kasian si mang suhay? vote dan komen ya agar semangat saya ketika menulis bab selanjutnya terima kasih
Disumputkeun ku jurig, atau mungkin bisa disebut disembunyikan oleh hantu. Itu adalah kata yang tepat bagi mereka yang kini sedang terjebak di gunung atau disembunyikan dengan sengaja karena suatu hal yang ingin mengikat mereka dengan para makhluk.Kasus ini seringkali terjadi, terkadang bagi para makhluk yang membutuhkan suatu budak manusia yang akan berguna bagi dirinya. Mereka biasanya menyiapkan suatu rencana untuk memanggil para manusia itu dan menyesatkannya di dalam sana.Cepi, Gema, Mang Suhay dan Mang Badru mungkin adalah beberapa korban dari banyaknya para manusia yang terjebak di sana.Meskipun itu jarang terjadi, tapi ketika ada yang terjebak di dalam sana, biasanya hanya beberapa yang berhasil ditemukan kembali. Dan selebihnya hilang entah kemana.Kejadian yang menimpa Mang Badru sekarang pun terlihat mirip dengan kejadian yang pernah terjadi ketika aku kecil, kejadian yang membuat heboh satu kampung. Dan para warga kampung pun harus bahu membahu merelakan sebagian kebunn
Hosh hosh hosh,“Aku sudah tidak kuat, benar-benar sudah tidak sanggup lagi.”“Tolong kepada siapapun, tolong aku, tolong juga Mang Badru yang masih terjebak di kampung itu!”Mang Suhay kini tampak sangat lemas, tubuhnya sudah lunglai dan tidak berdaya. Wajahnya terlihat sangat pucat dan tertunduk dengan kedua tangannya yang menutupi kepalanya.Dia hampir menangis pada waktu itu, matanya sudah berkaca-kaca karena tidak tahan akan gangguan yang terjadi dalam semalaman ini.Dia kini sudah berada di dalam hutan Gunung Sepuh, sebuah hutan yang dikeramatkan oleh banyak orang. Dia sedang bersembunyi di salah satu pohon yang sangat besar, dengan lubang yang menganga di antara dahan pohon nya yang membuatnya bisa masuk dan bersembunyi di dalam sana.Denyut nadinya berdetak dengan sangat cepat, hembusan nafasnya terdengar sangat berat. Dia tidak tahu berapa lama dia berlari hingga dirinya bisa sampai ke tempat ini, dia tidak menyangka bahwa dirinya akan mengalami kejadian seperti ini. Kejadian
Gunung Sepuh itu misterius, entah ada apa di dalamnya hingga tempat itu bisa seperti ini. Aura yang kuat seringkali menarik orang-orang yang berkepentingan kesana, menarik mereka dengan godaan-godaan duniawi agar hidupnya bisa lebih sukses dari sebelumnya.Namun, dibalik itu semua, ada aura lain yang seringkali menjebak para manusia di dalam sana, membuat mereka tidak bisa pulang dengan cara yang unik.Ada yang disesatkan di dalam sana.Ada yang sengaja di undang untuk menetap di dalam sana.Bahkan,Ada yang sengaja di jadikan tumbal di dalam sana.Semuanya bercampur menjadi satu, keburukan akan sifat manusia yang seringkali mengorbankan manusia lain untuk kepentingan dirinya sendiri seringkali terjadi di gunung ini.Semua transaksi, semua ritual, semua perjanjian dengan mereka sudah menjadi kebiasaan yang berlangsung selama puluhan bahkan mungkin ratusan tahun lamanya.Dimana banyak dari mereka yang akhirnya tenggelam dalam jeratnya, dan tidak bisa melepas jeratan itu hingga mereka m
“Amaaattttt, Mau kemana kamuuuu?” Hahahahaha Hahahahaha Krosak, krosak Suara dari Nyi Laras yang terlihat sedang mempermainkanku dan Mang Badru terdengar dengan sangat keras menggema di udara di tengah-tengah kebun depan warung yang luas yang berbatasan langsung dengan Gunung Sepuh. Di dalam kegelapan malam, aku berlari bersama Mang Badru pada malam itu, berusaha menjauh dari Nyi Laras yang tiba-tiba muncul entah dari mana dengan wujud yang sebenarnya. Aku yang mencoba untuk membawa Mang Badru ke tempat yang aman satu-satunya yaitu di dalam warung, aku yakin jika di warung para makhluk tidak mungkin bisa mereka datangi dengan mudah, karena warung bisa menjadi tempat teraman bagi para manusia. Karena, warung adalah satu-satunya tempat yang dijaga oleh sang penguasa gunung, dan para makhluk tidak akan bisa semena-mena mendekati warung, selain untuk tujuan ingin dilayani oleh penjaga warung. Bukannya aku tidak berani berhadapan dengan Nyi Laras pada malam itu, namun satu nyawa manu
Tepat di saat Mang Badru dan aku yang terpojok akibat dari kedua makhluk yang kini berada di depanku dengan wujud aslinya, aku dikagetkan dengan sebuah suara yang menggelegar. Suara yang membuat dedaunan di kebun tersebut bergetar saking kerasnya. Suara angin yang tiba-tiba bergemuruh kencang bahkan dedaunan dari rumpun bambu yang tiba-tiba jatuh ke tanah dengan lebatnya, membuat aku yang sedang bersama Mang Badru dan kedua makhluk itu tiba-tiba terdiam. Bahkan, tubuh kedua makhluk itu terdiam. Apalagi tubuh dari ular putih besar yang disebut Nengsih oleh Mang Badru tiba-tiba tubuhnya kaku. Kepalanya hanya melihat ke sekeliling pepohonan seperti ingin mengetahui asal suara yang terdengar olehnya tersebut. Aku yang paham atas sikap mereka juga langsung waspada, suara ini bukan sebuah suara dari makhluk yang bisa diremehkan. Bisa jadi, ini adalah makhluk yang melebihi mereka, karena suaranya saja bisa membuat mereka terdiam seperti ini. Meskipun, Srekkkkkkk Ular besar yang bernama
Gunung Sepuh memang terlihat kecil, jika dibandingkan gunung-gunung tinggi yang berada di Jawa Barat. Namun, Gunung Sepuh tidak bisa dianggap remeh oleh semua orang yang masuk ke dalam sana.Orang yang sengaja mendaki Gunung Sepuh untuk memenuhi keinginannya pun hanya datang ke tempat-tempat yang gampang dilalui oleh manusia, melakukan suatu ritual dan perjanjian, sebelum akhirnya kembali pulang, menunggu apa yang mereka inginkan terkabul dengan bantuan para makhluk yang tinggal disana.Mereka tidak menyadari, bahwa banyak sekali medan-medan yang berbatu dan terjal, juga tebing-tebing yang menjulang tinggi yang tidak bisa mereka raih dengan kedua tangan mereka. Mereka semua hanya mengikuti arahan suatu makhluk yang harus mereka temui terlebih dahulu agar jalan ke tempat ritual terbuka secara perlahan dan mereka hanya berjalan melalui jalan tersebut tanpa hambatan.Namun, apabila mereka mencoba merangsak masuk ke dalam hutan, tanpa ada bantuan dari makhluk yang bernama aden-aden yang h
“Ayo Kang, sedikit lagi kita akan sampai ke depan warung. Akang bertahan ya!” Kataku sambil menarik Mang Badru yang kini kondisinya tampak parah dari sebelumnya. Aku benar-benar tidak menyangka, bahwa tangan besar itu muncul secara tiba-tiba di atas kita semua dan langsung mengepalkan telapak tangannya dan memukul Nyi Laras dengan sekuat tenaga dan menarik ekornya dengan sangat kuat. Hal itu membuat sebuah hembusan angin yang sangat besar, yang seketika mematahkan beberapa batang pohon jati yang masih ditanam di kebun tersebut dan batangnya terlempar ke arahku dan Mang Badru pada saat itu. Makhluk itu hanya tertawa, ketika dia melihatku tertimpa pohon jati yang terhempas ketika dia muncul dan menarik dua siluman ular itu agar bisa menjauh dari ku. Hahahaha Hahahaha Hahahaha “Bawa manusia itu pulang Amat, dia beruntung pada malam ini, karena ada satu manusia yang menyuruh bawahannya datang kepadaku untuk melepaskan kalian.” “Sehingga aku berbaik hati melepaskan kalian,” “Silahk
Tubuhku yang terbaring lemas di tengah-tengah jalan, secara tiba-tiba merasakan sesuatu yang hangat yang terasa oleh tubuhku pada saat itu. Suatu kehangatan seperti sinar matahari pagi yang menyinari tubuhku dan memaksaku untuk membuka mata secara perlahan pada saat itu. Mataku akhirnya terbuka secara perlahan, seketika aku melihat sama-samar kondisi warung yang tampaknya sama dan sama sekali tidak berubah pada waktu itu. Aku juga sempat melihat ke atas dan matahari tampaknya sudah bersinar sangat terang di atas sana. Aku pun berusaha untuk berdiri di pagi itu, mencoba membersihkan baju yang kini tampak kotor karena debu-debu yang menempel dengan menepuk-nepuknya beberapa kali agar terlihat bersih. Para warga terlihat berlalu lalang dengan segala aktivitasnya pada pagi itu, mereka terlihat sangat sibuk datang dan pergi melewati warung dan rumahku yang letaknya tak jauh dari sana. Dengan baju kotornya mereka berjalan melewatiku, membawa cangkul, membawa alat untuk menyiram tanaman,
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men