Bagaimana nasib mang suhay dan mang badru? bagaimana nasib cepi dan gema? serta apakah hidup odeng sudah tenang sekarang? bagaimana pak uki bisa menyelamatkan cepi? dan juga, bagaimana amat melihat kejadian ini? apakah dia akan membantu atau akan diam saja di warung?
Di Saat yang bersamaan, Pak Uki masih berdiri di tengah-tengah kebun teh yang gelap itu. Bersamaan dengan sosok Nenek yang seringkali muncul di tengah-tengah kebun teh dan seringkali menghalangi manusia yang akan datang ke Gunung Sepuh. Meskipun, semua tindakannya diabaikan oleh para manusia itu, karena mereka sudah terbutakan oleh ambisinya untuk mendapatkan kekayaan dan kejayaan dengan instan di dalam gunung. Nenek tersebut tidak berwujud sebagai makhluk yang menyeramkan, giginya tidak bertaring, wajahnya tidak menakutkan, pakaian yang dia kenakan pun terlihat rapi tidak kotor dan berdarah-darah seperti makhluk lainnya. Dia mewujudkan dirinya sebagai Nenek-nenek biasa, yang sering kali muncul sambil membawa kayu bakar di tengah-tengah kebun teh yang luas tersebut. Para warga di Kampung Sepuh, atau para warga yang melintas di jalur tersebut, seringkali menyebut sosok itu dengan nama Nini Enteh, yang berarti Nenek Teh. Karena wujudnya sering kali memunculkan dirinya di tengah-tenga
Esih, adalah anak yang sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang keilmuan yang Bapaknya pelajari dan apa dampak yang terjadi pada dunia ini, tentang adanya suatu kegelapan yang menyelimuti dunianya ketika malam hari, juga tentang hal-hal yang aneh yang sering kali dia temui di dalam rumahnya ketika ditinggal sendirian disana. Pak Uki sama sekali tidak mengajarkan Esih apapun, dia hanya memberikan cerita-cerita tentang mitos dan legenda-legenda dari tanah Pajajaran agar Esih tahu bahwa para makhluk tersebut ada. Agar Esih tidak terlalu penasaran hingga akhirnya mendalami apa yang bapaknya pelajari semasa hidupnya. Kekhawatiran atas anak semata wayangnya membuat Pak Uki hanya mempercayakan Esih untuk di jaga oleh salah satu sosok yang awalnya menjaga ibunya secara turun-temurun, menjaga dari para makhluk yang ingin mengganggunya. Juga dari para manusia yang ingin menggodanya. Sehingga, hingga saat ini. Esih jarang sekali didekati oleh teman kuliahnya, karena apabila ada salah satu laki-la
Nasib Esih tampaknya sungguh berbeda dengan nasib yang dialami oleh Mang Suhay dan Mang Badru. Film terakhir sedang di putar sekarang, Sebuah film yang ditunggu-tunggu, karena filmnya sangat terkenal sangat luas setelah film anak ajaib yang sudah diputar sebelumnya. Film yang menceritakan tentang seorang ibu yang menjadi pengabdi dari sekte setan yang mempunyai ritual yang aneh agar dia bisa mempunyai anak. Namun karena tidak mau menyerahkan anak bungsu yang dijanjikan sesuai kesepakatan sebelumnya kepada sekte tersebut, akhirnya keluarga itu diteror oleh hantu-hantu yang bergentayangan disana. Mang Suhay dan Mang Badru kini hanya terduduk tidak berdaya di depan Nengsih, Bu Laras, dan sosok bayangan besar yang ada di belakangnya. Sesosok yang wujudnya tidak terlihat dengan jelas oleh mereka berdua, yang terlihat hanyalah asap dari cerutu yang dia hisap oleh kedua mulutnya. “Teh Nengsih, kenapa kita harus duduk disini, film masih diputar, kalau ada apa-apa nanti penonton pada protes
Pagelaran layar tancap yang sering diadakan di kampung-kampung pada tahun itu, memang seringkali ada kejadian-kejadian mistis yang tak jarang dialami oleh para warga yang sedang menonton, atau oleh pemiliknya sendiri. Memang, target pasar mereka yang ke kampung-kampung di daerah pegunungan. Pasti sering melihat ada sesuatu yang aneh di antar penonton, ada suatu kejadian kesurupan di tengah-tengah film. Bahkan ada kejadian-kejadian yang muncul diluar nalar yang mengakibatkan layar tancap yang mereka gelar harus dihentikan sementara. Meskipun, hal itu hanya sesaat saja. Semakin lama mereka berdua berkecimpung di dunia layar tancap itu, mereka semakin paham dan tidak terlalu memperdulikan atas apa yang terjadi di malam itu. Saking terbiasanya akan hal tersebut, mereka menganggap di malam tersebut akan seperti malam-malam biasa di dalam hidupnya, dan akan menjadi pembicaraan para warga ketika pagi menjelang. Namun, berbeda dengan sekarang. Dia tidak lagi melihat para makhluk yang muncu
Sudah hampir lima belas menit yang Esih habiskan untuk berjalan menyusuri kebun teh dan perkampungan. Dia kini masih berjalan melewati rumah-rumah di Kampung Sepuh yang gelap, wajahnya tampak kebingungan sekarang, karena warung yang sedang dia cari-cari tampaknya belum terlihat oleh kedua matanya pada saat itu. “Mana warungnya, perasaan dari tadi hanya ada rumah-rumah yang tampak sepi,” Pikir Esih yang masih berjalan dengan lampu minyaknya yang menyala dan menerangi langkah kakinya di malam tersebut. Pikiran Esih sangat tenang, dia tidak merasakan takut ketika berjalan sendirian di tengah malam dan hanya ditemani oleh satu cahaya dari lampu minyak yang dia pegang. Karena mungkin dia sudah terbiasa dengan hal-hal yang dilakukan oleh bapak dan pamannya dari Esih kecil hingga kini dia kuliah, makanya Esih tidak pernah merasa takut ketika sedang berada dalam kegelapan. Meskipun, ada sesuatu yang membuat Esih tidak pernah sekalipun diganggu oleh para makhluk kecuali para makhluk yang ada
Di sebuah kampung yang sangat terang benderang oleh cahaya-cahaya obor yang menyala di kiri dan kanan jalan, terdapat seseorang yang sedang duduk dan menyender ke arah dinding suatu rumah di tempat tersebut, nafasnya terengah-engah dengan wajah yang sangat pucat. Beberapa kali dia melihat ke arah jalan, yang tepat berada di depan rumah itu untuk melihat situasi akan keadaanya sekarang. Dia tidak menyangka bahwa apa yang dia lakukan pada malam ini akan berakhir seperti ini, menjadi sesuatu yang sangat menakutkan bagi dirinya, dan mungkin saja ini adalah malam terakhir bagi hidupnya apabila dia tidak selamat pada malam ini. Haaaaaah haaaaah haaaah “Aku sudah beberapa kali berlari melewati rumah-rumah ini hingga kedepan sana, tapi aku tetap kembali lagi ke tempat ini seperti tidak ada jalan yang bisa membuatku keluar dari tempat yang mengerikan ini,” Kata Mang Suhay sambil menoleh secara perlahan ke arah jalan sambil ketakutan. Detak jantungnya berdetak dengan sangat kencang, suara na
Di satu sisi, tampaknya Nyi laras menyadari bahwa ada sesuatu yang mendekat dari luar pasar. dua sosok manusia yang mendekati mereka secara perlahan, dan mungkin saja, dua manusia itu akan menganggu dirinya, juga para makhluk yang kini bersorak sorai di pasar yang sedang mereka tempati pada saat ini. “Gusti, sigana mah aya sababaraha jelema anu datang ka pasar ieu. (Tuan, sepertinya ada beberapa manusia yang datang ke tempat ini.)” “Maranehna datang ti dua arah gusti, anu hiji ti tukang, anu hiji deui ti belah kidul ti arah warung nu boga gusti. (Mereka datang dari dua arah tuan, yang satu dari belakang, yang satu lagi dari arah selatan dari warung kepunyaan tuan.)” Nyi Laras mengangkat tubuhnya ke atas, hidungnya yang kini mempunyai penciuman yang sangat tajam merasakan sesuatu yang aneh, yang sedang datang untuk menerobos masuk ke arah pasar. Dan mereka adalah orang-orang yang mungkin saja bisa mengganggu Nyi Laras atas apa yang sedang mereka kerjakan sekarang. Ekor ularnya kini
Disumputkeun ku jurig, atau mungkin bisa disebut disembunyikan oleh hantu. Itu adalah kata yang tepat bagi mereka yang kini sedang terjebak di gunung atau disembunyikan dengan sengaja karena suatu hal yang ingin mengikat mereka dengan para makhluk.Kasus ini seringkali terjadi, terkadang bagi para makhluk yang membutuhkan suatu budak manusia yang akan berguna bagi dirinya. Mereka biasanya menyiapkan suatu rencana untuk memanggil para manusia itu dan menyesatkannya di dalam sana.Cepi, Gema, Mang Suhay dan Mang Badru mungkin adalah beberapa korban dari banyaknya para manusia yang terjebak di sana.Meskipun itu jarang terjadi, tapi ketika ada yang terjebak di dalam sana, biasanya hanya beberapa yang berhasil ditemukan kembali. Dan selebihnya hilang entah kemana.Kejadian yang menimpa Mang Badru sekarang pun terlihat mirip dengan kejadian yang pernah terjadi ketika aku kecil, kejadian yang membuat heboh satu kampung. Dan para warga kampung pun harus bahu membahu merelakan sebagian kebunn