Share

13. Rumah Sendiri

last update Last Updated: 2023-10-03 12:59:58

Sementara itu Pak Anwar merasa badannya sangat lelah dan letih sehabis bertarung dengan Pak Uday. Dia mencoba menenangkan diri dan memulihkan energinya sembari duduk bersila di bawah kerindangan pohon beringin.

Hujan sudah tercurah ke bumi. Malam yang gelap terkadang terang benderang ketika kilat menyambar dari atas langit. Suara petir sesekali menggelegar dan merasuki gendang telinga. Membuat jantung siapa saja yang mendengarnya jadi berdegup lebih kencang.

"Si Uday benar-benar hendak membunuhku. Sudah tidak ada lagi rasa belas kasihan di hatinya. Dendam telah membakar habis semua kebaikan yang pernah kuberikan. Puluhan tahun berlalu, dia masih tidak bisa melupakan kebenciannya itu."

Pak Anwar menghela napas panjang dan mengusap wajahnya yang basah oleh air hujan. Pakaian di badan sudah kuyup. Dinginnya malam kian melinukan tulang.

"Aku harus bisa menjaga jarak dengannya. Jika pun nanti ada keadaan yang membuat kami kembali bertemu, aku pun takka
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   14. Dia Tidak Ada

    Degup jantung Abdul berdetak kian kencang ketika mendekati rumah Pak Tuo. Rumah orang terpandang di kampung itu menjulang bagaikan raksasa angkuh yang siap menelannya bulat-bulat. Gonjong Rumah dengan balutan seng runcing lancip menantang langit. Hujan deras yang mendera tidak membuat nyali Abdul ciut.Setelah mengumpulkan segala keberaniannya dia menaiki tangga rumah. Dari bawah tadi dia sudah melihat cahaya terang lampu, pertanda penghuni rumah masih terjaga. Begitu berada di depan pintu, tangannya menggedor keras dan mulutnya meneriakkan kata-kata kebencian.“Anwar! Keluar wa’ang. Anwar … aku datang mau buat perhitungan dengan wa’ang, Bangsat!”Berkali-kali Abdul menggedor pintu, tetapi tidak kunjung terbuka. Ketika dia berniat menghantam daun pintu dengan kakinya, saat itulah pintu berderit. Di depannya seorang lelaki tua beraura dingin berdiri sambil menatapnya tajam.“Benar-benar sudah tidak ada lagi adab sopan

    Last Updated : 2023-10-04
  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   15. Gedoran Tengah Malam

    Hujan yang mengiringi langkah Pak Abdul masih mendera dengan lebatnya. Lelaki bertubuh kecil itu melangkah dengan setengah berlari dan terseok-seok diterpa badai. Badannya yang masih terasa sakit, tidak dia pedulikan. Dia menggertakkan rahang mencoba menghalau rasa dingin yang menyergap.“Aku harus tuntaskan malam ini. Tidak tenang hidupku jika aku tidak berhasil membuat si Anwar meminta maaf dan sujud di kakiku. Apa pun yang terjadi pada malam ini, semoga alam berpihak kepadaku.”Kaki kurusnya terus menderap menyibak jalanan berlubang yang tergenang air. Sesekali dia terperosok dan membuatnya terjatuh. Di sekitarnya sawah menghampar dengan luas. Tidak jelas kelihatan apakah padi sedang berbuah atau sudah siap untuk dipanen.Semakin cepat dia berlari, semakin cepat dia sampai di rumah Pak Anwar. Rumah besar itu berdiri menjulang menggapai langit. Atap yang terbuat dari ijuk sama pekatnya dengan malam yang tanpa bintang. Tidak terlihat pelita sedikit pun da

    Last Updated : 2023-10-05
  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   16. Kurambiak

    Pak Anwar menganggap ucapan Pak Abdul hanyalah lelucon belaka dan dia tidak punya waktu untuk meladeninya. Segera dia memutar badan hendak masuk ke dalam rumah. Namun, begitu dia membelakangi Pak Abdul, hal tidak dia sangka-sangka pun terjadi.Lelaki berperawakan jangkung itu terpental ke depan, lalu jatuh terjerembab ke lantai ketika Pak Abdul menendang punggungnya telak. Rasa sakit seketika mendera. Tulangnya terasa patah, dadanya pun sesak untuk sesaat.“Bangsat wa’ang, Abdul! Beraninya wa’ang membokongku. Benar-benar pengecut tidak beradab.” Pak Anwar segera bangkit dan menerjang Pak Abdul yang berdiri berkacak pinggang. Tinju Pak Anwar mengarah ke kepalanya. Ayahnya si Fikri ini pun segera mengelak, lalu membalas dengan menyikut tulang rusuk Pak Anwar.Teriakan kesakitan kembali melompat dari mulut Pak Anwar. Ini jauh lebih sakit dari pada tendangan di punggungnya tadi. Dia megap-megap dan sempoyongan

    Last Updated : 2023-10-06
  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   17. Racun Jarum Narako

    Mak Naro sudah sampai di halaman rumah Pak Abdul di saat hujan masih mendera bumi. Hebatnya, tidak setetes pun air hujan yang membuatnya kebasahan.Dari luar dia mendengar ratapan mengiba hati. Secepat kilat dia melesat memasuki pintu rumah yang tidak tertutup. Di dalam rumah ada tiga orang laki-laki separuh baya dan dua orang perempuan.“Mana si Fikri?”Kedatangan Mak Naro dan pertanyaannya yang tiba-tiba mengejutkan orang di dalam rumah. Mereka sontak menoleh ke arah Mak Naro yang berdiri di depan pintu.“Mak Naro?” Buk Suna salah satu perempuan di ruangan itu segera berdiri. Dia mendekati lelaki tua itu dengan terisak-isak. “Di sini dia, Mak. Tolong Fikri, Mak. Tolong ….” Sambil terisak dia memasuki kamar di mana Fikri masih terbaring tidak berdaya. Bocah itu sudah tidak mengeluarkan suara bahkan tidak bergerak sama sekali.Mak Naro segera mendekatkan jemarinya di hidung anak laki-laki Pak Abdul

    Last Updated : 2023-10-07
  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   18. Inyiak Tigo Tampat

    Suasana di luar kamar Fikri terasa mencekam. Ke lima orang yang ada di ruangan itu menunggu dengan perasaan tidak menentu. Belum pernah mereka mendengar auman harimau yang begitu mengerikan. Mengingat namanya saja sudah membuat bulu kuduk meremang.Inyiak Tigo Tampat!Inyiak yang dalam bahasa Minang merupakan sebutan untuk harimau jadi-jadian. Sosok harimau yang ada di alam gaib. Kebiasaan di kampung ini pantang menyebut harimau dengan kata harimau. Konon, jika ada yang berani menyebut harimau, maka binatang buas itu akan mendatangi kediaman orang yang menyebut namanya tadi pada tengah malam, dan bisa mencelakainya dengan mudah.Tigo Tampat merupakan tiga kuburan keramat yang dijaga sampai sekarang. Menurut cerita orang dahulu, jasad yang bersemayam di dalam makam tersebut adalah jasad orang-orang alim dan berilmu tinggi. Baik secara mental atau pun spiritual.Masyarakat di kampung itu percaya kalau ketiga penghuni makam itu ad

    Last Updated : 2023-10-08
  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   19. Rencana Jahat

    “Tidak bisa ambo percaya dengan apa yang Mak Datuak katakan. Bukankah mamak-mamak sekalian yang menjodohkan ambo dengan Uda Abdul? Sekarang, kenapa semuanya seolah-olah ambo yang bersikeras menjadi istrinya?”Buk Suna terisak pelan di depan Datuak Gadang Dirajo yang sekarang seperti kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaan keponakannya itu.“Dengar, Suna!” Pakiah Basa yang ada di samping Datuak Gadang Dirajo merasa tidak enak melihat pemimpin tertinggi di kaumnya itu disudutkan. “Maksud Mak Datuak itu baik. Sekian tahun kawu menikah dengan si Abdul, lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya. Sudah berapa kali kawu atau si Fikri habis ditanganinya? Kalau bukan karena kebaikan kami sebagai keluarga kawu, sudah jauh-jauh hari dia tidak lagi berada di rumah ini. Lagi pula, ada atau tidak ada pun dia, tidak ada gunanya. Buktinya saja, anaknya sakit seperti ini saja dia tidak mau tahu. Penting baginya memenuhi perutnya itu dengan tuak.”Buk Suna tidak ber

    Last Updated : 2023-10-09
  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   20. Malin Palito

    Pak Anwar tergagau dari tidurnya ketika mendengar bunyi gedoran di pintu masuk Rumah Gadang. Dia yang tadinya masih terlelap dibuai mimpi, sontak melompat dari tempat tidur.“ANWAR! Ada wa’ang di dalam? KELUARLAH!”Teriakan menggelegar disertai guguhan pintu membuatnya mengernyitkan kening. Hatinya mendadak tidak enak. ‘Mungkinkah jasad si Abdul sudah ditemukan?’Setelah menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang, dia segera keluar dari kamar, berjalan malas menuju sumber suara.“Kalau wa’ang tidak buka, jangan salahkan jika aku hancurkan pintu rumah wa’ang, Anwar!”Semakin dia dekat, suara teriakan di luar semakin nyaring di telinga. Hatinya jadi kesal dan mempercepat langkahnya, ingin tahu siapa manusia kurang etika yang berteriak-teriak di depan pintu.Begitu pintu terbuka, tiga sosok lelaki berdiri dengan wajah penuh kemarahan. Salah satu dari mereka adalah Malin Palito. Lelaki bertubuh k

    Last Updated : 2023-10-10
  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   1. Tiga Sahabat

    Galogandang, tahun 1963“Lekaslah wa’ang* ke surau, Buyuang! Atau kusepak pantatmu itu nanti.”Bocah laki-laki bernama Kasim dan berusia 12 tahun itu baru saja selesai mandi ketika tiba-tiba ayahnya—Pak Uday—berdiri di depannya dengan wajah tidak ramah. Kasim melewati sang ayah dan bergegas masuk ke dalam bilik bambu.Dia merungut sambil mengenakan pakaian. “Baru juga selesai mandi. Perut lapar pula. Ayah ini tega sekali sama anak sendiri.”Di luar kamar, Pak Uday mendengar gerutuan anaknya itu. “Apa yang wa’ang katai-kataikan*, Kasim? Sebentar lagi maghrib. Pergilah wa’ang salat dan mengaji di surau. Habis tu baru wa’ang bisa makan.”Kasim dengan cepat mengenakan pakaian. Tidak lupa dia mengalungkan kain sarung di lehernya dan memakai kopiah hitam yang sudah kusam di kepalanya. Dia segera keluar dari kamar dan mendapati Pak Uday sedang bersandar sambil melinting rokok daun enau.“Ayah ini menyuruh saja bisanya. Memangnya Ayah tidak wajib salat? Kok, ambo* saja yang harus beribadah, s

    Last Updated : 2023-09-07

Latest chapter

  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   20. Malin Palito

    Pak Anwar tergagau dari tidurnya ketika mendengar bunyi gedoran di pintu masuk Rumah Gadang. Dia yang tadinya masih terlelap dibuai mimpi, sontak melompat dari tempat tidur.“ANWAR! Ada wa’ang di dalam? KELUARLAH!”Teriakan menggelegar disertai guguhan pintu membuatnya mengernyitkan kening. Hatinya mendadak tidak enak. ‘Mungkinkah jasad si Abdul sudah ditemukan?’Setelah menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang, dia segera keluar dari kamar, berjalan malas menuju sumber suara.“Kalau wa’ang tidak buka, jangan salahkan jika aku hancurkan pintu rumah wa’ang, Anwar!”Semakin dia dekat, suara teriakan di luar semakin nyaring di telinga. Hatinya jadi kesal dan mempercepat langkahnya, ingin tahu siapa manusia kurang etika yang berteriak-teriak di depan pintu.Begitu pintu terbuka, tiga sosok lelaki berdiri dengan wajah penuh kemarahan. Salah satu dari mereka adalah Malin Palito. Lelaki bertubuh k

  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   19. Rencana Jahat

    “Tidak bisa ambo percaya dengan apa yang Mak Datuak katakan. Bukankah mamak-mamak sekalian yang menjodohkan ambo dengan Uda Abdul? Sekarang, kenapa semuanya seolah-olah ambo yang bersikeras menjadi istrinya?”Buk Suna terisak pelan di depan Datuak Gadang Dirajo yang sekarang seperti kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaan keponakannya itu.“Dengar, Suna!” Pakiah Basa yang ada di samping Datuak Gadang Dirajo merasa tidak enak melihat pemimpin tertinggi di kaumnya itu disudutkan. “Maksud Mak Datuak itu baik. Sekian tahun kawu menikah dengan si Abdul, lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya. Sudah berapa kali kawu atau si Fikri habis ditanganinya? Kalau bukan karena kebaikan kami sebagai keluarga kawu, sudah jauh-jauh hari dia tidak lagi berada di rumah ini. Lagi pula, ada atau tidak ada pun dia, tidak ada gunanya. Buktinya saja, anaknya sakit seperti ini saja dia tidak mau tahu. Penting baginya memenuhi perutnya itu dengan tuak.”Buk Suna tidak ber

  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   18. Inyiak Tigo Tampat

    Suasana di luar kamar Fikri terasa mencekam. Ke lima orang yang ada di ruangan itu menunggu dengan perasaan tidak menentu. Belum pernah mereka mendengar auman harimau yang begitu mengerikan. Mengingat namanya saja sudah membuat bulu kuduk meremang.Inyiak Tigo Tampat!Inyiak yang dalam bahasa Minang merupakan sebutan untuk harimau jadi-jadian. Sosok harimau yang ada di alam gaib. Kebiasaan di kampung ini pantang menyebut harimau dengan kata harimau. Konon, jika ada yang berani menyebut harimau, maka binatang buas itu akan mendatangi kediaman orang yang menyebut namanya tadi pada tengah malam, dan bisa mencelakainya dengan mudah.Tigo Tampat merupakan tiga kuburan keramat yang dijaga sampai sekarang. Menurut cerita orang dahulu, jasad yang bersemayam di dalam makam tersebut adalah jasad orang-orang alim dan berilmu tinggi. Baik secara mental atau pun spiritual.Masyarakat di kampung itu percaya kalau ketiga penghuni makam itu ad

  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   17. Racun Jarum Narako

    Mak Naro sudah sampai di halaman rumah Pak Abdul di saat hujan masih mendera bumi. Hebatnya, tidak setetes pun air hujan yang membuatnya kebasahan.Dari luar dia mendengar ratapan mengiba hati. Secepat kilat dia melesat memasuki pintu rumah yang tidak tertutup. Di dalam rumah ada tiga orang laki-laki separuh baya dan dua orang perempuan.“Mana si Fikri?”Kedatangan Mak Naro dan pertanyaannya yang tiba-tiba mengejutkan orang di dalam rumah. Mereka sontak menoleh ke arah Mak Naro yang berdiri di depan pintu.“Mak Naro?” Buk Suna salah satu perempuan di ruangan itu segera berdiri. Dia mendekati lelaki tua itu dengan terisak-isak. “Di sini dia, Mak. Tolong Fikri, Mak. Tolong ….” Sambil terisak dia memasuki kamar di mana Fikri masih terbaring tidak berdaya. Bocah itu sudah tidak mengeluarkan suara bahkan tidak bergerak sama sekali.Mak Naro segera mendekatkan jemarinya di hidung anak laki-laki Pak Abdul

  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   16. Kurambiak

    Pak Anwar menganggap ucapan Pak Abdul hanyalah lelucon belaka dan dia tidak punya waktu untuk meladeninya. Segera dia memutar badan hendak masuk ke dalam rumah. Namun, begitu dia membelakangi Pak Abdul, hal tidak dia sangka-sangka pun terjadi.Lelaki berperawakan jangkung itu terpental ke depan, lalu jatuh terjerembab ke lantai ketika Pak Abdul menendang punggungnya telak. Rasa sakit seketika mendera. Tulangnya terasa patah, dadanya pun sesak untuk sesaat.“Bangsat wa’ang, Abdul! Beraninya wa’ang membokongku. Benar-benar pengecut tidak beradab.” Pak Anwar segera bangkit dan menerjang Pak Abdul yang berdiri berkacak pinggang. Tinju Pak Anwar mengarah ke kepalanya. Ayahnya si Fikri ini pun segera mengelak, lalu membalas dengan menyikut tulang rusuk Pak Anwar.Teriakan kesakitan kembali melompat dari mulut Pak Anwar. Ini jauh lebih sakit dari pada tendangan di punggungnya tadi. Dia megap-megap dan sempoyongan

  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   15. Gedoran Tengah Malam

    Hujan yang mengiringi langkah Pak Abdul masih mendera dengan lebatnya. Lelaki bertubuh kecil itu melangkah dengan setengah berlari dan terseok-seok diterpa badai. Badannya yang masih terasa sakit, tidak dia pedulikan. Dia menggertakkan rahang mencoba menghalau rasa dingin yang menyergap.“Aku harus tuntaskan malam ini. Tidak tenang hidupku jika aku tidak berhasil membuat si Anwar meminta maaf dan sujud di kakiku. Apa pun yang terjadi pada malam ini, semoga alam berpihak kepadaku.”Kaki kurusnya terus menderap menyibak jalanan berlubang yang tergenang air. Sesekali dia terperosok dan membuatnya terjatuh. Di sekitarnya sawah menghampar dengan luas. Tidak jelas kelihatan apakah padi sedang berbuah atau sudah siap untuk dipanen.Semakin cepat dia berlari, semakin cepat dia sampai di rumah Pak Anwar. Rumah besar itu berdiri menjulang menggapai langit. Atap yang terbuat dari ijuk sama pekatnya dengan malam yang tanpa bintang. Tidak terlihat pelita sedikit pun da

  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   14. Dia Tidak Ada

    Degup jantung Abdul berdetak kian kencang ketika mendekati rumah Pak Tuo. Rumah orang terpandang di kampung itu menjulang bagaikan raksasa angkuh yang siap menelannya bulat-bulat. Gonjong Rumah dengan balutan seng runcing lancip menantang langit. Hujan deras yang mendera tidak membuat nyali Abdul ciut.Setelah mengumpulkan segala keberaniannya dia menaiki tangga rumah. Dari bawah tadi dia sudah melihat cahaya terang lampu, pertanda penghuni rumah masih terjaga. Begitu berada di depan pintu, tangannya menggedor keras dan mulutnya meneriakkan kata-kata kebencian.“Anwar! Keluar wa’ang. Anwar … aku datang mau buat perhitungan dengan wa’ang, Bangsat!”Berkali-kali Abdul menggedor pintu, tetapi tidak kunjung terbuka. Ketika dia berniat menghantam daun pintu dengan kakinya, saat itulah pintu berderit. Di depannya seorang lelaki tua beraura dingin berdiri sambil menatapnya tajam.“Benar-benar sudah tidak ada lagi adab sopan

  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   13. Rumah Sendiri

    Sementara itu Pak Anwar merasa badannya sangat lelah dan letih sehabis bertarung dengan Pak Uday. Dia mencoba menenangkan diri dan memulihkan energinya sembari duduk bersila di bawah kerindangan pohon beringin.Hujan sudah tercurah ke bumi. Malam yang gelap terkadang terang benderang ketika kilat menyambar dari atas langit. Suara petir sesekali menggelegar dan merasuki gendang telinga. Membuat jantung siapa saja yang mendengarnya jadi berdegup lebih kencang."Si Uday benar-benar hendak membunuhku. Sudah tidak ada lagi rasa belas kasihan di hatinya. Dendam telah membakar habis semua kebaikan yang pernah kuberikan. Puluhan tahun berlalu, dia masih tidak bisa melupakan kebenciannya itu."Pak Anwar menghela napas panjang dan mengusap wajahnya yang basah oleh air hujan. Pakaian di badan sudah kuyup. Dinginnya malam kian melinukan tulang."Aku harus bisa menjaga jarak dengannya. Jika pun nanti ada keadaan yang membuat kami kembali bertemu, aku pun takka

  • KUBURAN YANG TIDAK DIRINDUKAN   12. Terang Benderang

    Kita kembali lagi ke rumah Khairul begitu Pak Anwar memutuskan keluar dari rumah ….Pak Tuo masih memijit dan mengurut sekujur badan cucunya itu dengan lembut. Minyak tanak yang hangat dia balurkan ke tubuh cucunya yang berkulit sawo matang tersebut. Di samping Pak Tuo, Mak Tuo duduk sambi bibirnya melanjutkan dzikir.“Keterlaluan sekali si Anwar. Lama-lama bisa kuusir dia dari rumah ini. Lelaki tidak berguna. Kalau tidak mengingat hubungan baikku dengan Pakiah Sinaro, mungkin sudah kubuat dia hidup di jalanan.” Pak Tuo membaui minyak tersebut di hidung Khairul.“Sudahlah, Uda. Kita sudah memilih dia menjadi menantu. Baik dan buruknya harus siap kita terima. Membencinya tidak akan mengubah keadaan. Sekarang, kita fokus sama ke si Khairul. Setelah dia sadar nanti, dia pasti akan menceritakan kebenarannya.” Mak Tuo mengusap lembut lengan Pak Tuo. Lelaki yang rambutnya sudah memutih itu menghela napas panjang.Rumah Pak Tuo ini berupa rumah adat. Di

DMCA.com Protection Status