Ketika Gus Hanan selesai mandi, dia tidak melihat Yumna di dalam kamar. Jadi lelaki itu bergegas mengenakan pakaian, lalu mencarinya di seisi rumah. Tetap tidak ada, Gus Hanan hanya menemukan Syahdu sedang memasak di dapur sendirian. "Syahdu, Yumna mana?""Aku ndak tahu, Gus. Sejak tadi belum pernah ketemu sama mbak Yumna."Gus Hanan tidak lagi menjawab, dia berlari ke luar rumah dan langsung menuju rumah mertuanya. Dia mengambil nama Yumna berkali-kali, tidak ada respon.Dia juga tidak melihat Mas Dika dan hanya menemukan ibu mertuanya menyapu di dalam dapur. "Yumna ada, Bu?""Ndak, ibu ndak lihat Yumna. Lah emang tadi izin ke mana, Gus?""Ndak tahu, Bu. Tadi sebelum aku mandi, Yumna ada di kamar, tapi sekarang malah gak ada."Si ibu mertua langsung mencari Yumna di dalam kamarnya dulu dan benar, gadis itu ada di sana. Dia duduk di samping tempat tidur sambil memeluk lutut dengan menenggelamkan wajahnya.Mereka berdua mendekat, sang ibu membawa anaknya dalam pelukan untuk lima detik
Selesai dari majlis, mereka pulang bersama karena tidak mungkin juga Gus Hanan membiarkan istri mudanya itu jalan kaki sementara dia sendiri memakai motor apalagi sudah pukul sebelas siang.Sepanjang jalan, banyak pasang mata yang memandang mereka. Gus Hanan menambah kecepatan kendaraannya sehingga cepat sekali untuk tiba di rumah. Namun, sebelum masuk dia mencekal tangan Syahdu."Lain kali jangan melakukan itu lagi. Kamu lihat mereka langsung nanya-nanya, kan? Kalau pun kamu ingin diakui, bukan begini caranya. Harusnya mengerti perasaan Yumna dulu."Syahdu hanya mengangguk, bunga-bunga yang sempat bermekaran dalam hatinya seketika layu begitu saja. Dia menggerutu dalam hati, kenapa hanya perasaan Yumna saja yang perlu dipikirkan? Bagaimana dengan perasaannya sendiri?Gus Hanan melangkah masuk rumah mertuanya dan langsung menuju meja makan karena sudah sangat lapar. Lagi pula di sana ada Yumna, jadi tidak merasa malu untuk ikut bergabung."Kenapa sendiri, Mas? Syahdu kok ndak diajak?
"Bukan begitu, Syahdu. Aku tahu kamu berprinsip bahwa tidak ada kata paksaan dalam cinta, sebenarnya aku juga mikir gitu. Hanya saja kalau gak terbiasa dan sama-sama menjaga jarak, apakah kemungkinan besar cinta itu tumbuh atau justru terasa asing?"Syahdu tidak menjawab, tetapi melanjutkan pekerjaannya. Dia sendiri masih bingung kenapa perlu dicintai sementara cinta sendiri tidak membutuhkan balasan jika benar tulus.Dia memijit kening memikirkan sesuatu yang belum pasti, sementara seharusnya sibuk mengumpulkan bekal. Akan tetapi, bukankah berusaha akur dengan suami agar bisa berbakti padanya juga sebuah pahala karena surga istri ada pada suaminya?"Mbak, aku ... mau sholat dan tidur siang. Apa Gus Hanan sudah ndak di rumah?" tanya Syahdu setelah mendengar adzan berkumandang."Cek aja, kalau mas Hanan ada juga gak apa-apa.""Ndak bisa aku, Mbak.""Syahdu, aku lagi mager banget. Lagian kenapa juga kalau ada mas Hanan, dia kan suami kamu. Kalau diapa-apain juga dapat pahala."Gadis itu
"Selalu kayak gitu, kemarin masalah tentang Nurul kamu juga lemah. Kalau terus-terusan kek gitu mah nanti kamu ditindas terus. Ini aku gak doain yang buruk-buruk, ya, tetapi lihat aja nanti setelah Syahdu akan ada yang mengusik pernikahan kamu lagi.""Loh, kenapa gitu?" Yumna mendelik kesal pada sahabatnya."Karena kamu lemah. Ibarat banyak pencuri di depan rumah, kamu malah bukain pintu. Hasilnya apa, kecolongan, kan?"Yumna menghela napas berat. Sebenarnya betul apa yang dikatakan Amel, tetapi dia tidak tega melihat Syahdu terluka. Yumna sangat tahu bagaimana sakitnya hati jika dipermainkan, lagi pula pernikahan mereka terjadi karena keinginannya sendiri.Tidak, kali ini dia tidak harus mendengarkan Amel. Yumna merasa wajib menyatukan Syahdu dengan Gus Hanan juga agar pernikahan mereka tidak ternoda oleh dosa karena suaminya enggan berbuat adil."Kita lihat aja nanti, tetapi semua aku serahkan sama Allah, Mel. Kamu dukung aku, bukan malah prasangka kayak gitu. Semoga setelah ini nda
Mereka terus mengobrol banyak hal. Jika bertemu setiap hari saja selalu menemukan ragam topik, bagaimana jika berpisah di waktu yang lama?Gus Hanan datang, dia sedikit terkejut karena melihat Amel ada di sana. Yumna langsung meminta suaminya untuk duduk karena sejak tadi Amel memaksa ingin ketemu suami sahabatnya."Gini, Gus, boleh gak aku bicara sesuatu?""Bicara apa, Mbak?""Gak usah manggil mbak biar gak ketahuan umur!"Gus Hanan hanya tersenyum. Dia berpikir untuk terus memanggil Amel seperti itu karena memang umur mereka terpaut tiga tahun. Berbeda dengan Yumna karena gadis itu adalah istrinya.Sangat tidak cocok kalau Gus Hanan harus memanggil Yumna dengan panggilan 'mbak' sementara dirinya dipanggil 'adek'. Haha, Gus Hanan tertawa dalam hati."Ngomong apa, Mbak?""Gus, bener yang dikatakan Yumna kalau kamu menikah lagi itu karena desakannya?""Bener, Mbak." Gus Hanan memelankan suara karena tahu Syahdu ada di rumah mertuanya. "Sebenarnya aku mah mau aja hidup berdua sama Yumna
"Heh, kurang ajar banget!" Bu Wenda langsung berdiri dari duduknya. Amel pun dengan santainya melipat kedua tangan di depan dada."Aku hormat pada orang yang memang patut dihormati dan kasar pada orang seperti kalian. Aku sudah hafal mati perangai kalian. Aku pikir setelah tujuh tahun berlalu, gak ada lagi gosip di sini, ternyata di usia senja pun masih aja bergosip padahal sudah bau tanah." Amel menutup hidungnya sambil berlalu meninggalkan mereka.Dia merasa puas karena sudah mengancam dan mengatai Bu Wenda. Ancaman tadi bukan main-main karena Amel rela melakukan apa saja demi sahabatnya. Bahu Amel ditepuk dari belakang, dia pun bergegas menekan tombol rekam suara dan menyimpan ponsel itu di tasnya sebelum berbalik badan."Kenapa, Bu Wenda? Apa sekarang Bu Wenda mau mengakui kalau Yumna keguguran karena ledekanmu sama Bu Arin yang mengatainya mandul? Bahkan kalian tidak berpikir bagaimana jika Yumna stres karena terus kalian hujat bertahun-tahun.""Amel, biar kamu tahu ya, aku sama
Malam pukul sembilan, Gus Hanan baru kembali. Ayu yang sudah menunggunya di rumah sendiri langsung menyambut dengan pelukan mesra. Katanya, di pesantren terlalu banyak urusan jadinya lama karena Gus Qabil kewalahan."Makan dulu, Mas. Syahdu sudah masak tadi."Ajakan Yumna tidak mendapat penolakan, dia berhasil mengajak suaminya ke meja makan di mana Syahdu sudah menunggu di sana. Tidak ada yang tahu dari kedua istri Gus Hanan kalau suaminya menyimpan banyak beban."Mas mau lauk mana? Biar Syahdu ambilkan."Gus Hanan tidak menjawab pertanyaan Yumna, dia mengambil nasi dan lauk sendiri. Kali ini dia banyak murung bahkan tidak memimpin doa makan."Masakan kamu enak, Syahdu. Kalau besok mau masak lagi nggak? Sepertinya mas Hanan suka tuh sampai gak bisa berkomentar," celetuk Yumna berusaha mencairkan suasana."Terimakasih, Mbak."Syahdu juga ternyata merasa kaku dan kembali menikmati makannya sampai selesai. Tidak ada yang istimewa saat makan malam bersama, hambar dan dingin."Dek, ikut m
"Mbak, aku takut. Sumpah aku ndak berani menginginkan itu dari Gus Hanan, cuman mau dianggap ada," tolak Syahdu jujur begitu Yumna selesai membisikkan rencananya."Kamu mau dicintai mas Hanan, kan? Maka hanya ini caranya. Lagian aku juga pengen cepet punya bayi mungil sementara kondisi belum fit. Kamu mau kan bantu aku, Syahdu?"Gadis itu menunduk, dia sangat malu membahas hal seperti itu dengan kakak madu yang sangat dia hargai. Apalagi sekarang Yumna malah mengingatkan kalau sudah menjadi kewajiban Syahdu sebagai seorang istri."Nanti malam terlalu cepat, Mbak. Gus Hanan ndak bakal percaya.""Aduh, pokoknya kamu harus nurut. Percaya sama aku kalau rencana ini bakal berhasil. Memang kamu mau selalu ngerasa hidup sebagai bayang-bayang?" Sengaja Yumna bertanya demikian agar merasa tersinggung dan semangat untuk mewujudkan mimpi mereka.Akhirnya, Syahdu mengangguk. Dia mengikuti Yumna ke kamarnya karena harus mengambil lingerie yang sangat seksi. Sebenarnya lingerie itu hadiah pernikaha