"Mbak Yum!" panggil Syahdu ketika Yumna sedang memasak di dapur untuk sarapan pagi. Hari ini menunya adalah nasi goreng ditambah irisan sosis dan omelette di atasnya."Ada apa, Syahdu?""Kita ke klinik hari ini, Mbak?""Iya, insya Allah. Aku masak sama mencuci dulu, nanti jam sembilan kita berangkat. Biasanya kalau pagi tidak serame sore."Syahdu melipat bibirnya sekilas, entah kenapa dia tidak mau ke luar rumah hari ini karena merindukan aroma Gus Hanan. Ingin menyampaikan hal itu ke kakak madunya juga terkesan memalukan bagi Syahdu sendiri.Dia mengetuk meja dengan empat jarinya karena terlalu pusing dengan keinginan itu. Yumna yang sedang menata sarapan terusik untuk bertanya, "kenapa?""Besok aja ya ke kliniknya, Mbak, aku mau ... di rumah sama Gus Hanan."Sedetik Yumna terpaku. "Oh, oke."Tidak lama setelah itu, Gus Hanan datang dan Syahdu langsung merebut piring itu dari tangan Yumna. Dia menunggu lelaki kesayangnnya duduk, setelah itu dia memilih kursi di samping Gus Hanan."Gu
Di sepanjang jalan, Syahdu memeluk erat Gus Hanan sehingga banyak pasang mata mengarah padanya. Untung saja gadis itu mau memakai masker dan kacamata agar tidak ketahuan kalau dirinya bukan Yumna.Mereka membelah jalan tanpa tujuan hingga sampai di sebuah taman kecil dan Syahdu mendesak untuk singgah. Dia mengeluarkan ponsel dan menyalakan kamera, lalu mengajak Gus Hanan foto bersama setelah melepas maskernya.Syahdu langsung menyetelnya sebagai wallpaper layar kunci. Foto mereka sangat dekat karena Syahdu yang menempel pada suaminya. Seorang istri yang bahkan tidak bertukar nomor telepon dengan suaminya apalagi saling menyatukan hati."Foto lagi, yuk, tapi kamu yang megang ponsel."Gus Hanan menurut saja karena suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja. Jika biasanya dia akan menghabiskan waktu bersama Yumna dengan perasaan bahagia, kini harus menemani Syahdu.Dua gadis yang memiliki kecantikan berbeda, tetapi hanya Yumna yang berhasil merebut hatinya. Dia memaksa senyum karena Sya
Gus Hanan memarkir motor di depan rumah dengan sedikit kesal. Demi memenuhi keinginan Syahdu, dia sampai harus meliburkan agenda mengajar baca kitabnya.Sementara Syahdu, dia berlari kecil masuk rumah dan menemukan Yumna sedang menonton televisi. Sebuah film kartun yang bisa membuat pikirannya teralihkan."Mbak, kita ke klinik aja yuk sekarang soalnya aku khawatir sama pesan mbak Yumna yang bahas tentang kondisi janinku."Yumna menoleh masih dengan tawanya. "Kita ke klinik sekarang? Duh, kenapa bukan besok?""Aku khawatir, Mbak. Entah kenapa rasanya pengen banget ke klinik. Ini jujur, Mbak." Mata Syahdu berair berharap Yumna iba kepadanya.Sebenarnya Yumna merasa berat untuk pergi, bukan karena dia cemburu, tetapi dia sendiri bingung sebabnya apa. Jika sebelumnya Yumna begitu semangat, dia berpikir kalau hari ini dan seterusnya akan merasakan kesedihan yang entah datang dari mana.Sejak tadi dia berzikir agar hatinya lapang, tetapi rasa haru itu tidak kunjung hilang. Yumna bahkan haru
Satu jam berlalu ketika Yumna duduk melipat lutut di depan kamar operasi. Meskipun Syahdu adalah orang ketiga dalam rumah tangganya, tetapi Yumna masih terlalu takut untuk ditinggal.Rasa trauma sebab kehilangan ayah membuat gadis itu sedikit sulit untuk ikhlas. Tidak berapa lama kemudian, Gus Hanan datang bersama ibunya Yumna disusul Bu Wenda di belakang bersama Amel."Gimana keadaan Syahdu?"Yumna menggeleng. "Belum ada kabar, Mas.""Kenapa? Maksudku kenapa tiba-tiba begini? Bukannya kalian mau ke klinik?"Gadis itu terisak, dia menceritakan semua kejadian dengan sangat detail. "Syahdu minta singgah ke alfamart lebih dulu. Aku kan mau masukin cemilan ke bagasi karena dia yang minta, tiba-tiba dia teriak nyuruh aku minggir. Jujur saat itu aku cuma mematung dan kaget, pas menoleh, Syahdu sudah bersimbah darah.""Kamu gak liat siapa yang mau celakain kamu?" tanya Amel juga."Nggak, Mel. Aku gak liat karena kan posisinya membelakang, mungkin Syahdu yang liat. Kalau gak percaya, cek CCTV
Selesai proses pemakaman tepat pukul lima sore, Bu Arin menghampiri Yumna yang terduduk lesu di depan rumah. Dia tidak peduli apa yang dirasakan Yumna saat itu yang penting dia harus mencemoohnya.Dia mendekat, Amel berusaha melarang, tetapi Bu Arin seperti orang kesetanan. Dia terus maju bahkan hampir saja Amel tersungkur ke belakang. Dia menarik jilbab Yumna yang sedang tidak berdaya.Gadis itu berteriak karena lehernya sakit. Akan tetapi, hal itu tidak membuat Bu Arin merasa luluh apalagi Bu Wenda, dia malah mengambil kesempatan untuk merekam kejadian itu."Gara-gara kamu Syahdu meninggal. Mentang dia dulu makanya kamu injak seenak hati? Harusnya yang mati itu kamu! Dasar, Pembunuh!""Maksud Bu Arin apa?" Amel langsung menepis kasar tangan Bu Arin, dia tidak peduli apakah orang tua itu tersinggung atau tidak. Amel hanya memikirkan mental sahabatnya yang sedang down.Gadis itu sangat tahu kalau Yumna tidak bersalah. Dia sudah menyuruh sepupunya untuk menyelidiki kasus itu diam-diam
Yumna berlari masuk kamar di mana Syahdu tinggal selama beberapa hari ini, dia mencari sesuatu yang bisa menjadi kenangan atau keluh kesah Syahdu. Dia tidak ingin menyesal jika tahu di akhir cerita.Apalagi situasi saat ini begitu tidak mendukung. Yumna mendapat hujatan karena dituduh sengaja ingin membunuh adik madunya. Padahal dia sama sekali tidak berniat demikian dan Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu."Kamu cari apa, Yum?" tanya Amel yang menyusulnya."Cari sesuatu yang bisa ditemukan, entah diary atau apa gitu yang berkaitan sama diri Syahdu. Aku butuh itu untuk tahu siapa dia sebenarnya."Amel mengerti, dia menggulung kasur dan menemukan buku harian warna hijau muda. Tebakannya tepat sekali karena dia juga menyimpan diary di tempat yang sama.Buku itu diraih dan disodorkan pada Yumna. Gadis itu menerimanya dan membaca lembar demi lembar yang ada. Banyak rahasia yang terkuak dalam buku itu.Syahdu adalah gadis yatim piatu yang diadopsi, tetapi kemudian kembali dibuang kar
Tausyiah oleh Gus Qabil sudah berlangsung sekitar lima belas menit, mereka semua mendengarkan dengan penuh penghayatan. Ada yang sampai berpikir, bagaimana jika dirinya yang mengalami kehilangan itu sementara selama ini terlalu sering menyakiti istri hanya karena masalah nafkah?Tujuh dari mereka benar-benar sadar karena sejak menikah, dia selalu menyepelekan kebutuhan istrinya demi sang ibu karena beranggapan bahwa surga suami masih ada pada ibunya.Sekarang mereka yang hadir baru mengerti bahwa adil yang sesungguhnya antara ibu dan istri adalah yang sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Misalnya saja, jika kebutuhan istri adalah satu juta sementara bersihnya gaji suami adalah satu juta setengah, maka lima ratus itu untuk ibunya.Cara yang seperti itu jarang dilakukan karena adil lagi mereka adalah satu juta dibagi dua atau bahkan istrinya hanya dijatah lima ratus ribu perbulan, sedangkan ibunya bisa tembus tiga juta."Sayang istri kalian selagi masih ada karena kehilangan untuk selaman
Suasana pagi yang indah karena matahari bersinar begitu terang, kicau burung terdengar seperti alunan melodi cinta. Pada deru angin terdengar bisikan fatihah dari sang kekasih.Yumna duduk bersama Gus Hanan di samping makam yang masih basah bertabur bunga, pada nisan bertuliskan sebuah nama yang indah. Syahdu Amaliyah.Mereka berdua mengusap wajah lepas membacakan doa untuk gadis itu. Yumna memegang tangan suaminya yang gemetaran karena air mata kembali menggenang di pelupuknya.Apakah lelakinya sedang rindu? Apakah lelakinya tersadar telah cinta? Apakah lelakinya diselimuti penyesalan? Ataukah lelakinya sedang bertanya-tanya sekalipun tidak akan menemukan jawabnya?Syahdu pergi tanpa pamit pada semua orang. Akan tetapi, meninggalkan cinta dan kerinduan yang begitu mendalam. Tingkahnya yang kadang menggemaskan bagi Yumna membuat hati itu remuk redam."Mas, ayo kita pulang. Matahari sudah semakin tinggi loh."Gus Hanan tidak mendengar apa yang dikatakan istrinya. Dia diam bagai orang b