Pukul sembilan pagi, semua pekerjaan rumah sudah beres. Yumna sengaja menelepon Amel dan memintanya datang membawa anaknya sekalian. Sayang sekali dia tidak bisa karena harus pergi bersama Kevin.Yumna mengerti itu, jadi memilih untuk teleponan saja. Panggilan terhubung."Setuju atau tidak, tapi ini pilihanku, Mel. Maaf karena aku tidak menuruti saranmu. Tadi malam suamiku sudah memberikan haknya pada Syahdu.""Benarkah?" Hanya itu respon dari Amel karena dia merasa kecewa.Gadis di seberang telepon sangat menginginkan kebahagiaan dari sahabatnya dan wanita mana yang bisa tulus tersenyum melihat suaminya mendua?Tidak ada wanita yang benar-benar ikhlas berbagi, semuanya akan terluka. Amel tahu kalau Yumna sengaja menyembunyikan lukanya, menutupi kesedihan itu dan mengalihkan pikiran dengan pura-pura bahagia di telepon."Iya, alhamdulillah. Sekarang aku bahagia banget, Mel. Mas Hanan gak abai lagi pada istrinya.""Itu yang selalu kamu bilang dan kamu pikir aku percaya? Yumna, sekalipun
Yumna dan Syahdu sedang di rumah ibu sementara Gus Hanan dan masnya berada di rumah karena mau membicarakan perkara penting. Gus Hanan sengaja meminta Syahdu menyusul Yumna agar tidak bisa menguping dan memberitahu untuk tidak datang dulu."Apa salah kalau aku menceraikan Syahdu, Mas? Aku gak mau kalau misal dia ngarep, ujung-ujungnya sakit hati mulu."Gus Qabil berpikir sejenak, masalah yang dialami adiknya benar-benar rumit. Dia bahkan sampai lelah memintanya untuk menerima ketetapan itu saja, tetapi tidak didengarkan.Bukan hanya pada Gus Hanan, Yumna juga pernah dia nasihati tahun lalu dan tidak mau mendengar. Mereka berdua memang dasarnya sudah keras kepala."Kamu terima saja lah yang penting mereka sama-sama ikhlas. Di luar sana banyak mau poligami, tetapi gak diizinin istri. Entah berakhir perceraian atau malah dimiskinkan dulu sampai dihina-hina.""Aku mencintai Yumna, Mas. Aku sudah mencoba untuk membuka hati pada Syahdu, nyatanya tidak bisa. Lagi pula aku sulit berlaku adil,
Setelah Gus Qabil pulang, Gus Hanan dan kedua istrinya duduk di ruang tengah tepat di depan kamar mereka masing-masing. "Ada yang harus kita bicarakan.""Iya, Mas?""Iya, Gus.""Aku sudah diskusi sama mas Qabil, seharusnya sih kalian beda rumah biar gak ada yang ngerasa cemburu ya, kan?"Syahdu hanya diam, dia menoleh pada Yumna pertanda dirinya setuju dengan apa saja yang akan diputuskan oleh Yumna. Kalau boleh memilih, sebenarnya dia juga tidak mau tinggal bertiga sebab selalu merasa cemburu mengingat bukan dirinya yang dijadikan prioritas."Kalau aku ya biasa saja, gini nyaman dan kalau misal Syahdu mau tinggal pisah ya mau bagaimana lagi? Aku juga gak bisa terlalu memaksanya tinggal di sini karena tidak tahu betul apakah dia senang atau malah merasa berat." Jawaban Yumna tepat sekali, Gus Hanan setuju dengan hal itu."Bagaimana, Syahdu?" tanya Gus Qabil pada istri mudanya yang lebih memilih banyak menunduk karena malu."Aku menurut saja, Gus. Kalau mbak Yumna ndak masalah aku ting
"Syahdu, kita ke klinik?""Gak usah, Mbak." Syahdu berusaha berdiri. "Cuman sakit kepala, kok. Mungkin aku nunggu di mobil aja kali ya atau pulang pakai grab, gak apa-apa soalnya malu sama Gus Qabil.""Mas, antar Syahdu pulang!" pinta Yumna dengan tatapan memohon pada suaminya.Akhirnya Gus Hanan menurut dan menyerahkan ATM milik masnya itu pada sang istri. Yumna langsung mengalihkan pandangan pura-pura sibuk mencari belanjaan ketika melihat Gus Hanan menuntun si adik madu.Mas Dika yang mengerti langsung menarik tangan adiknya. "Bantu mas cari topi yang bagus dong."Mereka berlari kecil sampai di sebuah counter yang jaraknya lumayan dekat dengan tempat Gus Qabil berada. Pikiran Yumna benar-benar teralihkan, dia sibuk memilih antara dua topi yang ada di depannya.Satu hitam polos, satunya lagi ada garis merah di sisi kanan dan kirinya. Yumna benar-benar dilema sehingga memaksa Mas Dika memilih sendiri. Satu topi harganya lumayan, sekitar seratus lima puluh ribu."Buset, mahal, Gaes!"
Mereka sudah tiba di depan rumah, tetapi Gus Qabil tidak bisa mampir karena ditelepon oleh dewan kyai di pesantrennya. Katanya, ada tamu mulia yang mendadak datang.Yumna menggendong Fatimah yang ketiduran ke kursi depan dan memasangkan sabuk pengaman. Setelah itu dia mencium pucuk kepala Fatimah dengan lembut dan mengakhiri dengan ucapan, "fii amanillah, Gus.""Iya, terimakasih. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumussalam." Yumna menutup pintu mobil itu, kemudian melangkah masuk rumah ketika mobilnya sudah menjauh.Gadis itu tersenyum, kedua tangannya menenteng belanjaan tadi sambil terus berucap istighfar. Dia tidak boleh baper karena senyumnya dibalas oleh Gus Qabil."Bu, apa Syahdu di sini?""Ndak, mungkin di rumahmu."Yumna bergegas pergi dan meninggalkan belanjaan itu karena dia khawatir pada Syahdu. Begitu tiba, ternyata Gus Hanan malah duduk di ruang tamu sementara adik madunya terbaring dalam kamar."Gak ngejagain Syahdu, Mas?" bisik Yumna agar Syahdu tidak mendengar."Hust, dia ga
Siang hari, Yumna tidak bisa tidur siang karena banyak pikiran padahal badannya terasa lelah. Gus Hanan juga masih di masjid dan sore nanti diundang di sebuah acara syukuran untuk membaca doa sekaligus sedikit nasihat untuk pemilik rumah.Mengingat tentang keberhasilannya membuat Yumna ingin mengabari Amel. Dia tidak peduli kalau misalkan nanti dia diomeli lagi yang penting Amel harus tahu tentang kabar gembira itu.Dengan cekatan, dia mencari nomor ponsel Amel dan langsung meneleponnya. Panggilan terhubung dalam hitungan detik. "Halo, ada apa, Beb?""Mau nyampein sesuatu, Mel. Yah meskipun nanti kamu bakal ngomel lagi, intinya aku senang.""Tentang Syahdu lagi?"Ada bicara sahabatnya sudah tidak bersahabat, tetapi niat Yumna untuk menyampaikan kabar itu tidak urung. Dia sudah terlanjut membahasnya ke Amel, jadi harus dia ketahui sampai selesai.Yumna tahu kalau sahabatnya tidak pernah setega itu. Dia menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. "Syahdu hamil dan itu hasil dari r
Hati Yumna memang berhasil ditenangkan oleh Gus Hanan sore itu, tetapi ketika mereka hendak tidur, pintu kamar malah terketuk beruntun.Gus Hanan berdiri menyusul istrinya karena penasaran. Ternyata itu memang ketukan da0ri Syahdu, dia menangis sampai wajahnya merah dan mata sedikit bengkak padahal satu jam yang lalu masih ceria."Kenapa, Syahdu? Kenapa kamu menangis?""Aku ... maaf, Mbak, rasanya aku pengen banget tidur sama Gus Hanan." Syahdu menunduk."Nggak." Gus Hanan langsung menolak. "Maksud aku, malam ini aku mau sama Yumna. Tolong mengerti!"Syahdu langsung menangis seperti anak kecil yang kehilangan permennya. Dia duduk di lantai membuat Yumna peka bahwa itu adalah pengaruh ngidamnya. Hormon ibu hamil memang seperti itu, mudah menangis, lalu kembali tertawa jika sudah mendapatkan apa yang dia mau.Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menolak tidur dengan suaminya atau doyan makan jengkol atau petai meskipun sebelum hamil sangat tidak suka makanan itu.Gus Hanan menoleh pada
"Mbak Yum!" panggil Syahdu ketika Yumna sedang memasak di dapur untuk sarapan pagi. Hari ini menunya adalah nasi goreng ditambah irisan sosis dan omelette di atasnya."Ada apa, Syahdu?""Kita ke klinik hari ini, Mbak?""Iya, insya Allah. Aku masak sama mencuci dulu, nanti jam sembilan kita berangkat. Biasanya kalau pagi tidak serame sore."Syahdu melipat bibirnya sekilas, entah kenapa dia tidak mau ke luar rumah hari ini karena merindukan aroma Gus Hanan. Ingin menyampaikan hal itu ke kakak madunya juga terkesan memalukan bagi Syahdu sendiri.Dia mengetuk meja dengan empat jarinya karena terlalu pusing dengan keinginan itu. Yumna yang sedang menata sarapan terusik untuk bertanya, "kenapa?""Besok aja ya ke kliniknya, Mbak, aku mau ... di rumah sama Gus Hanan."Sedetik Yumna terpaku. "Oh, oke."Tidak lama setelah itu, Gus Hanan datang dan Syahdu langsung merebut piring itu dari tangan Yumna. Dia menunggu lelaki kesayangnnya duduk, setelah itu dia memilih kursi di samping Gus Hanan."Gu
EXTRA PART!!!____Cinta mengubah kekasaran menjadi kelembutan, mengubah orang tak berpendirian menjadi teguh berpendirian, mengubah pengecut menjadi pemberani, mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan, dan cinta membawa perubahan-perubahan bagi siang dan malam.Ketahuilah, apapun yang menjadikanmu tergetar, itulah yang terbaik untukmu! Dan karena itulah, qalbu seorang pecinta-Nya lebih besar daripada Singgasana-Nya.Air berkata kepada yang kotor, "Kemarilah." Maka yang kotor akan berkata, "Aku sungguh malu." Air berkata, "Bagaimana malumu akan dapat dibersihkan tanpa aku?Singa terlihat paling tampan ketika sedang mencari mangsa. Jualah kepandaianmu dan belilah kebingunganmu. Jika Anda jengkel terhadap setiap gesekan, bagaimana cermin Anda akan dipoles.Anda dilahirkan memiliki sayap, mengapa lebih memilih hidup merangkak. Cinta dan kelembutan adalah sifat manusia, amarah dan gairah nafsu adalah sifat binatang. Kau harus hidup di dalam cinta, sebab manusia yang mati tidak dapat melak
Bu Wenda terus berjoget ria sambil berteriak kalau dia adalah fans Yumna. Tidak ada yang mau menghentikan Bu Wenda yang semakin kehilangan kendali itu bahkan anaknya saja sudah menjauh ketika Nurul memberi isyarat."Kalian tahu? Aku sudah memfitnah Yumna mengatakan dia hamil, makanya Ilham memutus lamaran itu. Aku bilang dia mandul sampai stres dan keguguran. Kira-kira Yumna mau maafin aku nggak, ya? Ada yang tahu jawabannya?"Lagi, dia tertawa keras."Di sini ada yang bernama Yumna? Ah, aku rindu setengah mati kepada Yumna. Sebenarnya aku mengakui semua kesalahan itu dan mau meminta maaf, tetapi sudah keburu gengsi duluan. Andai tidak ada yang berdiri di sisi Yumna, aku pasti bisa meminta maaf sama dia. Aku malu karena ada Nurul, Amel dan suaminya.Kalian tahu kalau suami Yumna itu putra Kyai Sholeh? Makanya aku tidak suka kalau Yumna bahagia. Sekarang saja aku mau mencekik lehernya biar dia mati atau kita bawa bermain-main di taman. Aduh, Syahdu kasihan sekali karena dia harus menin
Hari selasa yang cerah ketika Gus Hanan baru pulang mengajar di masjid, Yumna langsung menariknya masuk kamar dengan wajah berseri-seri."Mas, hari ini ingat hari apa?""Hari selasa?"Yumna menggeleng. Gus Hanan mencoba menebak bahkan hampir sepuluh kali tebakan, tetapi belum juga berhasil. Dengan sedikit kesal, Yumna memberi tahu kalau hari ini Gus Hanan genap berusia 27 tahun."Ah iya, mas udah 27 tahun hari ini. Aduh, kok sampai lupa ya?""Daaaan ... aku punya hadiah ulang tahun buat Mas Hanan.""Hadiah? Qur'an? Kitab? Atau kecupan lagi kayak tahun kemarin?"Sekali lagi Yumna menggeleng. Gus Hanan menyerah tidak mampu menebak. Dia akhirnya memeluk sang istri, berusaha membujuk untuk langsung menunjukkan hadiah itu saja.Yumna mengurai pelukan suaminya, dia merogoh saku gamis dan menunjukkan sebuah benda berwarna putih dan biru. "Aku hamil, Mas. Selamat, kamu akan menjadi ayah!""Alhamdulillah, kamu serius, Dek?"Yumna mengangguk, sesuatu yang sejuk mengalir membasahi pipinya. "Dan
Mereka sudah tiba, tetapi Amel tidak bisa singgah karena Ozil sudah mencarinya sejak tadi. Begitu mobil hitam itu sudah melaju pergi, seseorang kemudian menghampiri mereka berempat."Aku turut bahagia karena melihat Nurul kembali. Ternyata dia yang menyebar berita itu, tetapi aku yang harus diusir." Bu Wenda datang bersama anak gadisnya.Nurul melihat ponsel gadis itu menyalah, dia pun tersenyum tipis dan memberitahu Yumna lewat isyarat sementara Mas Dika dan Gus Hanan diminta masuk saja karena bisa menangani mereka berdua.Begitu tinggal mereka berempat saja di pinggir jalan, Nurul langsung mendekat ke gadis itu agar suaranya lebih jelas dalam rekaman. "Ya, aku yang menyebarkan berita itu. Gimana rasanya harus disalahkan padahal bukan kita yang melakukannya?""Kurang ajar!""Tidak, aku tidak kurang ajar Bu Wenda. Semua orang sudah tahu kalau dalang di balik semua masalah yang ada adalah Bu Wenda sendiri karena sangat iri pada Yumna. Kesalahan Bu Wenda kan bukan hanya gosip, tetapi su
Pada hari pernikahan Mas Ilham tepat hari sabtu, mereka semua berkumpul di rumah Yumna dengan baju seragam meskipun Amel dan Kevin beda motif asalkan warnanya sama. Mereka telat pesan atau mungkin sebut saja Nurul terlalu cepat memesan karena tidak mau ayahnya ingkar janji.Untuk ketiga perempuan itu semuanya membawa kado, sementara laki-laki mengantongi amplop saja. Mereka semua memakai baju yang hampir sama. Hari ini Nurul terlihat sangat cantik.Sebelum berangkat, dia meminum segelas air dulu untuk menenangkan diri. Luka dalam hatinya dibalut sedemikian rupa. Mereka berpasang-pasangan kecuali Mas Dika yang harus kembali memerankan perannya.Jika dulu dia pura-pura berpasangan dengan Yumna, sekarang bersama Nurul. Mas Dika tersenyum pada adiknya yang selama ini dia benci, tetapi kini mulai membuka hati untuk menerimanya."Nanti sama Mas Dika aja biar mereka mengira kamu juga punya pasangan. Pokoknya nanti jangan pernah masang muka sedih, harus mengalihkan pikiranmu dari Mas Ilham. J
Sesampainya di rumah, mereka berdua terkejut oleh kedatangan Amel. Sepertinya hari akan semakin panjang karena kedatangan Amel yang membawa banyak makanan. Sekalipun mereka sudah dewasa, tetapi yang namanya perempuan kadang bertingkah seperti anak-anak."Ozil mana, Mel?""Sama neneknya, dia gak mau ikut tadi karena keasyikan main sama sepupunya."Yumna mengangguk, dia senang sekali melihat banyak gorengan termasuk ayam geprek di depannya. Mereka kumpul di ruang tengah karena tidak mau diganggu oleh tamu. Hari yang menyenangkan setelah bertemu Mas Ilham.Masalah itu Yumna ceritakan pada Amel bukan untuk memancing amarahnya, tetapi seorang perempuan sangat sulit untuk menyimpan masalahnya sendiri apalagi jika sudah lama dan terbiasa saling berbagi cerita dengan sahabat."Mas Ilham kok bego banget, ya? Masa dia mau jatuh ke jurang yang sama?""Gak tahu tuh. Udah aku bilangin juga karena aku sebagai orang ketiga di masa lalu itu serius, nyeselnya sampe sekarang, nyeseknya sampe ke hati. A
"Ide apa, Mas?""Nah, sebagian perempuan kan kalau mendapat darah keluar lebih lima belas hari itu langsung menentukan bahwa 15 hari haid dan selebihnya istihadhoh, ya kan?"Yumna mengangguk."Nah, kamu adakan hari khusus untuk membahas masalah darah itu biar mereka yang tadinya bingung dan ragu, menjadi yakin dan tahu darah apa yang keluar itu. Mas tidak bisa ngejelasinnya karena nanti ada pertanyaan pasti malu untuk dipertanyakan. Nah kalau sesama perempuan kan enak. Gimana?""Ya boleh, Mas, tapi aku mau pahami ulang dulu dan latihan menjelaskan di depan kamu. Kalau ada salah-salah kan aku yang kena dosanya juga, Mas.""Woke siap, kalau gitu mas mau menyiapkan materi khutbah dulu buat hari jumat nanti. Kamu ngelakuin apa aja deh bebas."Yumna mengangguk cepat, dia lalu menemui Nurul di rumah ibunya karena merasa bosan dan jenuh sendirian. Makanya dia memiliki ide untuk menjual makanan saja daripada tidak ada kegiatan seperti sekarang toh lokasi di depan rumah lumayan luas apalagi ka
Di malam hari, Gus Hanan duduk dengan istrinya di meja makan padahal makanan sudah tidak terhidang lagi di sana. Lelaki itu menopang wajah dengan kedua tangannya karena merasa kurang komunikasi dengan para murid yang keluar begitu saja.Padahal seharusnya seorang guru harus menanyakan keadaan muridnya juga yang apabila tidak hadir atau malah memilih mengundurkan diri. Saat itu memang Gus Hanan bertanya, tetapi mereka hanya diam, lalu besoknya tidak ada kabar lagi."Mungkin bagusnya kala ngajar di rumah aja biar gak ada cerita miring lagi?""Jangan dulu, Mas. Kamu harus bicara sama panitia masjid dulu. Bisa jadi bukan mereka pelakunya, tetapi jamaah atau orang lain yang mau nama kamu buruk di mata semua orang, Mas. Baru satu orang, kan, yang ngomong kayak gitu?""Entah sejak kapan iuran pengajian itu diadakan. Mas jadi semaki kepikiran padahal selama ini ikhlas dan tidak pernah berpikir untuk memintai mereka bayaran walau sekali dalam setahun."Yumna juga bingung sendiri, ingin mencari
Pernyataan Cinta—Jalaluddin Rumi—Kau yang telah menutup rapat bibirku, tariklah misaiku ke dekat-MuApakah maksud-Mu? Mana kutahu?Aku hanya tahu bahwa aku siap dalam iringan ini selaluKukunyah lagi memamah kepedihan mengenang-MuBagai unta memamah biak makanannya, dan bagai unta yang geram mulutku berbusaMeskipun aku tinggal tersembunyi dan tidak bicara, di hadirat kasih aku jelas nyataAku bagai benih di bawah tanah, aku menanti tanda musim semiHingga tanpa nafasku sendiri aku dapat bernafas wangi***Nurul tersadar dari kesedihannya setelah Yumna mengingatkan kalau dia harus memperbaiki hubungan dengan Allah agar rasa kecewa dari berharap lebih itu beringsut hilang.Dia menyeka air matanya, menelan kesedihan itu dan mengganti dengan senyuman. Nurul kembali merasakan bagaimana menjadi Yumna ketika harus ditinggalkan oleh orang yang sudah lama ditunggu untuk bersatu.Karma itu tidak ada, tetapi balasan atas perbuatan selalu ada. Nurul menyesal dan sekali lagi merintih memohon ma