Benar saja. Dia mengangkat senjata dan bersiap menembakku.“Bersiaplah Vaniaaa!!!” teriak Hendra membahana. Namun kurasakan ada getaran pada suaranya. Entah apa yang tengah dirasakannya.Tiba-tiba jiwa terasa hampa. Orang yang selama ini sangat kucinta akan menghabisi nyawaku. Bayangkan saja bagaimana perasaanku. Hancur, sedih dan kecewa. Berbagai perasaan berkecamuk dalam dada.“Hendra! Apa salahku padamu. Aku selalu mendukung setiap langkahmu. Saat kau jatuh aku selalu membantumu untuk bangkit. Saat kau sakit, kemana wanita-wanita teman ranjangmu. Hanya aku yang mau merawatmu sampai kau membaik. Kau pikir aku tidak tahu, berapa puluh kali kau berganti teman ranjang. Aku tetap diam walau sakit. Bahkan kalau membahasnya, kau akan menampar dan juga memukuliku. Aku tetap diam dan setia kepadamu. Apa salahku hingga kau ingin melenyapkanku?!” beruntun pertanyaan yang kuajukan kepadanya. Rasanya sudah cukup bersabar menghadapi kekasaran dan juga perselingkuhannya.“Kau mau tahu jawabannya
Aku memegangi kepala yang terasa sangat sakit. Pukulan tadi mengenai pelipis hingga membuat kepala seperti mau pecah. Punggungku juga sama. Sakit sekali. Rasanya tubuhku sudah tak kuat menahan kepala.Aku harus segera mengakhiri semua ini. Tubuh ini kian letih. Percuma mengulur waktu , kalau tak ada kesempatan untuk membuat sebuah kesepakatan. Harus memutuskan segera. Aku atau dia yang mati.Menegakkan kepala dan menatap suamiku dengan tajam. Sudut bibirnya yang ditarik ke atas menunjukkan betapa dia mengejek dan merendahkanku.“Kau mau menembakku? Ayo tembak saja!” sentakku dengan tegas.Tanpa ragu aku mendekat ke arah suamiku.“Cepat tembak aku, Mahendra! Cepat!” teriakku dengan kesal.Hendra berjalan mundur. Wajahnya terlihat tegang. Sekilas aku melihat ada gurat keraguan dalam sorot matanya. Aku tak peduli lagi. Yang kutahu, lelaki di hadapan sudah siap untuk membunuhku dengan senjata api di tangan.“Ayo, tembaklah istrimu ini! Jangan ragu. Atau kau yang akan menyesal karena akul
“Jangan Vania! Jangan lakukan itu. Aku akan penuhi apapun keinginanmu. Yang penting kau lepaskan Clarista. Aku mohon.” Tiba-tiba Hendra berlutut di hadapanku memohon belas kasih.Aku menyunggingkan senyum sinis. Rupanya suamiku ini takut kehilangan calon istri barunya. Dia mencoba bernegosiasi denganku. Baiklah. Akan kuladeni sejauh mana permainannya.“Kau takut, Mahendra?! Apa kau sangat mencintainya?” tanyaku dengan dada bergemuruh. Dengan mata kepalaku sendiri aku melihat suamiku membela selingkuhannya.“Aku ... aku ....”“Baiklah. Apa kau yakin akan memenuhi segala permintaanku untuk menukar nyawa dari selingkuhanmu ini?!”“Aku janji. Apapun itu!”“Yank. Kau jangan bodoh! Wanita ini pasti akan meminta seluruh hartamu!”Aku menaikan sudut bibirku, lalu menekan lehernya lebih kuat hingga dia mengaduh kesakitan.“Kau pikir harta itu milik Hendra?! Aku katakan padamu. Sebentar lagi, dalam sekejap mata seluruh kekayaan yang kau incar dari suamiku akan menjadi milikku!”“Apa maksudmu, Va
Dor. Dor. Sial. Hendra memberondongku dengan peluru. Entah mendapat kekuatan darimana, tubuhku mampu bergerak. Dengan cepat aku menjatuhkan tubuh ke lantai dan bersembunyi di balik meja. Mataku bergerak mencari senjata yang terjatuh.Aku berusaha mengambil senjata yang tak jauh dariku. Sial. Hendra kembali menembakku. Untung saja aku menarik tangan. Kalau tidak, pasti timah panas itu bersarang di tanganku.“Mau ke ujung duniapun, akan ku kejar kau, vania! Ayo keluar. Jangan jadi pengecut!”Posisiku terjepit sekarang. Tak ada senjata di tangan. Artinya, nyawaku berada di ujung tanduk. Hendra dan anak buahnya pasti akan menyerangku membabi buta.Braak. Seseorang menendang meja yang melindungi tubuhku. Benar saja, mereka menembakku dari berbagai arah. Dengan cepat aku berguling-guling menghindar dari serangan. Saat tembakkan hampir mengenai tubuhku, aku berhasil menghindar dengan melompat dan jungkir balik menghindari.Posisiku benar-benar tidak menguntungkan. Saat ini aku tak bisa lari
“Kenapa? Apa kau masih mencintainya?!” sentak Clarista dengan kesal.“Bukan begitu. Aku hanya ....”“Kau membuatku kesal, Mas. Kau lihatlah. Aku akan membuat istrimu menderita!”Clarista nampak begitu marah. Dia kembali menjambak rambutku dengan keras. Rupanya clarista tak main-main dengan ucapannya. Sorot matanya yang begitu tajam mengisyaratkan amarah yang meledak dalam dada.Berkali-kali aku mencoba melepaskan diri. Namun tak jua berhasil. Aku hanya bisa pasrah. Dalam hati aku berdo’a dan memejamkan mata. Kalau memang takdirku harus mati di tangannya, aku tak bisa menolaknya. Tapi kalau nyawaku belum di ijinkan untuk lepas dari raga, Tuhan pasti akan mengirimkan bantuan.Mencoba untuk menarik nafas panjang dan siap menghadapi kematian. Selamat tinggal Raisya. Mamah sangat mencintaimu, Nak.Aku sudah siap menanti kematianku. Namun tiba-tiba terdengar suara tembakan entah dari mana. Mungkin saja hendra akan mengakhiri hidupku dengan cara menembakku, supaya aku tak tersiksa. Mungkink
Saat ini aku tak memegang senjata. Hanya koper yang ada di tanganku yang bisa membantu. Tak mau mengambil resiko. Aku lempar dua koper ke arah anak buah Hendra. Uang yang tersimpan dalam koper beterbangan di udara.Hana berhasil melumpuhkan anak buah hendra dengan tembakan tepat bersarang di kaki ketiga anak buah Hendra yang sangat nekat.“Amankan mereka!” perintah ayah kepada anggota polisi.“Siap!”Polisi segera meringkus Hendra beserta anak buahnya.“Awas kamu, Vania! Aku tak terima dengan semua ini! Tunggu pembalasanku!” teriak Hendra saat digelandang oleh polisi.“Aku tunggu pembalasanmu, Mahendraku sayang!” jawabku sembari membusungkan dada.Ayah mengejar Hendra. Dan tanpa basa-basi langsung meninju wajahnya.Bugg. “Dasar kau pria pengecut, Mahendra! Kalau kau sudah tidak suka dengan anakku, kembalikan saja dia padaku! Jangan dengan cara menyiksanya!”Bugg. Satu pukulan keras kembali mengenai wajah suamiku. Hendra hanya terdiam dan menundukkan kepala.“Akan ku bunuh kau dengan
Tiba di kantor polisi tempat mereka di tahan. Setelah mengikuti prosedur pembesukan, aku lalu di antar oleh salah satu petugas ke ruang kunjungan. Tak berapa lama datanglah si pelakor dengan tangan yang masih diperban.“Cepat keluarkan aku dari sini!” teriaknya dengan tidak sopan. Belum juga mencapai tempat duduk sudah menyemprotku. Dasar wanita gila.“Aku ke sini hanya untuk memberitahumu tentang ini.” Aku mengambil ponsel lalu membuka konten tentang dirinya yang sedang menjadi buah bibir di masyarakat. Wajahnya terlihat memerah. Amarahnya kini mulai tersulut.Aku harus berhati-hati dan memegang ponsel dengan kuat. Yang ditakutkan dia akan mengambil lalu memecahkannya.Benar saja, tangannya terulur untuk mengambil. Untung saja aku lebih sigap dengan menariknya.“Aku hanya ingin memberitahumu saja. Supaya kau tak kaget jika keluar nanti ha ....ha ....” meninggalkannya dengan tertawa puas. Tak peduli dengan teriakannya yang terus memakiku. Walau perih dalam dada tapi melihat dia mender
“Apa kamu pikir dengan menghukumnya akan mengembalikan kepercayaan orang kepadku?! Tidak clarista! Kamu pikir menghukum seseorang gak pake duit?” tanyaku dengan kesal kepada wanitaku.“Kamu’kan punya banyak uang!”“Vania sudah mebekukan seluruh akses keuanganku. Aku tidak punya uang sepeserpun! perusahaanku diambang kebangkrutan! Seluruh investor akan menarik sahamnya! Aku bisa gila Clarista!” aku memukuli kepalaku yang terasa berat. Beban yang menghimpit membuat dadaku terasa hampir meledak.“Jadi kau benar-benar miskin sekarang?!” tanya Clarista dengan wajah memucat.“Ya. Aku jadi lelaki kere seperti yang dikatakan oleh Vania! Dia benar-benar membuktikan kata-katanya! Semua karena kertas sialan itu! Cepat sekali Vania mengurusnya! Haach!” kembali aku kesal dan memukul meja kayu yang ada di hadapanku.“Lalu bagaimana nasib kita. Aku juga bangkrut. Tak ada lagi orang yang mau mengontrakku. Aku gak mau miskin, Mas, aku gak mau. Ayo, kembalikan semua seperti dulu. Kau pasti bisa. Aku ga
“Baiklah, aku akan memberitahumu, supaya kau tak malu jika tetap nekad datang ke kantor esok hari!” aku tersenyum sinis sembari menyilangkan tangan di dada.“Katakan apa yang sudah kau lakukan? Kalau kau berani macam-macam, aku habisi kau!” Hendra hendak mencekikku. Dan aku membiarkan dia untuk melakukannya. Bukannya aku ingin mati konyol, rumah ini terpasang cctv di setiap sudut. Jadi sangat mudah untuk mencari bukti kejahatannya.Namun entah kenapa tiba-tiba Hendra menghentikan aksinya setelah melihat ke atas. Mungkin saja dia menyadari jika ruangan ini terpasang cctv.“Kenapa kau berhenti?” tanyaku dengan tersenyum sinis.Hendra mendengkus kesal. Lalu berkata, “Dengar, Vania! Kau takkan pernah bisa mengalahkanku! Kau hanya wanita rumahan yang tak tahu pekerjaanku! Jadi, jangan coba-coba untuk melawanku kalau kau tak ingin malu di hadapan para pebisnis!” Hendra berkata dengan kesal.“Oke! Aku terima tantanganmu. Dan lihatlah apa yang akan terjadi besok. Selamat malam, Hendra! Tidurl
“Kau salah, Hendra! Rumah ini sudah menjadi milikku. Dan sebentar lagi kita akan bercerai dan kau harus pergi dari rumahku. Tinggallah bersama selingkuhanmu itu!” jawabku dengan berani. Aku tak boleh terlihat lemah di depannya. Namun aku juga harus lebih berhati-hati menghadapinya.“Kalau ada yang harus keluar, yaitu kau!”Terdengar suara seorang wanita dari arah belakang Hendra. Tak berapa lama si pelakor menyembul dari balik punggung Hendra. Sial. Ternyara Hendra datang bersama wanita licik itu. Mau apa mereka datang ke sini. benar-benar membuatku kesal.“Beraninya kau datang ke rumahku, Wanita Murahan!” sentakku padanya. Aku tak peduli saat wajah wanita itu berubah merah. Dia pasti sangat marah mendengar ucapanku.Benar saja wanita licik itu mengangkat tangan hendak menyerangku.“Kurangajar kamu!”Aku mencoba menghindar dari serangan si pelakor. Namun aku dikejutkan oleh suara Hendra yang menghentikan Clarista.“Berhenti, Clarista!” Hendra memegang tangan Clarista yang hampir saja
Hendra juga menghentikan ucapannya. Dia pasti sama terkejutnya denganku melihat siapa yang datang. Aku bahkan belum menutup tubuhku dengan sempurna. Begitu juga Hendra, dia bahkan belum berbusana sama sekali.“Mohon maaf Bapak, Ibu. Kami bermaksud ....”‘Tunggu. Kami akan berpakaian dulu!”Hendra menarikku masuk lalu mengunci pintu kamar. Wajahnya memucat sama sepertiku.“Kok bisa mereka datang. Darimana mereka tahu kalau kita sudah tinggal di sini?”“Aku juga tidak tahu. Mereka pernah menghubungiku lewat ponsel, kalau kita tak melunasi akihr bulan lalu rumah ini akan di sita. Gimana dong?” aku sangat panik. Tak rela rasanya melepas rumah yang dengan susah payah di cicil oleh Hendra.“Tidak ada pilihan lain. Cepat kemasi barang-barang.” Hendra mengambil koper yang belum lama baru digunakan untuk pindah ke rumah ini. Dan sekarang akan kembali digunakan untuk kembali memindahkan pakaian dan entah akan di bawa kemana lagi..Duuh, kenapa hidupku jadi begini sih. Harus berpindah dari satu
Aku melihat wajah Hendra berubah kesal. Dia menghela nafas panjang dengan berat. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Semoga saja rayuanku berhasil. Tak masalah bagiku untuk tinggal bersama wanita menjijikkan itu. Setidaknya aku tetap bisa hidup layak. Semoga pelan-pelan bisa mengembalikan nama baikku.Tapi bagaimana kalau Hendra tidak setuju. Dia bukan orang yang gampang untuk dipengaruhi.Bagaimana juga dengan cicilan mobil dan rumah. Darimana bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Kalau tidak bisa melunasinya, sudah pasti aku akan terusir dari sini. Uh, menyebalkan.“Aku setuju dengan rencanamu.”Jawaban yang tegas itu membuyarkan lamunan. Menatap wajahnya yang terlihat serius. Masih tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.“Apa aku tidak salah dengar?”“Tidak. Kau benar. Aku takkan rela jika hartaku harus jatuh ketangan wanita yang sudah mengancurkan reputasiku. Aku akan membalasnya lebih dari apa yang telah dilakukannya.” Hendra mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras. Aku
Tak bisa kubiarkan pergi begitu saja. Dengan gerakan cepat, mensejajarkan langkah dengannya.“Tidak bisa begitu. Enakan dia dong hidup bergelimang harta. Sedangkan kita untuk makan saja belum tentu kita mampu. Belum bayar listrik dan yang lainnya. Semua harus pakai duit.”“Aku tahu itu. Tapi apa lagi yang harus kulakukan? Orang di luar sana pasti membenciku. Apalagi para klienku. Aku tak punya muka untuk bertemu dengan mereka.” Hendra menghentikan langkahnya. Tergambar keputusasaan dari wajahnya.“Kalian belum resmi cerai, itu artinya harta itu belum menjadi milik istrimu secara mutlak. Kurang lebih seperti itu’kan isi perjanjiannya?”“Tapi aku yang berselingkuh. Artinya, akulah yang bersalah dan tak berhak mendapat harta sepeserpun. Itu yang perlu digaris bawahi. Mengerti kamu?”“Aku mengerti. Kalau kamu kembali tinggal bersamanya, itu akan menutup mata orang-orang yang membencimu.”Hendra menatapku dengan tajam. Sorot matanya seperti nyala api yang siap membakar tubuhku. “Maksudmu a
Menatap pria yang sudah berani melayangkan tangannya kepadaku dengan sengit. Diapun membalas dengan tatapan yang sama. Bahkan sorot matanya lebih mengerikan daripada diriku . Aku tak peduli. Dia sudah berani menampar dan harus kuberi pelajaran.“Hendra! Beraninya kau menamparku! Kau akan rasakan akibatnya lelaki miskin!” teriakku kepadanya. Mengambil vas bunga yang ada di atas meja dan siap melempar kepada lelaki tak berguna itu.“Aw!” aku menjerit kesakitan. Belum sempat melayangkan vas bunga, lelaki itu menendangku hingga aku jatuh tersungkur.Tak menyangka dia akan melakukan itu kepadaku. Dulu dia begitu lembut. Kenapa sekarang berubah menjadi sekasar ini.“Aw!” Kembali aku memekik. Saat lelaki itu menjambak rambutku hingga wajahku terangkat. Sakit sekali rasanya. Aku tak terima dia berani melakukan hal ini kepadaku.“Lepaskan lelaki brengsek! Berani sekali kau. Apa kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa?!”“Kau sudah menghinaku, Clarista! Dan aku juga sadar sedang berhadapa
Tak ada cara lain. Aku harus segera mengambil langkah seribu.Sayangnya, langkahku kalah cepat. Beberapa orang sudah lebih dulu menghadang jalan. Berbagai pertanyaan yang mereka ajukan membuat kepala pusing. Tentang pernikahan, juga wajah yang tak terawat karena terlihat jerawat dan flek hitam di bawah mata. Padahal sudah sedemikian rapi aku memakai masker. Masih saja noda itu terlihat.Tanpa kusadari kini para pemburu warta semakin banyak di hadapanku. Pertanyaan yang mereka ajukan juga membuat kepalaku hampir pecah. Bisa gila aku kalau begini caranya. Berusaha menghindar juga percuma. Mereka sudah memblokir seluruh aksesku. Semakin lama di sini membuatku seperti di dalam neraka.Istri Hendra itu harus merasakan pembalasanku. Lebih baik berpura-pura tak sadarkan diri untuk mengelabui mereka. Sakit sedikit saat menjatuhkan diri tak apa. Yang penting aku bisa selamat dari pertanyaan mereka. Toh aku juga sudah sering melakukan adegan jatuh dan tak sadarkan diri dalam beberapa film dan j
CLARISTAKenapa hari ini aku begitu sial hingga kembali bertemu dengan wanita menjijikkan itu. Kenapa juga pada saat seluruh credit card yang kumiliki tak bisa di gunakan. Dia pasti sangat senang dengan keadaanku. Kalau saja tak ada yang melerai, sudah kucabik-cabik wajahnya yang tak cantik itu. Aku tak ingin terlihat miskin di mata siapapun. Meraba pipi yang terasa kasar. Mengambil cermin kecil yang ada di dalam tas. Menatap wajah melalui cermin di tangan. Wajahku terlihat kusam dan tidak berseri. Tampak kerutan di beberapa bagian. Flek hitam juga menghiasi pipi. Semua ini karena wajahku cukup lama tak memakai skincare.Gara-gara wanita menyebalkan itu yang membuat hidupku susah dan merasakan dinginnya lantai penjara.Tunggu saja, Vania. Akan kubalas perbuatanmu. Kau harus mengalami penderitaan yang lebih dari apa yang aku alami.menderitaMembanting cermin di jok mobil dan tak ingin lagi melihat wajah jelekku. Untung saja aku masih bersembunyi dari publik. Kalau sampai fans tahu waj
Aku melihat reaksinya yang luar biasa. Dia bagai orang yang tersengat listrik. Terkejut dan mungkin hampir mati berdiri. Tubuhnya kaku dan matanya membulat. Satu tangannya menutup mulutnya yang menganga lebar.“Kau?!” dia menunjukku dengan tidak sopan. Ingin sekali aku menyentuh pipinya dengan sepatu. Namun aku masih bisa menahan diri dan akan bermain cantik untuk membalaskan dendam. Tanganku harus tetap bersih tanpa menyentuhnya seujung kuku.“Anda mengenal saya?” jari telunjuk menyentuh dadaku. Tetap berpura-pura tak mengenalnya. Dengan sengaja aku mengangkat barang belanjaan yang penuh di tangan untuk menunjukkan padanya.“Kau pikir aku miskin?! Aku lebih kaya darimu, wanita murahan! dasar wanita gila.” Sepertinya usahaku mulai berhasil. Wanita di hadapan mulai tersulut emosi.Clarista murka dan mulai menyerangku. Dia menjambak, menampar dan menendangku. Aku sengaja tak membalasnya supaya orang iba melihatku. Ups, sialnya dia menarik belanjaanku dan mengeluarkan semua isinya lalu m