Share

KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU
KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU
Author: Evie Yuzuma

Bab 1

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

" Mbak, baju seragam yang buat acara nikahanku besok, mana? Kata Mama lagi Kakak setrikain, ya?” Putri adikku muncul dari balik pintu.

“Sudah disimpan di kamar kamu, Put.” Aku menjawab tanpa menoleh ke arahnya. Rasanya setiap mengingat hal ini, sakitnya sampai ke ubun-ubun. Tega-teganya adik kandungku sendiri tidur dengan lelaki yang beberapa minggu lagi akan menikahiku. Lalu, sekarang? Aku harus kuat hati melihat hari bahagia mereka di depan mata. Rasanya, sakitnya tuh di mana-mana.

“Oke, deh! Makasih, Mbak.” Putri menutup pintu kamarku. Lekas aku beranjak dan berjalan mendekat ke arah jendela. Kuhirup udara banyak-banyak agar rongga dada yang terasa sesak terasa lega. Namun, sama saja. Bahkan air mataku kembali menggenang. Tiba-tiba memoriku bersama Mas Imam berlarian.

***

“Va, lihat ini … kemarin aku sudah interview dengan pihak Bank. Alhamdulilah, KPR aku disetujui. Nanti setelah kita nikah, kita sudah bisa pindah ke rumah sendiri.” Mas Imam menatapku dengan pandangan berbinar.

“Alhamdulilah, Mas.” Aku tersenyum lega. Akhirnya impianku untuk membangun rumah tangga bersama orang yang kucintai akan segera terlaksana.

“Iya, Va. Beberapa perabot sudah Mas cicil juga. Tempat tidur sama lemari baju sudah Mas beli. Ya, nanti kalau ada uang lagi, baru beli barang lainnya.” Mas Imam menunjukkan foto-foto perabotan yang sudah dia beli.

“Alhamdulilah, Mas. Makasih, ya, Mas.” Aku menatap penuh haru. Bagaimanapun lelaki rupawan yang ada di sampingku ini begitu luar biasa. Dia mau menerimaku yang bahkan selalu dipandang sebelah mata. Bahkan mau menerima aku yang dari kalangan biasa dan memiliki Bapak yang sakit-sakitan pula.

Mas Imam bertubuh tinggi dan berkulit putih, sedangkan aku, kulitku lebih gelap dan beberapa bekas jerawat masih membekas di pipi kanan kiriku. Kadang aku malu ketika jalan sama dia. Pipinya bahkan begitu mulus, lebih terawatt dari pada aku.

“Makasih, untuk?” Dia menatapku. Tatapan hangat dan penuh cinta yang selalu kudapatkan darinya.

“Karena kamu sudah nerima aku apa adanya, Mas. Padahal ‘kan kamu tampan, apalah aku ini muka saja pas-pasan.” Aku menunduk malu.

Dia terkekeh, lalu satu tangannya mengacak pucuk kepalaku.

“Mas lihat kecantikan hati kamu, Va. Hati yang bercahaya, akan terpancar pada wajah. Dan kamu punya itu.” Begitu manis bak gulali, pujian itu dilontarkan Mas Imam untukku. Lelaki yang benar-benar kuharap nantinya akan jadi imamku.

Mungkin itulah jodoh yang kata orang saling melengkapi. Aku yang cenderung pendiam dan tertutup justru mendapatkan Mas Imam yang ramai dan terbuka. Kulitku cenderung gelap, sedangkan Mas Imam lebih putih dan bersih bahkan terawatt. Aku pendek, sedangkan Mas Imam tinggi tegap. Ya, banyak hal yang berbeda, tetapi hati kita memiliki getaran yang sama. Aku dan dia saling cinta.

Mas Imam adalah teman kerjaku di kantor salah satu tempat kursus ternama di sini. Kami baru enam bulan berkenalan. Hanya saja, aku memang tak mau pacaran lama-lama. Kami hanya sekadar ngobrol dan jalan saja dan tak pernah ada kata jadian sebelumnya. Namun, hati kami merasa saling cocok. Aku pun bahagia karena Mas Imam mau menerima penampilanku yang pas-pasan. Apalagi aku tak seglowing para perempuan lain yang perawatan kulitnya mahal.

Ya, selama ini aku adalah orang yang tak pandai bergaul. Selain karena aku introvert, aku juga malu karena aku tak bisa secantik teman-temanku yang perawatan kulitnya mahal. Jangankan ke salon, maskeran saja aku hanya beli masker bengkoang serbuk yang harganya delapan ribuan. Uang gajiku kupakai buat biayain Putri---adikku yang sekarang sedang kuliah semester satu.

Aku memiliki banyak harapan pada Putri. Meskipun aku hanya tamatan SMA dan gak kuliah lagi karena kendala biaya. Namun, aku ingin dia sukses. Karena itu, seluruh hasil kerjaku kuberikan pada Ibu untuk membiayai kehidupan kami dan kuliah Putri.

Persiapan acara pernikahanku dengan Mas Imam hanya tinggal hitungan minggu. Keluarga Mas Imam sudah datang ke rumah. Tanggal untuk acara nikahan pun sudah ditentukan. Sebelumnya, Mas Imam belum pernah ketemu Putri. Adikku itu sibuk dengan teman-temannya. Hanya saja sore itu kebetulan hujan, Mas Imam berteduh agak lama sebelum pulang. Putri pun datang dan mereka berkenalan.

Semenjak hari itu, aku mulai merasakan perbedaan sikapnya padaku. Mas Imam tak sehangat dulu. Sampai-sampai suatu petang. Aku minta di antar Mas Imam ambil kado buat ulang tahun Putri. Hanya saja dia bilang ada acara. Akhirnya aku pergi sendiri.

Namun, alangkah kagetnya aku ketika aku tiba di toko tas untuk ambil pesananku. Aku melihat sekilas dia membonceng Putri. Hatiku yang sudah mulai tak menentu, akhirnya cari ojek dan mengikuti mereka.

Sepeda motor itu melaju, masuk ke sebuah perumahan. Aku mengatur jarak agar tak kentara. Beruntung ada masker di tas. Aku sembunyikan wajahku dan mengikutinya dari kejauhan. Benar saja, sepeda motor itu berbelok pada rumah, di mana Mas Imam janji jika itu akan jadi hunian kami.

Aku mengatur degup jantung ketika ternyata mereka masuk ke dalam. Tampak Mas Imam menenteng dus kue. Aku tahu karena itu dus dari toko kue ternama. Apakah mereka akan merayakan ulang tahun Putri bersama.

Aku meminta tukang ojek berhenti agak jauh. Menunggu beberapa lama. Kuharap mereka akan keluar. Namun, setengah jam berlalu. Tak ada tanda-tanda mereka keluar.

Dengan hati ketar-ketir aku berjalan mendekat. Langkah terasa gontai tak karuan. Waktu sudah hampir maghrib saat itu.

AKhirnya kaki ini menginjak teras rumah. Belum ada tirai terpasang. Aku tahu di sini perumahan baru. Para tetangga pun belum banyak. Kuintip dari kaca jendela, tetapi mereka tak ada. Akhirnya kudorong pintu itu perlahan. Rupanya tak dikunci.

Hati semakin berdentum hebat ketika kudengar suara-suara yang menjijikkan dari dalam kamar. Perlahan kudorong daun pintu, tetapi dikuncinya. Kugedor juga pada akhirnya. Kuharap tak mendapati hal yang kutakutkan.

Gedoran beruntun sepertinya membuat mereka panik. Pintu terbuka, Mas Imam muncul dan menampakkan batang hidungnya. Aku menelan saliva ketika melihat beberapa tanda merah pada lehernya dan napasnya yang terengah. Dia tak mengenakan pakaian selain celana kolor yang menutup tubuh bagian bawahnya.

“D—Diva?” Dia menyapaku terbata.

“Di mana Putri, Mas?” tanyaku dengan suara bergetar.

“P—Putri? Putri apa?” Dia pura-pura bodoh rupanya. Tangannya hendak mendorongku keluar. Namun, aku menepisnya. Lalu aku mendorong tubuhnya sekuat tenaga hingga pintu yang setengah tertutup itu pun akhirnya terbuka.

Brak!

Sebuah pemandangan yang menyakitkan tersaji di depan mata. Hatiku terasa hancur. Kedua tungkai terasa lemas luar biasa. Dia, adik yang kusayangi sudah tak lagi berbusana dan menutup tubuhnya dengan seprai. Pakaiannya berserakan di mana-mana. Tanda merah, aku melihatnya dengan jelas menyebar pada lehernya.

“P—Putri, k—kamu tega sekali sama, Mbak?!” pekikku dengan tangan mengepal. Aku memandangnya dengan nanar.

Related chapters

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 2

    Brak!Sebuah pemandangan yang menyakitkan tersaji di depan mata. Hatiku terasa hancur. Kedua tungkai terasa lemas luar biasa. Dia, adik yang kusayangi sudah tak lagi berbusana dan menutup tubuhnya dengan seprai. Pakaiannya berserakan di mana-mana. Tanda merah, aku melihatnya dengan jelas menyebar pada lehernya.“P—Putri, k—kamu tega sekali sama, Mbak?!” pekikku dengan tangan mengepal. Aku memandangnya dengan nanar. Sekelumit bayangan itu kembali membuat air mata ini luruh. Setelah kejadian itu, bukan hanya aku yang terluka, tetapi juga Ibu. Perempuan yang sama menggantungkan harapannya pada Putri sepertiku. “Kenapa kamu tega, Put?” lirih batinku mengulangi pertanyaan serupa yang tak pernah akan ada jawabannya. Karena dia yang sudah melukai kami, bahkan tengah bersuka cita karena akan segera menikah. Ketukan pada daun pintu, terdengar beruntun. Aku menoleh. Lekas kuseka air mata yang mengalir membasahi pipi. Tak mau lagi menunjukkan pada orang serapuh apa aku. Bahkan setiap kali di

    Last Updated : 2024-10-29
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 3

    “Hey, tunggu!” teriakku. Dia belum bayar kuenya soalnya. Dia berhenti, lalu menoleh dan sepasang mata elangnya menatap tajam. “Ngapain lo manggil-manggil gue! Jangan pernah mikir mau godain gue! Perawan gak laku!” Plak!Entah setan dari mana yang menggerakkan tanganku. Kalimatnya begitu menyakitkan hati. Kutelan saliva dan menatap tajam penuh benci. “Dua kali hati ini disakiti oleh dua orang lelaki. Akan kubuat kalian mengemis-ngemis cintaku di kemudian hari!” batinku berucap. Janji pada diri sendiri. Sakit karena dikhianati belum pergi. Kini ditambah lagi bertemu manusia laknat yang ucapannya melukai harga diri.“Lo nampar gue?” Sepasang mata Kenzo menatap tajam. Tiba-tiba adegan ini seoalh dejavu. Memoriku sekilas berlari pada Kenzo dengan seragam putih abu dan rambut dicat berwarna magoni. Pandangan itu masih sama, lekat kebencian tertanam di sana. Bahkan ucapannya pun hampir serupa, “Lo laporin gue ke kepala sekolah? Jang sok jadi cewek, deh!” Aku menggeleng kepala. Mengembal

    Last Updated : 2024-10-29
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 4

    “Ya gak bisa gitu dong, Mbak! Aku juga ‘kan capek harus kuliah, masa harus beres-beres rumah juga!” Dia tetap melawan. “Oh, terus gimana? Kuliah capek, ya? Kalau gitu kita gantian, kamu yang kerja dan bantuin Ibu bikin kue, biar Mbak yang kuliah lagi dan urus rumah? Adil kan?” tantangku dengan pandangan mata yang tajam. Putri tampak kaget. Mungkin seumur hidup seatap denganku, baru kali ini aku bicara agak keras padanya. “Mbak, kenapa Mbak teriak-teriak? Mbak lupa kalau di rumah ini ada Bapak yang lagi sakit? Mbak gak mikirin perasaan Bapak, ya? Dia sedang stroke, Mbak. Jangan sampai kondisinya makin drop kalau dengar kita ribut-ribut kayak gini?” Aku menelan saliva. Ingin rasanya menyumpal mulut Putri itu. Namun, sadar. Putri bukan orang yang bisa diajak bicara. Berdebat dengannya hanya menghabiskan tenaga. Sementara itu, ada Bapak yang butuh aku, ada Ibu yang harus kubantu. “Kalau kamu gak mau ikutin aturan, Mbak. Mulai hari ini, Mbak akan pernah ngeluarin sepeser pun buat kebu

    Last Updated : 2024-10-29
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 5

    Hidup memang terus melaju. Esok yang tak kukehendaki pun akhirnya tiba. Usai menikmati satu piring nasi goreng kencur buatan Ibu dan segelas teh pahit hangat, aku beranjak. Ada sesuatu yang terasa hampa, ketika dulu setiap pagi, Mas Imam-lah yang menjemputku ke sini dan kami berangkat kerja bersama. Aku panaskan sepeda motor bebek yang biasa dipakai Putri kuliah. Toh, kini dia sudah ambil cuti, acara nikahan dengan Mas Imam akan dilaksanakan dua mingguan lagi. “Mbak kok pake motor? Aku mau pergi.” Dia melongokkan wajah dari balik pintu. “Mbak mau kerja. Kuliah kamu ‘kan sudah cuti juga.” Aku menoleh sekilas ke arahnya. Lantas berjalan masuk dan meninggalkan sepeda motor beat keluaran lama yang sedang di panaskan di teras rumah. Kuhanya melirik sekilas padanya yang tengah memoles perwarna bibir warna orange, lalu duduk pada kursi kayu yang ada di ruang tengah dan mengenakan kaos kaki. Putri tampak sudah rapi. Aku menatapnya dari atas hingga bawah. Selalu saja tampilannya seksi. Dia

    Last Updated : 2024-10-29
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 6

    Aku sudah mengajukan izin pada Bu Ratna---selaku pimpinan LPC Al Huda atau Lembaga Professional Course Al-Huda di mana aku bekerja, pastinya setelah berbincang dengan Mbak Ana. Dia yang biasanya menggantikan tugas pentingku ketika akan ada keperluan seperti sekarang.Pakaian hitam putih sudah rapi kukenakan. Kupoles wajah dengan bedak, tetapi sayangnya malah aneh. Kulitku yang gelap ketimpa bedak yang putih malah terkesan dipaksakan. Akhirnya kucuci lagi muka dan hanya memakai foundation seharga sepuluh ribuan. Tak memunculkan efek apa-apa, hanya saja setidaknya tak terasa terlalu kering. Kupoles lip balm warna natural agar bibirku tampak segar. Kerudung warna hitam menjadi pilihan. Kulipat kerudung segi empat itu dan kupertemukan dua sisinya. Lekas kupakai dengan simetris. Setelah tersemat jarum pentul, lekas aku mengambil tas yang sebetulnya hanya berisikan ballpoint, dompet kecil, ponsel, kotak makan segi empat dan air mineral.“Bu, Diva berangkat dulu!” Aku menghampiri Ibu yang t

    Last Updated : 2024-10-29
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 7

    Menunggu pengumuman hasil interview sudah seperti nunggu yang ngapel di malam minggu. Meskipun itu dulu,. Berulang kali lihat jam, lihat tanggal, bahkan bolak-balik check email. Huh … tiga hari berasa tiga bulan. Hari ketiga sudah terlewati, tetapi kabar belum juga kudapatkan. Aku, hanya bisa pasrah dan mengirim lamaran lain lagi. Mungkin belum rejekiku di sana. Sementara itu, yang sibuk persiapan pernikahan sudah mulai sebar undangan. Tiap hari sampai bosan lihat wajah-wajah manusia tanpa dosa berkeliaran di rumah. Bahkan, hampir setiap saat pamer kemesraan. Sabaar, Diva! Setelah mereka resmi nikah, mereka akan tinggal di rumah barunya. Setidaknya, kamu bisa menghirup udara bebas.Sore itu, sepulang kerja. Aku diminta Ibu mengantar Bu Minah---tukang pijat yang habis mijat Bapak. Sekalian aku bawa kue untuk dikirim ke salah satu pelanggan Ibu. Ponselku berdering dan menampilkan nomor baru. Bu Minah sudah naik ke atas boncengan, terpaksa aku minta dia turun lagi. “Hallo, Selamat S

    Last Updated : 2024-10-29
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 8

    Maaf, aku tak lagi peduli. Lekas aku melajukan sepeda motor dan meninggalkan hingar bingar. Jalanan yang macet, akhirnya kulalui. Ketika tiba di depan tempat kerja baruku. Tampak sebuah mobil yang familiar. Aku menautkan alis. Rasa-rasanya hapal plat nomor mobil tersebut. Lekas aku masuk dan menuju lobi. Benar saja dugaanku, sosok perempuan berparas lembut yang tak lain adalah Bu Faridah---Ibunya Kenzo ada di dalam. Sepertinya dia salah satu pelanggan dari klinik kecantikan di sini. “Pagi, Mbak Intan!” “Pagi, Mbak Diva!” Aku menyapa resepsionis sekaligus kasir yang baru kutahu namanya Intan ketika kemarin mengirimkan email kontrak untukku. Sosok berkerudung warna salem yang tengah memilih produk skincare tersebut menoleh. “Eh ada Diva?” Perempuan yang tak lain adalah Bu Faridah itu menatapku. “Ibu lagi apa di sini? Langganan juga, ya?” Aku menghampirinya lalu menyalaminya dengan khidmat.“Ahm, Mbak Diva!” Aku menoleh pada Intan yang memanggilku. Namun, dari sudut matanya dia ta

    Last Updated : 2024-10-29
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 9

    “Hey, kamu! Tolong kerja samanya, ya! Tolong buat wajah aku secantik bidadari.” Aku menepuk benda mati itu, seolah dia bisa mendengar apa yang kuucapkan. Lantas aku mengambil sabun mukanya dan gegas membersihkan wajah. Kuabaikan hiruk pikuk dan hingar bingar para tetangga yang sedang rewang dan para kerabat yang juga ikut membantu-bantu. “Eh, Diva, kok baru kelihatan, sih?” Pertanyaan dari Bi Asih terlontar ketika aku kembali ke kamar mandi untuk wudhu dan sekaligus cuci muka. Kalau dulu, aku cuci muka hanya dengan facial wash yang harganya lima belas ribuan. Kali ini, beda. Aku cuci muka dengan facial wash bagus, tapi gratisan. Ah, andai bisa gratis tiap hari. “Iya, Bi! Habis kerja, hari pertama masa mau izin.” Aku tersenyum. “Oh kamu pindah kerja. Iya, kalau ada kerjaan, mending kerja, lagian di sini sudah banyak yang bantu juga.” “Iya, Bi.” Ah, malas berlama-lama. Gegas wudhu dan mencuci muka. Lalu aku kembali masuk ke kamar dan mengunci pintu dari dalam. Kuapplikasikan skin

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 66 - SELESAI

    Pov DivaSuasana pagi di sari ater terasa sejuk. Aku masih bergelung di balik selimut. Usai shalat shubuh tadi, kembali memejamkan mata. Rasa lelah cukup terasa kerana perjalanan panjang kemarin siang. Derit pintu terbuka, menampilkan sosok lelaki dengan hidung bangir dan rambutnya yang tampak masih basah. Satu gelas susu hangat tersaji dalam nampan bersama potongan roti bakar. “Pagi, Adek … Papa bawain sarapan buat Adek.” Mas Iqbal menyimpan nampan berisi sarapan itu di atas meja. Lalu dia mendekat dan mengecup keningku lama. “Duh, Mommy-nya kecapekan, ya?” Dia membelai rambutku yang tergerai ke atas bantal. Aku hanya tersenyum, rasanya kenapa dia makin hari, makin membuatku merasa jadi orang spesial. Perlakuannya tadi malam juga manis banget dan membuat terus terbayang-bayang. Lengan kokoh itu beralih pada betisku, lantas dia pijit perlahan. “Mas, sebelah sini ….” Aku tersenyum malu-malu dari balik selimut, tetapi kuulurkan kaki yang lain agar dipijitnya. Berulang kali dia mi

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 65

    Liburan, itulah kata yang disepakati Iqbal dan Kenzo pada makan malam terakhir keluarga. Meskipun Kenzo awalnya enggan, tetapi Iqbal meminta sebagai syarat perpisahan mereka sebelum Kenzo pergi ke Surabaya. “Pergilah, Kenz. Kalian juga belum bulan madu ‘kan? Biar sekalian bulan madu saja.” Itulah kalimat yang dilontarkan Bu Faridah ketika mendengar usulan Iqbal terkait liburan. Begitupun dengan Adzkya yang tampak sekali bersemangat, akhirnya Kenzo luluh dan ikut saja.Dia tengah duduk di depan meja kerjanya di dalam kamar ketika Adzkya sibuk packing pakaian. “Mas mau bawa baju mana saja?” Suara itu tak mengalihkan pikiran Kenzo. Sejak tadi dia hanya duduk menatap layar laptop dengan fokus sekali. “Mas!” Sebuah tepukan pada akhirnya mengalihkan dunianya. “Ahm, apa?” Kenzo menatap Kya. “Mau bawa baju mana saja?” Adzkya memasang senyum dan menatap Kenzo lekat. “Pilihkan saja. Gak usah terlalu banyak.” Hanya itu. Dia menoleh malas. Rasanya enggan sebetulnya untuk pergi liburan. Seb

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 64

    Pov KenzoMataku mengerjap rasa nyari terasa pada bagian perut yang tertusuk masih terasa. Samar aku membuka mata. “Adz—Adzkya?” Kepala terasa berat dan kedua mataku terasa sulit untuk terbuka. Perempuan dengan wajah yang tampak masih pucat itu mengangguk dan menggenggam jemariku ketika lirih kusebut namanya. “K--Kamu baik-baik saja, Kya? Syukurlah ...." Suaraku bergetar antara rasa haru dan lega. Perlahan tangan ini bergerak mengusap pipi tirusnya. Ya, Adzkya memang tampak cantik dengan pipinya yang tirus. Meskipun pucat dan tampak letih, tetapi dia tetap cantik. “Aku baik-baik saja, Mas. Syukurlah kamu sudah sadar.” Adzkya menyeka air matanya yang jatuh. Aku mengangguk. Rasa lega yang kini hadir memenuhi rongga dada terasa ketika melihatnya baik-baik saja. Hanya saja gimana bisa tiba-tiba dia ada di sini? Seingatku malam itu, aku dibopong warga dan tak sadarkan diri. Lalu ketika aku sadar, aku ada di klinik. Hanya setelahnya, aku kembali tak ingat apa-apa lagi. Hanya terdenga

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 63

    “Pak, boleh tanya. Apa Bapak ada lihat perempuan ini?” Kenzo menunjukkan foto Adzkya. Lelaki itu menautkan alis dan tampak mengingat-ingat. Beberapa detik kemudian wajahnya sumringah.“Ah iya, tadi dia keluar dari masjid sini juga, Mas. Terus dia jalan ke arah sana!” Kedua bola mata Kenzo membulat seketika. Ada secercah harapan dan rasa bahagia. Berarti Adzkya baik-baik saja. “Makasih, Pak.” Kenzo mengangguk, lantas menarik gas dan segera melaju meninggalkan area masjid jami di mana tadi Kenzo berisitrahat. Hati harap-harap cemas karena hari sudah mulai gelap. Ada rasa bersalah menelusup hingga ke dalam dada. Andai dia tak lengah dan becus menjaga Adzkya, pasti istrinya itu tak akan hilang jadinya. Tak berapa lama setelah Kenzo melajukan sepeda motor, ada sebuah masjid yang agak besar di tepian jalan. Lekas Kenzo menepi. Berharap jika Kya singgah di sini. Namun, ternyata tak ada. Bahkan Kenzo sempat bertanya pada beberapa orang dan menunjukkan fotonya, tak ada yang mengenalinya.

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 62

    Pov 3“Hey, Bung! Berhenti disitu! Gue bakal tuntut lo karena sudah berani mengganggu privasi gue dan masuk ke rumah gue tanpa persetujuan!” bentak Marcello. Namun Kenzo tak menggubrisnya dan terus berteriak memanggil Adzkya dan menyusuri kamar-kamar yang ada di lantai dua. Marcello baru hendak berjalan tergesa mengejar Kenzo yang berada di lantai dua ketika terdengar suara sirine polisi mendekat. Wajahnya tampak ditekuk dan melirik Arpan dan Ardan bergantian.“Paman! Cemen banget ternyata nyali kalian! Urusan kayak gini doang, bawa-bawa polisi?” “Kami hanya butuh surat tugas mereka untuk membantu menggeledah rumah ini, Marcel. Kami tahu, kamu pemain drama yang baik dan dengan dukungan kekuasaan orang tua kamu, bisa melakukan hal-hal abnormal. Jadi, sudah biasa ‘kan? Gak perlu panik.” Ardan berucap santai. Marcello belum lagi menjawab ketika daun terdengar bell dipijitnya. Dia langsung berjalan menuju ke depan untuk membukakan pintu. Sementara itu, Iqbal menelpon Kenzo agar segera

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 61

    Kenzo berlari gesit melewati jarak-jarak yang tercipta di antara mobil yang terparkir bersama di sepanjang tol. Rambut sebahunya yang ikatannya lepas, bergerak-gerak tak beraturan, sesekali dia menyibak helai yang menutup wajah. Keringat membasahi kaos yang dikenakannya. Kedua kakinya dengan lincah melompat melewati pembatas tepian tol yang tingginya kurang lebih 1 meteran.“Bang, lo di mana?” Ditempelkannya gawai itu ke bibirnya. Kenzo mengirim pesan suara pada Iqbal yang akan menjemputnya keluar dari jalur tol. Namun, sampai dia menurunkan ponsel, urung mendapat jawaban. Tak ada pesan balasan. Kenzo terus berjalan keluar, menyusuri hamparan rumput yang tumbuh subur di tepian tol. Tak lama dari itu, dia harus bertemu tembok setinggi dua meteran yang menjadi pembatas pemukiman dengan jalan raya. Kenzo mendarat dengan selamat di sebuah kebun di belakang rumah warga. Dia pun berlari kecil mencari jalan agak yang terhubung ke jalan raya agar Iqbal bisa menemukannya lebih mudah. Baru sa

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 60

    Komandan security dengan name tag bernama Rahmat itu mempersilakan duduk. Dia menarik dua kursi dan mempersilakan juga lelaki berpakaian formal yang aku tak diketahui siapa namanya itu. “Silakan Pak Muhyi! Pak Kenzo!” Kenzo dan lelaki berpakaian formal yang disebutnya Pak Muhyi itu pun duduk. Sementara itu, dia sendiri lebih memilih berdiri.Layar komputer mulai terhubung ketika jemari Pak Muhyi mengetikkan sebuah IP adress, lalu dua memasukkan username dan password pada layar. Ada banyak sekali kamera cctv yang terpasang di sana. Dia yang sudah hapal letaknya memilih kamera nomor 25 yang ternyata berada menyorot lebih banyak ke area toilet dan mushola. Mereka menunggu beberapa detik, hingga akhirnya Kenzo melihat sosok Adzkya yang berjalan tergesa masuk ke dalam toilet. Lalu, sekitar sepuluh menit berlalu, di antara lalu lalang orang-orang, terlihat Adzkya keluar. Namun melihat ekspresinya membuatnya yakin, ada hal yang tak baik-baik saja. Hingga sosok tinggi tegap yang hanya te

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 59

    Pov Kenzo “Terima kasih sudah berbelanja di sini. Silakan datang kembali.” Kasir tersebut menangkup tangan di depan dada dan tersenyum dengan ramah. Dua plastik berisi belanjaan sudah kutenteng. Namun, entah kenapa, Adzkya belum juga kembali. Akhirnya kuputuskan untuk mencarinya ke depan toilet. Aku duduk pada kursi tempat menunggu yang bersisian dengan mushola. Beberapa orang pun tampak ada yang tengah duduk juga. Lima menit berlalu, tetapi Adzkya tak juga keluar dari dalam toilet perempuan itu. Gegas kuambil gawai dan kucari nomornya. [Masih lama?] Aku mengirimkannya pesan. Hanya checklist satu. Aku menautkan alis. Tiba-tiba merasa ada yang janggal. Masa cuma ke toilet saja harus mematikan gawai. “Mohon perhatian! Mohon perhatian! Telah ditemukan sebuah ponsel di depan toilet perempuan! Bagi yang merasa kehilangan, silakan datang ke bagian informasi.” Pengumuman itu diulang sebanyak dua kali. Lalu segera kuhubungi lagi nomor Adzkya setelah suara pengumuman itu terhenti. Kali i

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 58

    Pov Adzkya Aku menatap wajah tampan yang tengah terpejam di sampingku. Kunaikkan selimut yang tertarik untuk menutup tubuh polosnya. Kuabaikan rasa perih yang mendominasi pada inti tubuhku. Bayangan semalam sekilas melintas dan membuatku tersipu. Akhirnya aku mampu mengalahkan ketakutanku sendiri disentuh oleh lelaki. Aku menekan rasa trauma itu demi menghapus jejak perempuan masa lalu dari hati suamiku. Meskipun, sempat aku gemetar dan berkeringat karena ketakutan yang luar biasa itu muncul lagi. Namun, ternyata aku bisa melawan dan mengalahkannya. Aku beringsut bangun, lalu berjalan menuju kamar mandi. Malam ini sudah kami lewati dengan menunaikan kewajiban masing-masing. Menjadikanku miliknya dan menjadikannya milikku. Meski aku tahu, menyingkirkan masa lalu di hatinya tak semudah itu. Namun, ini harus diperjuangkan. Terlebih ketika kemarin aku mengobrol dengan Mbak Diva dan memancingnya. Sepertinya dia tak tahu menahu tentang perasaan suamiku padanya. Bahkan dia bercerita jika

DMCA.com Protection Status