Gema yang kini fokus dengan ritualnya yang kini sudah hampir selesai. Menyan, telur, kopi hitam, kelapa muda dan hal-hal yang lainnya sudah di persiapkan semua. Asap dari menyan mengepul ke atas menutupi langit dengan semerbak harum yang tercium oleh mereka semua, belum lagi dair bau hanyir telur yang sengaja gema pecahkan di pinggir menyan tersebut.Bahkan Kopi hitam yang di seduh, sengaja Gema tumpahkan di atas telur mentah dan mengambil ampas dari kopi itu untuk mereka oleskan ke ayam yang akan mereka bawa pada malam itu. Sungguh ritual yang sangat aneh. namun meskipun begitu, tekanan yang mereka rasakan terasa sangat kuat, tekanan dari banyak sekali mata yang mengawasi mereka dari sela-sela pepohonan yang tinggi besar di ujung sana yang tatapanya tepat ke arah mereka semua. Ritualnya belum selesai, beberapa kali Gema berhenti sejenak karena hawa yang mereka rasakan sangat menusuk kulit. Namun, tinggal satu lagi yang harus mereka siapkan, yaitu kembang tujuh rupa, yang menjadi s
Suara itu keluar, seperti suara orang yang ketakutan setengah mati di dalam sana. Cepi yang masih berada diluar hanya bisa terdiam, karena dia tidak tahu apa yang Odeng temui di dalam gunung pada malam itu.“Deng, Odeng kamu gak apa-apa?”Cepi berteriak-teriak di depan gerbang, mencoba memanggil Odeng yang terdengar kesakitan di dalam sana. Namun, hanya dua kali dia berteriak kesakitan, selebihnya dia tidak mendengar apapun lagi setelah mendengar teriakan Odeng yang berada di dalam hutan.Meskipun suara itu terasa samar, karena suara tersebut terdengar di dalam hutan yang ada di depannya. Namun Cepi yakin, itu adalah suara Odeng, karena dia adalah orang kedua yang masuk sebelum dirinya.Cepi kini ragu, dia seperti tidak ingin melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam hutan Gunung Sepuh pada saat itu, tapi pikirannya berkata lain. Apalagi teriakan Odeng seperti teriakan dari seseorang yang kesakitan akan sesuatu.Namun, dia sudah tanggung berada sampai disini, juga sudah membeli segala
Suasana hutan yang sangat gelap membuat Cepi berjalan lebih pelan, meskipun gelapnya hutan di Gunung Sepuh sama gelapnya dengan gunung-gunung yang sebelumnya dia masuki beberapa waktu yang lalu.Namun, kali ini berbeda, dia merasakan suatu hawa keberadaaan yang sangat kuat di sekitar dirinya, mengawasi dirinya dari sela-sela pepohonan yang gelap, dan mencoba menunggu yang tepat untuk muncul di hadapannya.Cepi, Gema, dan Odeng kini seperti orang-orang yang ingin melakukan ritual di dalam gunung. Mereka akan diuji oleh para makhluk yang tinggal di antara gerbang hingga ke lapangan tempat aden-aden berada. Dan mereka harus tahan akan ujian itu karena biasanya para makhluk itu akan menakut-nakuti mereka sebelum mereka tiba di lapangan pertama dan membuka jalan untuk ke tempat ritual yang mereka tuju di dalam gunung.“Bu, Pak, kok gak pada beli sih, beli dong ayamnya, aku mau kaya nih,” Kata Cepi dengan nada yang mulai meninggi, karena sudah sepuluh menit berjalan dia masih belum menemuka
Gunung Sepuh memanglah unik, mungkin bagi semua orang yang bisa melihat para makhluk dengan keilmuan mereka, mereka akan tercengang atas apa yang mereka lihat.Gunung Sepuh mempunyai hirarki tersendiri, seperti sebuah kerajaan besar yang berbenteng-benteng. Dan berdiri dengan megah dan kokoh dengan penjagaan yang sangat ketat apabila ingin bisa masuk ke lingkungan paling dalam.Bahkan, makhluk-makhluk yang tinggal di sana mempunyai tempat-tempat tertentu, yang tidak akan saling mengganggu dan saling menghormati sama lain di antara area mereka.Gunung Sepuh mempunyai banyak pintu masuk, dan pintu masuk yang paling sering manusia lewati adalah pintu masuk yang disebut gerbang oleh para warga Kampung Sepuh, dan kini sedang dimasuki oleh Gema, Odeng dan Cepi yang pada malam ini yang sedang berada di dalam hutan.Area ini bisa disebut sebagai area terluar, area yang landai dan sedikit menanjak, dengan vegetasi tumbuhan yang lebat juga semak-semak belukar yang memenuhi setiap kiri dan kanan
Gunung Sepuh yang penuh misteri, terkadang melahap siapa saja yang masuk ke dalamnya pada malam hari. Banyak sekali kasus orang yang hilang seperti ditelan bumi ketika mereka datang ke Gunung Sepuh, mereka tidak menyangka, bahwa gunung tersebut adalah tempat tinggal terakhir mereka selama hidup dan menghilang selamanya disana. Meskipun, berita tentang kehilangan orang-orang tersebut jarang sekali terdengar. Atau memang sengaja ditutup-tutupi oleh para warga Kampung Sepuh pada saat itu. Mereka hanya mencari satu atau dua hari saja ke dalam hutan. Selebihnya, mereka akan membiarkan mereka yang hilang di dalam hutan dengan segala kemungkinan yang mungkin saja sedang sekarat atau meninggal di dalam sana. Jalanan yang terjal ketika kita melewati lapangan yang menjadi titik pertama pendakian di Gunung Sepuh, juga banyak sekali jurang-jurang, gua, air terjun serta semak-semak yang bisa membuat mereka terperosok bahkan sampai mereka semua tersesat dan kehilangan arah untuk bisa kembali, mem
Pintu masuk Gunung Sepuh memang banyak, meskipun para manusia sering kali masuk ke jalur Kampung Sepuh, karena itu adalah satu-satunya jalan yang paling mudah ditempuh daripada jalur-jalur lain yang lebih terjal dan lebih curam untuk ditelusuri, namun banyak juga orang yang datang ke Gunung Sepuh melalui jalan-jalan yang lain. Karena mungkin dia tidak ingin apa yang dia lakukan di ketahui oleh warga Kampung Sepuh. Ada sebuah jalan, sebuah pintu masuk yang letaknya berbatasan langsung dengan kebun teh yang sangat luas, kebun teh yang membentang sebanyak ratusan hektar dan berakhir di Gunung Sepuh sebagai pembatasnya, sebuah pintu masuk kecil yang telah lama tidak terpakai, sehingga jalanan setapaknya pun dipenuhi oleh daun-daun kering yang menutupi jalanan tersebut selama bertahun-tahun. Namun kini, terdengar sebuah langkah kaki. Langkah kaki yang melewati jalanan tersebut dengan suara daun-daun kering yang terinjak oleh kakinya di tengah malam. Srak, Srak, Srak, Orang tersebut berj
Pada pagi ini, di depan warung. tampak ramai para warga yang berkumpul, terutama para laki-laki yang duduk dan bercengkrama satu sama lain dengan kopi dan rokok yang mereka hisap, juga dengan makanan ringan yang mereka makan untuk menemani mereka ketika sedang berkumpul pada pagi itu.Rasa dingin yang menusuk kulit mereka rasakan, sehingga mereka sekarang memakai jaket tebal, sarung, bahkan topi kupluk untuk menghangatkan tubuh mereka semua.Sudah beberapa hari ini mereka terlihat rajin berkumpul di depan warung, bahkan mengalahkan matahari yang beberapa menit lagi baru menampakan dirinya di belakang Gunung Sepuh dengan sinarnya yang hangat.Mereka sangat kompak keluar rumah ketika suara kokok ayam pertama terdengar di hari itu, dan berkumpul di depan warung dengan api unggun yang sengaja mereka bakar di sisi jalan untuk menghangatkan tubuh mereka semua.“Udah hampir tiga hari nih Mang, mereka belum keluar juga,” Kata Mang Yayat kepada Mas Parto pada saat itu.Mas Parto yang kini di t
Satu bulan telah berlalu dengan begitu cepat, kabar hilangnya Cepi dan Gema belum disadari oleh keluarga mereka. Odeng rupanya sengaja membuat surat, surat yang berisi seolah-olah kedua orang tersebut yang menulis, akan kepergiannya dari Kota Bandung dan bekerja diluar pulau karena ada proyek perkebunan kelapa sawit yang ada disana. Uang gaji yang biasa dikirimkan oleh Cepi dan Gema kepada keluarga mereka, kini Odeng kirimkan juga. Apalagi Odeng seringkali mengantar mereka berdua ke kantor pos untuk mengirim uang ketika mereka masih bekerja di satu tempat yang sama. “Duh laper, sepertinya nyari warung padang buat sarapan enak.” “Eh tapi warung padang di sekitar sini sudah pada didatangi semua, aku harus pergi agak jauhan.” Pikir Odeng, yang kini baru saja keluar dari kantor pos untuk mengirimkan uang kepada keluarga Gema dan Cepi di pagi itu. Odeng kini sudah pulang, di salah satu pinggiran kota kecil di daerah Bandung Barat. Namun, keluarganya tampak tidak tahu menahu tentang apa