap ini kepadanya.” Aku sedikit kaget mendengar hal tersebut, bahkan aku pun berpikir mungkin saja Mang Badru ada hubungannya dengan radio ini. Sebuah radio yang sangat tua, yang memakai tenaga baterai untuk menyalakannya, dan di Kampu
Kampung Sepuh hari itu tampak sibuk, setelah membereskan semua perlengkapan layar tancap milik Mang Badru yang ada di kebun, Aku kembali mengajak warga yang membantu Mang Badru untuk berkumpul terlebih dahulu di rumahku, membicarakan atas apa yang terjadi kepada Mang Badru malam itu.Mang Suhay akhirnya berangkat sendiri ke Kota dengan semua perlengkapan layar tancap yang dimuat di truknya, dia sengaja meninggalkan Mang Badru sendiri untuk berdiskusi dengan para warga, dan Mang Suhay akan kembali menjemput esok harinya setelah menyimpan dan memastikan semua perlengkapan layar tancapnya aman.Aku memberitahu warga ketika semuanya sudah selesai, karena selain itu, Mang Badru akan mencoba mengganti kerusakan atas kebun dan akan mendata para warga untuk nantinya dia berikan kompensasi.Meskipun, aku dan para warga sepakat untuk menolak yang akan Mang Badru berikan. Karena, kita semua sudah tahu penderitaan Mang Badru yang sudah dia alami semalaman penuh, sehingga aku pun berkata kepadanya
Keresek, keresek, keresek,Kumaha daramang sadayana? (Bagaimana sehat-sehat semuanya?) Tepang deui sareng Wa Kepoh, dina acara maneh, acara anu maranti, saban wayah kiwari. (Bertemu lagi dengan Wa Kepoh, di acara kamu, acara yang di nanti, di jam ini.) HeheheheDina acara. (Di acara.) HeheheheSumuhun, dongeng kiwari garapan Wa Kepoh. (Ya betul, dongeng yang akan di bawakan oleh Wa Kepoh sekarang.) Kalayan midangkeun nyarios anu judulna ( Dengan pertunjukan cerita yang berjudul.) Nya eta si Rawing Kiwari. (Yaitu si Rawing saat ini.) Keresek, keresek, keresek,Suara radio yang menjadi cerita favorit di kala itu, yang sering dengarkan pada malam-malam tertentu untuk mengusir sepi. Dengan cerita bersambungnya yang tak pernah membosankan, dan selalu menarik setiap kali didengarkan.Meskipun suaranya tidak jernih karena antenanya tidak bisa menjangkau sinyal, tertutup oleh tebing-tebing tinggi yang mengelilingi Kampung Sepuh. Namun tetap saja suaranya terdengar cukup jelas.Mang Badr
Seorang teman sejati, pasti tidak akan meninggalkan satu sama lain, meskipun dia sedang kesusahan atau kesulitan, mereka akan saling membantu sama lain, saling merangkul tangan, juga saling mempercayai satu sama lain.Meskipun apa yang dialami dua teman sejati Mang Badru dan Budi saat ini sangatlah tidak biasa.Kedua teman tersebut sudah berbeda alam sekarang, teman yang menghilang dalam beberapa tahun, tanpa ada kabar dan jika dia meninggal pun, tidak pernah ditemukan tubuhnya hingga sekarang.Tapi kini Budi yang telah lama menghilang itu, ditemukan oleh sebuah takdir yang tidak pernah Mang Badru sangka-sangka.Dia tidak menyangka, salah satu kecelakaan yang dia alami di malam-malam sebelumnya akan berakhir seperti ini. Bertemu dengan salah satu sosok yang dia cari-cari selama ini atas permintaan keluarganya, apalagi setiap dia menggelar layar tancap ke kampung-kampung, dia seringkali menanyakan kabar temannya ini di setiap kesempatan.Hingga akhirnya dia pun menyerah, dan membiarkan
Tak terasa, entah berapa lama waktu yang dilalui setelah aku terakhir kali bertemu dengan Mang Badru pada saat itu. Waktu semakin cepat berlalu membuatku melupakannya dengan kejadian yang sudah dia alami di malam itu. Budi yang kini menjadi makhluk di Gunung Sepuh pun sudah tidak muncul lagi di depan warung ketika malam tiba, juga warga Kampung Sepuh juga mungkin sudah melupakan hal-hal yang terjadi kepada mereka. Waktu yang terus berjalan dan mengalir seperti air, membuat semua orang terlena dengan apa yang sedang mereka kerjakan. Bahkan warga Kampung Sepuh pun sudah mulai terbiasa hidup kembali tanpa memikirkan kejadian-kejadian yang ada di kampung yang tentu saja bisa menghebohkan warga kampung akan kejadiannya. Hari, bulan, tahun kini terlewati dengan cepat dan tanpa disadari oleh semua warga yang ada di kampung hingga hari ini. Banyak sekali perubahan yang terjadi di kampung pada titik ini, Mas Parto kini hidup sendiri setelah sang istri meninggal dunia karena wabah demam berd
Semua orang akan menjalani hidup sesuai dengan waktunya, waktu yang tidak terasa berjalan cepat juga dirasakan oleh orang-orang yang berada di perkotaan. Dan hal itu pun terjadi kepada salah satu orang yang kini sedang sibuk menyiapkan semester-semester akhirnya untuk bisa lulus dan menjadi sarjana di tahun depan.Sudah hampir semester lima dia habiskan untuk berkuliah di salah satu fakultas di universitas negeri ternama di Kota Bandung, salah satu kampus yang menjadi pilihan favorit bagi para masyarakat di Jawa Barat untuk mengenyam pendidikan setelah mereka lulus sekolah.Bahkan, Caca dan istrinya pun kuliah di kampus ini sekarang, kampus yang mempunyai dua kampus besar di Sumedang dan di Kota Bandung ini pun sudah menjadi tempat bagi orang-orang seperti mereka terutama bagi masyarakat kampung untuk menaikan derajatnya, karena mereka adalah satu dari sekian ratus warga yang berkuliah di kampung tersebut, sehingga apabila mereka lulus derajat mereka akan naik secara otomatis di mata
"Ah enggak-enggak Yun, cuman aku hapal aja Kampung Parigi itu dimana, soalnya dulu pernah ke sana sama Bapak,” Kata Esih dengan nada yang malu . “Aduh, kok bisa pas KKN nya kesana ya, ada apa ini ya…..” Pikir Esih. “Hayo, melamun lagi, tuh tuh kan, kenapa jadi salting gitu Sih? ” “Jangan-jangan, ada sesuatu tuh disana, hayo cerita dong, jangan mendadak jadi salting begitu,” Kata Yuyun yang terus-menerus menggoda Esih di siang itu. “Ah kamu mah, engga kok gak ada apa-apa, asli deh sueeerr, ” Kata Esih sambil mengangkat kedua tangannya. “Aku kenal aja beberapa orang yang tinggal di Kampung Parigi Yun, salah satunya adik jurusan kita tuh, si Caca sama istrinya Euis. yang satu fakultas sama kita, dia anak Kades dari Kampung Parigi. Jadi kita punya akses lebih buat tanya-tanya tentang kampung itu dan bisa bikin program kerja lebih cepat dari mahasiswa lain. ” “Aku kenalin deh Yun sekarang, kebetulan aku kenal istrinya sewaktu ospek jurusan, dan kayaknya hari ini mereka lagi ada kelas
“Ahhh dah sampai juga nih di Kampung Parigi, udah dua belas jam kita di jalan, pegel banget sumpah nih badan, butuh seseorang yang memijatku malam ini, sepertinya eeeee…”“Eh Esih kemana kok ngilang?”“Yog, Mes, tahu Esih gak dimana, kok gak ada?” Kata Tama dengan tubuhnya yang kini dia regangkan di atas kasur kapuk yang di gelar di rumah tamu milik Pak Kades yang sengaja dia pinjamkan untuk mereka tinggal dalam beberapa bulan ini.“Noh lagi sama Pak Kades diluar, bukannya sopan ke Pak Kades dulu, ini malah langsung tiduran. ” Kata Yoga yang terlihat sedang mengeluarkan beberapa baju ganti di dalam tasnya pada saat itu.“Esih, Yuyun dan Citra, juga Epul. Nanti kalau ada hal yang didiskusikan untuk program kerja kalian, nanti bisa datang aja langsung ke Kantor Desa, atau kalau kalian mau agak nyantai bisa langsung ke rumah aja ya sambil ngopi. ” Kata Pak Kades dengan wibawanya yang terlihat jelas oleh mereka semua.“Sekarang kalian istirahat aja dulu, masalah sarapan nanti si Ibu nyuru