Bab 50
Kubiarkan Ayu pergi setelah dia selesai bicara. Aku tidak terlalu menanggapi ocehan perempuan tidak jelas itu. Kubiarkan saja dia bertingkah dengan segala kesombongannya. Hubungan Ayu dan Mas Hendra bukanlah urusanku, karena aku memang tidak punya hubungan spesial dengan Hendra."Fokus kerja aja, Mel! Nggak perlu memusingkan orang-orang yang nggak penting!" gumamku berusaha menyemangati diri sendiri.Selama ini aku tidak pernah mengganggu siapapun, aku juga tidak ingin mencari musuh. Kalau memang keakrabanku dengan Hendra bisa memancing musuh, maka lebih baik aku tidak berurusan lagi dengan Hendra."Mel!" Hendra melambaikan tangan seraya melempar senyum tipis padaku. Begitu laki-laki dengan tubuh tinggi tegap dan rambut cepak itu masuk ke kafe, aku mulai merasa was-was. Aku benar-benar malas melihat wajah Ayu dan aku tidak ingin perempuan aneh itu kembali berkunjung ke kafeku ini."Kamu belum menukar voucher ke restoran teman aku,Bab 51"Mba Mira ngomong apa sih? Kenapa Mba tiba-tiba nanya kayak gitu?" tanyaku agak panik. Pertanyaan Mba Mira membuatku salah tingkah."Jawab aja sesuai kata hati kamu, Mel. Mba juga mau tahu, apa kamu udah ada rencana buat nikah lagi? Kamu 'kan udah cerai dari Iqbal. Kamu juga masih muda, nggak mungkin kamu akan menjanda sampai tua."Aku terdiam. Setelah berpisah dari Mas Iqbal, aku sama sekali belum berpikir ke arah sana. Bagi sebagian perempuan yang pernah gagal dalam rumah tangga, menikah bukan prioritas lagi.Lagi pula, aku masih trauma. Aku takut pernikahanku akan gagal lagi. Ada banyak ketakutan dan kegelisahan dalam diriku tentang pernikahan. "Kenapa, Mel? Kamu belum ada pikiran untuk menikah lagi?"Aku mengangguk. Memang inilah yang ada di pikiranku saat ini. Aku takut untuk menikah lagi. Aku juga takut akan bertemu dengan laki-laki yang tidak tepat sama seperti sebelumnya."Sebagai perempuan, aku juga meng
Bab 52"Bu!" Seorang pegawai menepuk bahuku hingga membuatku terperanjat.Tanpa sadar, sejak tadi aku melamun hingga tidak memperhatikan pegawai yang sedang berbicara padaku. "I-iya, Mba?""Pesanan untuk hotel di Bekasi udah siap, Bu.""I-iya, tolong letakkan di meja depan, ya? Sebentar lagi ada yang datang mengambil."Aku memijat kepalaku yang pening. Kata-kata Mba Mira tempo hari membuatku kepikiran. Setelah Mba Mira berkata kalau Hendra menaruh hati padaku, aku belum bertemu dengan Hendra lagi.Entah apa sebabnya, Hendra tiba-tiba menghilang. Sudah berhari-hari dia tidak datang ke kafe, padahal biasanya dia selalu menyempatkan diri untuk mampir meskipun hanya sekedar membeli minuman.Namun, meskipun Hendra tidak datang, Ayu masih saja muncul di kafe. Mungkin Ayu juga tidak tahu kalau Hendra tidak akan datang ke kafe. Awalnya aku tidak peduli dengan menghilangnya Hendra. Tapi, lama-lama aku mulai penasaran da
Bab 53Aku bergegas pergi ke rumah sakit Harapan Kita setelah Mba Mira mengabariku tentang kondisi Hendra. Aku harus segera melihat keadaan Hendra. Aku harus memastikan kalau Hendra baik-baik saja.Entah kenapa aku begitu panik. Aku tak bisa berpikir dengan jernih. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk pada Hendra."Mba!" Aku berlari kecil menghampiri Mba Mira yang saat ini berada di depan ruang operasi. "Mel?""Gimana kondisi Mas Hendra? Mas Hendra di mana sekarang? Kenapa Mas Hendra bisa tertembak?" Aku mencecar Mba Mira dengan banyak pertanyaan.Aku tak bisa mengendalikan hatiku. Meski awalnya aku selalu menyangkal perasaanku, tapi sekarang aku tak bisa menutup-nutupinya lagi.Aku sangat khawatir pada Hendra. Mendengar kabar buruk tentang Hendra membuat hatiku sakit. "Hendra masih ditangani sama dokter. Kita berdoa aja untuk keselamatan Hendra," jawab Mba Mira.Aku tak bisa tenang. Aku mulai dikuasa
Bab 54Ayu dan Hendra langsung menoleh secara bersamaan. Sepertinya Hendra sangat terkejut dengan kedatanganku, dia langsung menyemburkan makanan yang masih ada di mulutnya hingga membuat pakaian Ayu kotor."Aduh, Mas! Kenapa makanannya disembur ke aku sih?" gerutu Ayu pada Hendra."Mel, aku bisa jelasin! I-ini nggak seperti yang kamu lihat!" ujar Hendra panik.Aku tidak tahu kenapa Hendra bersikap berlebihan. Aku hanya berdiri di ambang pintu tanpa mengucap sepatah katapun, tapi Hendra tampak terburu-buru memberikan penjelasan."Tadi waktu perawat nganterin makanan nyuruh aku untuk makan supaya aku bisa minum obat, cuma ada Ayu di sini. Perawat itu juga yang meminta Ayu untuk menyuapi aku karena aku nggak boleh banyak gerak. Kalau ada orang lain di sini, aku juga nggak akan mau disuapi sama dia. Tadinya aku mau nunggu Mama atau Mbak Mira, tapi Mama belum datang-datang ...." Hendra berbicara panjang lebar berusaha menjelaskan pa
Bab 55"Kamu harus tanggung jawab!" Aku terkesiap. Hendra dan Ayu juga ikut tercengang."Gara-gara kamu, anak saya jadi kena tembak dan hampir mati. Kamu tahu nggak!" omel perempuan itu yang ternyata adalah ibunya Hendra.Hendra hanya diam. Wajah marah ibu Hendra membuatku merinding."M-maaf, Bu, salah saya apa, ya?" tanyaku dengan penuh hati-hati."Masih nanya kamu? Kamu nggak sadar kesalahan kamu sama anak saya?" Aku menundukkan kepala dalam-dalam. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba aku diomeli oleh orang tua Hendra.Aku sempat melirik ke arah Hendra. Sepertinya Hendra sama sekali tidak berniat untuk membelaku. Sekilas kulihat Hendra justru tersenyum. Apa dia senang melihatku dimarahi seperti ini?"Maaf, Bu ...." Aku tidak tahu harus berkata apa, selain mengucapkan kata maaf. "Anak saya nggak fokus selama tugas gara-gara kamu! Kamu udah bikin anak kesayangan saya nggak konsen!" omel p
Bab 56Aku benar-benar merasa lega karena sudah berhasil mengungkapkan perasaanku pada Mas Hendra. Mas Hendra juga sudah menyatakan isi hatinya langsung padaku. Kami berdua sudah saling terbuka satu sama lain, kami juga sudah siap untuk membangun hubungan baru setelah kami mengetahui isi hati masing-masing.Aku memang sudah mengakui perasaanku pada Mas Hendra, tapi bukan berarti aku akan langsung menerima ajakannya untuk menikah. Aku sudah memberi penjelasan pada Mas Hendra, dan dia mau memahami kondisiku saat ini yang masih berusaha move on dari kegagalan pernikahanku sebelumnya."Makasih ya, Mel. Aku kira kamu bakal menolakku lagi," ucap Mas Hendra."Aku bukannya menolak kamu, Mas. Aku cuma ragu sama diriku sendiri," sahutku."Kamu harus lebih percaya diri, Mel. Jangan merasa rendah diri karena status kamu yang sekarang. Aku udah memilih kamu dan aku yakin nggak akan menyesali keputusanku. Aku juga nggak akan buru-buru, aku akan menungg
Bab 57Rambutku dijambak oleh seseorang yang tiba-tiba muncul di rumahku. Saat aku menoleh, ternyata orang itu adalah Ayu."Dari mana Ayu tahu rumahku?" batinku. Sepertinya Ayu juga melihat saat aku diantar pulang oleh Mas Hendra. Aku tidak ingin berburuk sangka, tapi mungkin saja Ayu memang mengikutiku sejak tadi dan dia mengetahui kegiatanku bersama Mas Hendra."Kamu itu cuma orang asing! Aku yang harusnya jadi istri Mas Hendra! Aku udah pacaran sama Mas Hendra selama bertahun-tahun dan hampir nikah sama dia! Aku nggak akan biarin siapa pun nikah sama Mas Hendra, termasuk kamu!" Ayu berteriak histeris hingga membuatku merinding.Sebelumnya aku sudah pernah diancam dengan pisau oleh Mas Iqbal. Kalau melihat amarah Ayu, kemungkinan besar Ayu juga membawa senjata tajam untuk menyakitiku. Waktu itu aku beruntung bisa selamat dari serangan Mas Iqbal berkat bantuan Mas Hendra. Tapi kali ini, mungkin aku tidak akan mendapatkan keberuntungan l
Bab 58Aku langsung dibawa pulang setelah menginap selama satu malam di rumah sakit. Karena tidak mendapat luka yang parah, jadi aku bisa meninggalkan rumah sakit lebih cepat.Setelah insiden kecelakaan itu, Ayu tidak pernah muncul lagi di hadapanku. Dari informasi yang kudapatkan dari Mba Mira, Ayu juga sudah tidak bekerja lagi di hotel Alfarizi. Ayu mengalami cacat permanen, dia juga sudah bercerai dari suaminya.Usai beristirahat di rumah selama beberapa hari, aku pun kembali beraktivitas di kafe. Tidak hanya sibuk mengurus kafe, aku juga mulai mempersiapkan pernikahanku dengan Mas Hendra.Ya, setelah aku dan Mas Hendra memastikan Ayu tidak akan menggangguku lagi, kami berdua pun memutuskan untuk mempercepat pernikahan. Setelah acara lamaran sederhana selesai digelar, aku dan Mas Hendra mulai mempersiapkan acara resepsi yang hanya akan dihadiri oleh kerabat dan teman dekat."Mel, kirain kamu nggak ke kafe hari ini," sapa Mba Mira padak