Arumi mengemudikan mobilnya dengan santai, tapi dalam hatiku tak bisa sesantai itu. Aku benar-benar penasaran apa yang akan dilakukan Arumi di rumah mama nanti. "Va, ngelamun terus." Arumi menoleh sekilas lalu kembali fokus dengan laju mobilnya. "Rada takut aku, Mi. Takut kalau sakit jantung mama kambuh gimana?" Aku menatapnya lekat. Meski sanksi dengan sakit jantung mama, tapi aku masih takut jika terjadi sesuatu padanya saat Arumi membeberkan bukti tentang menantu kesayangannya. "Yakin banget mama mertuamu itu punya riwayat jantung?" Arumi kembali menoleh sekilas lalu tersenyum tipis. Aku hanya menghela napas sembari mengedikkan bahu. Entah. Jikalaupun mama hanya pura-pura sakit jantung, masa iya dia sampai melakukan hal konyol begitu demi keinginannya dipenuhi oleh Mas Amran? Apa mama nggak takut kena adzab beneran jika pura-pura sakit begitu? "Kadang, orang bisa menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan, Va. Makhluk di bumi ini beragam dan semua tak
"Mama tahu maksud kamu, La, tapi mama juga tahu bagaimana maksud Amran. Kamu hanya ingin mengakhiri karirmu dengan sempurna, sampai kontrak habis, tapi di sisi lain Amran juga nggak mau kamu ikut pergaulan teman-temanmu yang nggak bener itu. Apalagi dia lihat sendiri kamu pulang dalam keadaan mabuk dan pakai pakaian seksi seperti beberapa hari lalu. Wajar jika Amran berpikir macam-macam kan?" Aku tak tahu jawaban Lala, mungkin dia hanya diam saja atau sekadar menghela napas sebab mama melanjutkan kalimatnya lagi. "Amran hanya nggak ingin istrinya terjerumus pergaulan buruk di luar sana. Walau bagaimanapun kamu adalah istrinya, La. Baik buruknya seorang istri akan menjadi tanggungjawab suaminya. Mama papa kamu pasti juga akan menyalahkan Amran kalau kamu ikut pergaulan seperti itu. Tolong, mengertilah." Nasehat mama lagi. "Iya, Ma. Aku tahu itu. Aku juga sudah minta maaf sama dia dan janji nggak akan ngulangi kesalahan yang sama. Lagipula saat itu bukan disengaja, Ma. Aku dijebak tem
"Apa-apaan kamu, Mi! Kamu orang luar, jadi jangan sok ikut campur masalah keluargaku. Paham?!" Lala begitu kalap. Kedua matanya memerah menahan amarah. "Diam kamu, La. Biarkan Arumi memutar videonya!" Aku tak mau kalah, berusaha melindungi Arumi dengan caraku. Dia menepis kasar handphone Arumi yang masih memperlihatkan video Lala dengan laki-laki itu saat di cafe. Terdengar jelas di telinga ancaman laki-laki itu yang ingin merasakan kembali malam pertama dengan Lala jika tak ingin karirnya hancur. Bahkan laki-laki dalam video itu pun sudah tahu jika Lala telah menikah siri dengan Mas Amran. "Ayolah, Sayang. Kita nikmati malam itu kembali. Bukankah sekarang kamu sudah sah menjadi istrinya? Tak masalah bukan jika aku menginginkan jatahnya sewaktu-waktu? Aku rindu, La. Aku sangat merindukanmu. Aku benar-benar merasa kehilangan saat kamu menghilang begitu saja dua tahun belakangan." Suara laki-laki itu kembali terngiang di kepala. Ternyata Arumi benar. Dia memiliki bukti foto dan vide
"Ya Allah, Ma. Jadi mama lebih percaya sama perempuan itu daripada sama menantu mama sendiri? Mama tahu sendiri kan kalau dia sahabat baiknya Zilva. Mereka berdua pasti sekongkol buat hancurin aku, Ma. Jangan-jangan laki-laki itu orang suruhannya. Sengaja bilang begitu di saat aku mabuk dan tak terlalu sadar dengan apa yang terjadi saat itu. Ma, percayalah. Aku nggak seburuk itu. Aku tetap Lala yang mama kenal dulu," rengek Lala sembari menggenggam punggung tangan mama. "Apa buktinya, La? Di situ kamu masih setengah sadar kok. Kamu bilang kalau waktu itu sebuah kekhilafan dan kamu nggak mau melakukannya lagi. Jadi, artinya kamu memang pernah melakukan hubungan suami istri dengan lelaki lain dan itu bukan Amran kan? Kamu pernah berzina sebelum menikah dengan anakku!" ucap Mama dengan sedikit penekanan. Dia menatap lekat menantu kesayangannya itu. "Foto-foto itu nggak cuma di cafe, La. Foto-foto yang mama lihat tadi ada di beberapa tempat berbeda. Jadi, selama ini kamu berpura-pura po
"Kedua orang tuamu nggak tahu kalau kamu pernah berzina sebelum menikah dengan Amran, La? Apa mereka juga seperti mama, menganggap kamu masih menjadi Lala yang manis, lembut dan tak pernah neko-neko?" Pertanyaan kedua mama kembali membuat Lala tercekat. Dia masih bergeming sembari melirikku sesaat. "Bagaimana jika kedua orang tuamu tahu pergaulanmu di luar sana ternyata sebebas itu? Bahkan kamu berzina sebelum menikah?" Mama kembali mencecar, membuat Lala semakin gelisah. Dia berulang kali menata letak duduknya karena salah tingkah dan kini sepertinya dia mulai drama lagi."Ma ... semua itu tak seperti yang mama kira, percayalah. Aku dijebak, Ma. Saat itu aku benar-benar kecewa, patah dan sakit hati melihat orang yang kucintai menikah dengan perempuan lain. Aku pergi ke cafe dan bertemu laki-laki itu. Entah apa yang kuminum hingga tak sadarkan diri. Bangun tidur ternyata aku sudah dibawa ke hotel. Aku nggak berani cerita apapun pada papa dan mama. Mereka pasti sangat kecewa, Ma. Apal
"Jadi, mama memberiku kesempatan kedua untuk menjadi menantu dan istri Mas Amran yang baik kan?" Lala mulai berbinar dengan senyum tipis di kedua sudut bibirnya."Iya, mama kasih kesempatan kamu karena mama tahu kamu tak seburuk itu. Bukankah setiap orang berhak diberi kesempatan kedua? Boleh jadi, dengan kesempatan itu bisa kamu manfaatkan sebaik-baiknya dan kalian berdua akan menjadi sepasang suami istri yang saling memaafkan, saling support dan bahagia selamanya." Mama menghela napas lalu mengusap lengan Mas Amran perlahan. "Ma ... dia sudah berdusta dan dustanya cukup fatal, Ma. Amran bisa memaafkan, tapi nggak bisa kembali sama dia. Bahkan tiap kali mau berhubungan badan, bayangan laki-laki itu selalu terngiang di kepala. Gimana mama mau punya cucu kalau berhubungan badan saja Amran enggan?!" Kedua mata mama membulat lebar. Tak hanya wanita itu, tapi semua yang mendengar keluh kesahnya pun cukup kaget dibuatnya, termasuk aku. Kupikir selama ini Mas Amran begitu menikmati status
"Mas, ini plat nomor mobil yang nabrak aku beberapa hari lalu. Aku sudah fotokan. Mungkin kamu bisa cek atau usut siapa pelakunya." Kuperlihatkan foto plat mobil itu pada Mas Amran. Masalah yang seharusnya kupikirkan justru terabaikan gara-gara membahas soal Lala dengan segala dustanya. "Mobil ini yang mengikutiku sejak keluar dari cafe, Mas. Kamu juga sudah mendengar cerita itu dari Mas Zain kan? Saat itu dia juga sempat curiga makanya ikut mengawasiku dan ternyata dugaannya nggak keliru. Supir mobil itu memang sengaja ingin mencelakakanku," ucapku lagi saat lelaki itu duduk di sampingku. Kami masih ngobrol santai di halaman samping sembari minum teh. Sengaja menikmati senja berdua. "Iya, Sayang. Zain sudah cerita soal ini dan dia juga yakin kalau mobil itu yang nabrak kamu. Hanya saja dia tak sempat menghafal nomor mobil itu. Beruntung kamu sudah memfotonya lebih dulu. Setidaknya lebih memudahkanku mengusut masalah ini." Mas Amran mengusap pelan puncak kepalaku lalu menariknya per
[Mas, perempuan itu ke mall dengan seorang lelaki] Pesan baru muncul di layar dari seseorang yang bernama Roby. Sepertinya itu asisten Mas Amran untuk membantunya menyelidiki masalah ini. [Kirim fotonya, saya pengin lihat apakah dengan lelaki yang sama atau berbeda. Jangan sampai ketahuan dan ikuti ke manapun mereka pergi] Tak lama setelahnya, foto Lala dengan lelaki itu pun muncul di layar. Tak hanya aku yang shock, tapi juga Mas Amran. Benar dugaannya, Lala pergi ke mall dengan laki-laki itu. Gibran. Ternyata mereka masih berhubungan, sekalipun kulihat wajah Lala yang muram entah karena apa. "Lihatlah, Sayang. Kebohongan-kebohongan lain akan bermunculan dan kita siap-siap menang." Mas Amran kembali menggenggam tanganku lalu menciuminya. Tak terasa kedua pipiku pun basah. Aku tak tahu apakah harus senang atau bahagia melihat kejadian ini. Aku bahagia karena sebentar lagi mama akan tahu bagaimana wajah asli menantu kesayangannya itu. Namun, di sisi lain aku terluka melihat suami