Share

Bab 7

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2023-01-20 09:17:46

Menunggu pengumuman hasil interview sudah seperti nunggu yang ngapel di malam minggu. Meskipun itu dulu,. Berulang kali lihat jam, lihat tanggal, bahkan bolak-balik check email.

Huh … tiga hari berasa tiga bulan.

Hari ketiga sudah terlewati, tetapi kabar belum juga kudapatkan. Aku, hanya bisa pasrah dan mengirim lamaran lain lagi. Mungkin belum rejekiku di sana.

Sementara itu, yang sibuk persiapan pernikahan sudah mulai sebar undangan. Tiap hari sampai bosan lihat wajah-wajah manusia tanpa dosa berkeliaran di rumah. Bahkan, hampir setiap saat pamer kemesraan.

Sabaar, Diva! Setelah mereka resmi nikah, mereka akan tinggal di rumah barunya. Setidaknya, kamu bisa menghirup udara bebas.

Sore itu, sepulang kerja. Aku diminta Ibu mengantar Bu Minah---tukang pijat yang habis mijat Bapak. Sekalian aku bawa kue untuk dikirim ke salah satu pelanggan Ibu. Ponselku berdering dan menampilkan nomor baru. Bu Minah sudah naik ke atas boncengan, terpaksa aku minta dia turun lagi.

“Hallo, Selamat Siang!” sapaku. Waktu masih menunjukkan jam lima sore.

“Siang!” Suara seseorang dari seberang sana terdengar menjawabku.

“Dengan Mbak Diva Wulandari? Kami dari Kenzo Distribution & Skin Care Center.”

“Betul, Mbak! Saya Diva.”

Kumatikan dulu sepeda motor. Hati penuh debar menunggu kalimat berikutnya yang dia akan sampaikan. Harap-harap cemas, soalnya sudah sekitar satu minggu berlalu, baru mendapat telepon. Kemarin waktu interview, Bu Anne bilang mungkin dua tiga hari baru dapatkan pengumuman. Padahal aku sudah ikhlas dan gak berharap lagi. Aku juga sudah kirim beberapa lamaran ke tempat lainnya.

“Mbak Diva, saya mau ngasih kabar. Mbak Diva sudah terpilih sebagai Marketing Communication di tempat kami. Mohon konfirmasinya, kapan Mbak Diva bisa join?” tanyanya lagi.

“Alhamdulilaaah … makasih banyak, Mbak. Satu minggu dari tanda tangan kontrak kerja, saya bisa.” Aku menjawab cepat. Sudah kukomunikasikan jauh-jauh hari dengan Mbak Ana. Dia akan bantu back up kalau nanti penggantiku di tempat lama belum dapat.

“Oke, Mbak Diva. Kontrak kerja sudah saya siapkan! Segera saya kirim by email, ya! Aslinya nanti bisa ttd pas hari pertama masuk biar gak bolak-balik, gimana?”

“Baik, Mbak! Bisa, bisa.”

Panggilan pun ditutup. Seminggu lagi aku bekerja di sini. Akhirnya luka yang setiap hari tersiram air garam ini akan perlahan sembuh. Menjauh adalah cara terbaikku saat ini. Aku mau fokus pada Ibu, Bapak dan diri sendiri. Sepertinya aku juga akan daftar kuliah lagi. Gak apa umur sudah kelewat, toh sekarang semua urusan tentang Putri sudah bukan lagi tanggung jawabku, Ibu maupun Bapak.

Aku melakukan semua pekerjaan dengan lebih riang dan ringan. Senyum tulus beberapa kali terkembang. Bahkan, aku sudah mulai terbiasa dengan muka Mas Imam yang bolak-balik dengan Putri. Saling tertawa lepas, saling suap menyuap, bahkan kadang saling rangkul, padahal mereka belum halal. Ya, sudahlah. Sekarang aku bisa menatap hidup dan mimpiku sendiri. Tak perlu lagi menggantungkan harapan pada orang lain karena aku tak siap kecewa untuk yang kedua kali.

Semua pekerjaan rumah, kini sudah Putri yang pegang. Aku lebih fokus pada pekerjaan, bantu Ibu dan urus Bapak. Sebagian uangku memang masih buat nafkah Putri, gak apa, sampai dia ada penanggung jawab halalnya.

Sore itu, langit cerah. Hari ini terakhir kerjaku di tempat lama. Hari ini kudengar adalah hari terakhir Mas Imam kerja, karena besok sudah cuti nikah. Pelukan Mbak Ana dan ucapan terima kasih dari Bu Ratna membuatku mau tak mau menitikkan air mata. Kebaikan mereka pasti tak akan pernah kulupa.

Aku menyalami semua staff yang ada, termasuk Mas Imam. Dia menatapku dengan pandangan yang tak bisa kuartikan.

“Selamat, ya, semoga betah di tempat baru!” bisik Bu Ratna seraya menjabat erat tanganku.

“Makasih juga, Bu! Terima kasih sudah memberikan saya kesempatan untuk berkembang.” Aku tersenyum. Rasanya dunia begitu luas sekarang. Kupandang wajah-wajah mereka dan sebuah anggukan mengakhiri pertemuan sore ini.

“Diva!” Aku baru hendak menyalakan sepeda motor ketika Mas Imam mengejarku.

Aku menoleh, kali ini, mentalku yang ditempa setiap hari sudah semakin kuat. Kutatap wajah Mas Imam dengan tenang.

“Ya ada apa?” tanyaku.

“Kamu pindah kerja ke mana?” tanyanya lagi.

“Panggil saya, Mbak! Besok kamu nikah sama Putri. Saya ini calon kakak ipar kamu.” Aku mengulas senyum dan menjawab pertanyaannya dengan datar.

Mas Imam tampak kikuk. Dia berdehem lalu mengulangi lagi pertanyaannya.

“Mbak pindah kerja ke mana?” tanyanya. Rasa penasaran tampak terlihat jelas dari raut mukanya.

“Pindah kerja ke mana, itu bukan urusan kamu, kok! Saya pulang dulu, ya! Permisi!” Aku kenakan helm. Lantas kuputar kunci kontak sepeda motor dan melaju begitu saja.

Jika Mas Imam saja bisa melupakanku dengan mudah, kenapa aku harus terus meratap dan terpaku dengan masa lalu? Hidup bukan berjalan ke belakang, tetapi melaju ke depan.

Aku pulang, lalu melanjutkan hidup seperti biasa. Hanya saja bedanya, sekarang sudah bisa melangkah lebih ringan, walau luka itu kadang masih menelusup pada relung hati paling dalam. Namun, selalu kubawa dalam tiap alunan doa agar Allah sembuhkan, angkat sakitnya dan meminta berganti dengan indah. Sepertiga malam terakhir adalah obat paling mujarab atas setiap masalah.

Sudah sejak dua hari lalu di rumah banyak yang rewang. Tenda sudah terpasang, pelaminan sedang ditata oleh WO yang dulu sempat Mas Imam kenalkan. Besok nikahan Putri dan Mas Imam. Hanya saja besok adalah hari pertamaku kerja di tempat baru. Beruntung momentnya pas, aku jadi bisa ada alasan untuk tak menyaksikan akad.

Aku tak peduli lagi apa kata orang, yang kupikirkan sekarang kenyamananku sendiri. Kusapa beberapa tetangga yang sedang rewang, lantas masuk ke kamar.

Keesokan harinya, suasana rumah lebih ramai. Putri sudah sejak shubuh tadi bangun, dipaksa Ibu mandi lantas di make up oleh orang MUA. Sesekali tawa riang terdengar ketika para tetangga menggodanya.

Aku berpamitan pada Ibu. Pakaian hitam putih sudah kukenakan sebagai tanda pegawai yang masih training. Aku berpamitan pada Ibu dan Bapak, yang tak kulihat garis bahagia tergurat di wajahnya.

“Maafin Diva gak bisa hadiri akad Putri. Hari ini, Diva pertama kerja, Bu, Pak!” Aku mencium tangan mereka.

“Iya gak apa-apa. Hati-hati, Va.” Ibu, dia menatapku dengan tatapan iba.

Aku pun lekas berangkat, sengaja lebih pagi, sebelum keluarga mempelai pria datang. Kusapa beberapa orang yang kulewati. Bisik-bisik di belakang kadang masih terdengar, ada yang menaruh iba padaku, tapi ada juga yang membanding-bandingkan.

“Kasihan, ya! Gimana rasanya ditikung adik sendiri?”

“Ya, pantas saja kecantol sama adiknya. Adiknya lebih cantik, sih.”

“Iya, adiknya putih, tinggi, cantik. Kakaknya mah iteman juga.”

Sakit hati?

Maaf, aku tak lagi peduli. Hidupku tak hanya sebatas pandangan dan omongan orang. Lekas aku melajukan sepeda motor dan meninggalkan hingar bingar.

Jalanan yang macet, akhirnya kulalui. Ketika tiba di depan kantor baruku. Tampak sebuah mobil yang familiar. Aku menautkan alis. Rasa-rasanya hapal plat nomor mobil tersebut.

"Rasanya aku pernah lihat mobil itu, tapi di mana ya?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 8

    Maaf, aku tak lagi peduli. Lekas aku melajukan sepeda motor dan meninggalkan hingar bingar. Jalanan yang macet, akhirnya kulalui. Ketika tiba di depan tempat kerja baruku. Tampak sebuah mobil yang familiar. Aku menautkan alis. Rasa-rasanya hapal plat nomor mobil tersebut. Lekas aku masuk dan menuju lobi. Benar saja dugaanku, sosok perempuan berparas lembut yang tak lain adalah Bu Faridah---Ibunya Kenzo ada di dalam. Sepertinya dia salah satu pelanggan dari klinik kecantikan di sini. “Pagi, Mbak Intan!” “Pagi, Mbak Diva!” Aku menyapa resepsionis sekaligus kasir yang baru kutahu namanya Intan ketika kemarin mengirimkan email kontrak untukku. Sosok berkerudung warna salem yang tengah memilih produk skincare tersebut menoleh. “Eh ada Diva?” Perempuan yang tak lain adalah Bu Faridah itu menatapku. “Ibu lagi apa di sini? Langganan juga, ya?” Aku menghampirinya lalu menyalaminya dengan khidmat.“Ahm, Mbak Diva!” Aku menoleh pada Intan yang memanggilku. Namun, dari sudut matanya dia ta

    Last Updated : 2023-01-21
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 9

    “Hey, kamu! Tolong kerja samanya, ya! Tolong buat wajah aku secantik bidadari.” Aku menepuk benda mati itu, seolah dia bisa mendengar apa yang kuucapkan. Lantas aku mengambil sabun mukanya dan gegas membersihkan wajah. Kuabaikan hiruk pikuk dan hingar bingar para tetangga yang sedang rewang dan para kerabat yang juga ikut membantu-bantu. “Eh, Diva, kok baru kelihatan, sih?” Pertanyaan dari Bi Asih terlontar ketika aku kembali ke kamar mandi untuk wudhu dan sekaligus cuci muka. Kalau dulu, aku cuci muka hanya dengan facial wash yang harganya lima belas ribuan. Kali ini, beda. Aku cuci muka dengan facial wash bagus, tapi gratisan. Ah, andai bisa gratis tiap hari. “Iya, Bi! Habis kerja, hari pertama masa mau izin.” Aku tersenyum. “Oh kamu pindah kerja. Iya, kalau ada kerjaan, mending kerja, lagian di sini sudah banyak yang bantu juga.” “Iya, Bi.” Ah, malas berlama-lama. Gegas wudhu dan mencuci muka. Lalu aku kembali masuk ke kamar dan mengunci pintu dari dalam. Kuapplikasikan skin

    Last Updated : 2023-01-22
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 10

    Dia tampak duduk dan memainkan gawai. Aku hanya meliriknya sesekali lantas asik makan dan menyuap dengan semangat hingga sebuah chat masuk dari akun bernama pangeran. [Lagi apa?] tulisnya.[Makan. Kamu?] balasku.[Lagi bete. Punya pegawai songong kelewatan.] tulisnya lagi.[Dih, kok, bisa? Yang sabar, ya?] Aku menghiburnya. [Mentang-mentang jam istirahat, gak mau diganggu. Padahal paling mereka juga sempat-sempatnya nyuri waktu kalau lagi kerja. Si*lan memang.] [Sabar, ya. Lagian datangnya jam istirahat.] Aku menanggapinya.[Biasa pesanan nyokap, gak bisa di entar-entar. Tuh, ‘kan bener sudah nelpon. Dah dulu, ya!] Kolom pesan tertutup. “Hallo, Ma! Iya sudah di sini. Lagi pada istirahat! Gak ada orang!” Itulah penggalan kalimat yang kudengar dari Kenzo sebelum dia pergi keluar. Aku menautkan alis, kok bisa nyambung, ya? Baru saja Pangeran bilang ada telepon, eh lelaki menyebalkan itu juga mengangkat telepon, Hmmm … lalu si Kenzo juga panggil Mama, Pangeran bilang nyokap. Hmm, s

    Last Updated : 2023-01-23
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 11

    “Jodoh dan kematian itu rahasia Allah, Va. Ibu juga harap Bapak panjang umur. Hanya saja, Bapak ingin jaga-jaga, takutnya umurnya di ambil dalam waktu dekat. Dia ingin melihat kamu menikah. Hmmm … andai kamu setuju, Bapak akan terima pinangan untukmu. Insya Allah besok orang tuanya datang ke rumah. Orangnya mapan, tampan dan pastinya bisnisannya banyak. Usianya juga sudah matang dan keluarganya sangat mendukungnya untuk meminang kamu, Va.” Aku menelan saliva. Kini yang hadir adalah dilemma. Kutatap wajah Ibu, lantas kulontarkan tanya, “Apakah Diva kenal siapa dia, Bu? Apa boleh penjajakkan dulu dan gak usah nikah dulu?” tanyaku. Anggukan kepala dari Ibu akhirnya membuatku sedikit lega. Setidaknya, kami hanya saling berkenalan. Jika cocok lanjutkan, tetapi jika tidak maka gak akan dipaksakan. Lagi pula, aku masih baru daftar kuliah. Bahkan perkuliahannya pun belum di mulai. Obrolan yang tengah serius ini, terganggu oleh kedatangan Putri. Wajahnya yang tampak lelah menatap Ibu. “Bu,

    Last Updated : 2023-01-24
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 12

    “Ahm, siapa mereka, Va?” Kudengar Mas Imam bertanya.Aku belum menjawab ketika suara Pak Rafael mengucap salam, membuatku lebih memilih menjawab salam Pak Rafael dari pada menjawab pertanyaan Mas Imam.“Tumbenan pada rombongan Bu Ida? Mau ada perlu sama Ibu, ya?” tukasku seraya menyalami mereka. Bukan hanya basa-basi, tetapi memang heran juga atas kedatangannya yang tak biasa.“Iya, Va. Sama kamu juga. Ibunya ada?” Bu Faridah tersenyum lembut dan menepuk-nepuk bahuku.“Ibu lagi ke depan bentar, tunggu di dalam saja. Mari masuk!” Aku mempersilakan mereka.Mas Imam pun tak tinggal diam. Dia mengekor di belakangku, setelah berbasa-basi juga dan menyalami mereka satu per satu. “Pak Rafael dan keluarga ada perlu sama Ibu dan Bapak, ya? Mari duduk dulu saja, Ibu baru keluar, kalau Bapak sih ada, tapi paling masih tiduran.” Mas Imam tampak SKSD. Dia sibuk menggelar tikar yang tadi sudah aku siapkan untuk tamu Ibu nanti siang. Eh, ternyata pagi juga ada tamu yang datang.“Makasih, Mas Imam.”

    Last Updated : 2023-01-25
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 13

    Aku termangu. Chat dari akun Pangeran masuk beruntun. Lalu apa ini? Kenapa dia baru beinisiatif sekarang ngajak ketemuan, sedangkan aku baru saja mengambil sebuah pilihan. Aku memijat pelipis, rasanya, kepala tiba-tiba berdenyut memikirkan hal ini. Bugh!“Aku gak mau!” Suara teriakan disertai debuman daun pintu dari ruang tengah mengejutkanku. Lekas kusimpan gawai dan membuka daun pintu. “Kamu itu istriku, Put! Kita sudah punya rumah, ayo pulang!” Kulihat Mas Imam sudah berdiri di depan pintu kamar Putri yang sepertinya tadi terbuka. Hanya saja kini tertutup kembali. “Aku mau pulang, asal gaji kamu aku yang atur semuanya! Enak aja status doang istri, duitnya sisaan!” Suara Putri memekik kencang. Ibu yang tengah berada di dapur pun menghampiri ke ruang tengah. “Ada apa, Imam? Kenapa Putri?” Ibu menatap menantunya yang tampak mengusap wajah berkali-kali. Mas Imam menoleh pada Ibu dengan wajah lesu. “Tadi Putri keluar, Bu. Aku ajak dia pulang. Hanya saja gak mau.” Suaranya terde

    Last Updated : 2023-01-25
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 14

    Pov Kenzo Diva Wulandari, entah kenapa tak pernah habis permasalahanku dengannya. Sejak duduk di bangku sekolah menengah, aku dan dia selalu berseteru. Hidupnya itu terlalu lurus dan hitam putih. Padahal kan hidup tuh harusnya dinikmati, berwarna warni. Aku dan dia ibarat dua kutub yang sama, selalu saling bertolak belakang. Kukira setelah lulus, semua akan selesai. Aku dan dia sudah memiliki jalan hidup yang berbeda. Meskipun tak menampik, jika selentingan tentang kehidupan dia masih sempat-sempatnya aku ikuti. Apakah mungkin karena rasa benci terdahulu memang belum pergi?Namun ternyata anggapanku salah. Jalan hidup kamu yang berbeda dan sudah masing-masing tak serta merta membuat hidupku terbebas dari namanya. Permasalahan ini dimulai dari Mama. Mama yang sejak dulu begitu mendamba hadirnya anak perempuan, terlalu over padanya. Dia selalu melibatkan Diva dalam kehidupan kami, termasuk beli kue dari ibunya, minta tolong ini dan itu atau sekadar datang menjenguk Bapaknya yang stro

    Last Updated : 2023-01-26
  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 15

    Pov DivaMenunggu adalah hal yang paling membosankan. Itulah yang aku rasakan sekarang. Kukira Pangeran tadi memanggil karena dia sudah sampai. Hanya saja ternyata tidak, bahkan panggilan pun dia matikan. Mungkin kegesek kali, ya ponselnya, dia sedang di jalan dan ponselnya disimpan di saku celana. [Pangeran, sudah di mana? Aku pesenin dulu jangan?] Kukirim lagi pesan. Nyesel juga gak punya nomor teleponnya. Jadi masih ribet tukar pesan di applikasi messenger. Dia tampak sedang online tetapi belum ada balasan. “Va, haus!” Nurlaela melirik ke arahku. “Ya sudah, pesen duluan saja, La.” “Ditraktir kan, Va?” “Hmmm. “Aku menjawab tanpa menoleh, jemariku sibuk mengetik dan mengirim pesan lagi pada Pangeran. Hanya saja, balasan belum juga kuterima.Nurlaela melambaikan tangan ke arah waitress. Lalu memesan dua minuman yang aku gak nyimak entah mesan apa. Minuman sudah datang, ternyata dia memesan dua es kopi dengan jelly. Aku pun meneguknya sambil sesekali memperhatikan ke arah pintu

    Last Updated : 2023-01-27

Latest chapter

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 66 - SELESAI

    Pov DivaSuasana pagi di sari ater terasa sejuk. Aku masih bergelung di balik selimut. Usai shalat shubuh tadi, kembali memejamkan mata. Rasa lelah cukup terasa kerana perjalanan panjang kemarin siang. Derit pintu terbuka, menampilkan sosok lelaki dengan hidung bangir dan rambutnya yang tampak masih basah. Satu gelas susu hangat tersaji dalam nampan bersama potongan roti bakar. “Pagi, Adek … Papa bawain sarapan buat Adek.” Mas Iqbal menyimpan nampan berisi sarapan itu di atas meja. Lalu dia mendekat dan mengecup keningku lama. “Duh, Mommy-nya kecapekan, ya?” Dia membelai rambutku yang tergerai ke atas bantal. Aku hanya tersenyum, rasanya kenapa dia makin hari, makin membuatku merasa jadi orang spesial. Perlakuannya tadi malam juga manis banget dan membuat terus terbayang-bayang. Lengan kokoh itu beralih pada betisku, lantas dia pijit perlahan. “Mas, sebelah sini ….” Aku tersenyum malu-malu dari balik selimut, tetapi kuulurkan kaki yang lain agar dipijitnya. Berulang kali dia mi

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 65

    Liburan, itulah kata yang disepakati Iqbal dan Kenzo pada makan malam terakhir keluarga. Meskipun Kenzo awalnya enggan, tetapi Iqbal meminta sebagai syarat perpisahan mereka sebelum Kenzo pergi ke Surabaya. “Pergilah, Kenz. Kalian juga belum bulan madu ‘kan? Biar sekalian bulan madu saja.” Itulah kalimat yang dilontarkan Bu Faridah ketika mendengar usulan Iqbal terkait liburan. Begitupun dengan Adzkya yang tampak sekali bersemangat, akhirnya Kenzo luluh dan ikut saja.Dia tengah duduk di depan meja kerjanya di dalam kamar ketika Adzkya sibuk packing pakaian. “Mas mau bawa baju mana saja?” Suara itu tak mengalihkan pikiran Kenzo. Sejak tadi dia hanya duduk menatap layar laptop dengan fokus sekali. “Mas!” Sebuah tepukan pada akhirnya mengalihkan dunianya. “Ahm, apa?” Kenzo menatap Kya. “Mau bawa baju mana saja?” Adzkya memasang senyum dan menatap Kenzo lekat. “Pilihkan saja. Gak usah terlalu banyak.” Hanya itu. Dia menoleh malas. Rasanya enggan sebetulnya untuk pergi liburan. Seb

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 64

    Pov KenzoMataku mengerjap rasa nyari terasa pada bagian perut yang tertusuk masih terasa. Samar aku membuka mata. “Adz—Adzkya?” Kepala terasa berat dan kedua mataku terasa sulit untuk terbuka. Perempuan dengan wajah yang tampak masih pucat itu mengangguk dan menggenggam jemariku ketika lirih kusebut namanya. “K--Kamu baik-baik saja, Kya? Syukurlah ...." Suaraku bergetar antara rasa haru dan lega. Perlahan tangan ini bergerak mengusap pipi tirusnya. Ya, Adzkya memang tampak cantik dengan pipinya yang tirus. Meskipun pucat dan tampak letih, tetapi dia tetap cantik. “Aku baik-baik saja, Mas. Syukurlah kamu sudah sadar.” Adzkya menyeka air matanya yang jatuh. Aku mengangguk. Rasa lega yang kini hadir memenuhi rongga dada terasa ketika melihatnya baik-baik saja. Hanya saja gimana bisa tiba-tiba dia ada di sini? Seingatku malam itu, aku dibopong warga dan tak sadarkan diri. Lalu ketika aku sadar, aku ada di klinik. Hanya setelahnya, aku kembali tak ingat apa-apa lagi. Hanya terdenga

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 63

    “Pak, boleh tanya. Apa Bapak ada lihat perempuan ini?” Kenzo menunjukkan foto Adzkya. Lelaki itu menautkan alis dan tampak mengingat-ingat. Beberapa detik kemudian wajahnya sumringah.“Ah iya, tadi dia keluar dari masjid sini juga, Mas. Terus dia jalan ke arah sana!” Kedua bola mata Kenzo membulat seketika. Ada secercah harapan dan rasa bahagia. Berarti Adzkya baik-baik saja. “Makasih, Pak.” Kenzo mengangguk, lantas menarik gas dan segera melaju meninggalkan area masjid jami di mana tadi Kenzo berisitrahat. Hati harap-harap cemas karena hari sudah mulai gelap. Ada rasa bersalah menelusup hingga ke dalam dada. Andai dia tak lengah dan becus menjaga Adzkya, pasti istrinya itu tak akan hilang jadinya. Tak berapa lama setelah Kenzo melajukan sepeda motor, ada sebuah masjid yang agak besar di tepian jalan. Lekas Kenzo menepi. Berharap jika Kya singgah di sini. Namun, ternyata tak ada. Bahkan Kenzo sempat bertanya pada beberapa orang dan menunjukkan fotonya, tak ada yang mengenalinya.

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 62

    Pov 3“Hey, Bung! Berhenti disitu! Gue bakal tuntut lo karena sudah berani mengganggu privasi gue dan masuk ke rumah gue tanpa persetujuan!” bentak Marcello. Namun Kenzo tak menggubrisnya dan terus berteriak memanggil Adzkya dan menyusuri kamar-kamar yang ada di lantai dua. Marcello baru hendak berjalan tergesa mengejar Kenzo yang berada di lantai dua ketika terdengar suara sirine polisi mendekat. Wajahnya tampak ditekuk dan melirik Arpan dan Ardan bergantian.“Paman! Cemen banget ternyata nyali kalian! Urusan kayak gini doang, bawa-bawa polisi?” “Kami hanya butuh surat tugas mereka untuk membantu menggeledah rumah ini, Marcel. Kami tahu, kamu pemain drama yang baik dan dengan dukungan kekuasaan orang tua kamu, bisa melakukan hal-hal abnormal. Jadi, sudah biasa ‘kan? Gak perlu panik.” Ardan berucap santai. Marcello belum lagi menjawab ketika daun terdengar bell dipijitnya. Dia langsung berjalan menuju ke depan untuk membukakan pintu. Sementara itu, Iqbal menelpon Kenzo agar segera

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 61

    Kenzo berlari gesit melewati jarak-jarak yang tercipta di antara mobil yang terparkir bersama di sepanjang tol. Rambut sebahunya yang ikatannya lepas, bergerak-gerak tak beraturan, sesekali dia menyibak helai yang menutup wajah. Keringat membasahi kaos yang dikenakannya. Kedua kakinya dengan lincah melompat melewati pembatas tepian tol yang tingginya kurang lebih 1 meteran.“Bang, lo di mana?” Ditempelkannya gawai itu ke bibirnya. Kenzo mengirim pesan suara pada Iqbal yang akan menjemputnya keluar dari jalur tol. Namun, sampai dia menurunkan ponsel, urung mendapat jawaban. Tak ada pesan balasan. Kenzo terus berjalan keluar, menyusuri hamparan rumput yang tumbuh subur di tepian tol. Tak lama dari itu, dia harus bertemu tembok setinggi dua meteran yang menjadi pembatas pemukiman dengan jalan raya. Kenzo mendarat dengan selamat di sebuah kebun di belakang rumah warga. Dia pun berlari kecil mencari jalan agak yang terhubung ke jalan raya agar Iqbal bisa menemukannya lebih mudah. Baru sa

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 60

    Komandan security dengan name tag bernama Rahmat itu mempersilakan duduk. Dia menarik dua kursi dan mempersilakan juga lelaki berpakaian formal yang aku tak diketahui siapa namanya itu. “Silakan Pak Muhyi! Pak Kenzo!” Kenzo dan lelaki berpakaian formal yang disebutnya Pak Muhyi itu pun duduk. Sementara itu, dia sendiri lebih memilih berdiri.Layar komputer mulai terhubung ketika jemari Pak Muhyi mengetikkan sebuah IP adress, lalu dua memasukkan username dan password pada layar. Ada banyak sekali kamera cctv yang terpasang di sana. Dia yang sudah hapal letaknya memilih kamera nomor 25 yang ternyata berada menyorot lebih banyak ke area toilet dan mushola. Mereka menunggu beberapa detik, hingga akhirnya Kenzo melihat sosok Adzkya yang berjalan tergesa masuk ke dalam toilet. Lalu, sekitar sepuluh menit berlalu, di antara lalu lalang orang-orang, terlihat Adzkya keluar. Namun melihat ekspresinya membuatnya yakin, ada hal yang tak baik-baik saja. Hingga sosok tinggi tegap yang hanya te

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 59

    Pov Kenzo “Terima kasih sudah berbelanja di sini. Silakan datang kembali.” Kasir tersebut menangkup tangan di depan dada dan tersenyum dengan ramah. Dua plastik berisi belanjaan sudah kutenteng. Namun, entah kenapa, Adzkya belum juga kembali. Akhirnya kuputuskan untuk mencarinya ke depan toilet. Aku duduk pada kursi tempat menunggu yang bersisian dengan mushola. Beberapa orang pun tampak ada yang tengah duduk juga. Lima menit berlalu, tetapi Adzkya tak juga keluar dari dalam toilet perempuan itu. Gegas kuambil gawai dan kucari nomornya. [Masih lama?] Aku mengirimkannya pesan. Hanya checklist satu. Aku menautkan alis. Tiba-tiba merasa ada yang janggal. Masa cuma ke toilet saja harus mematikan gawai. “Mohon perhatian! Mohon perhatian! Telah ditemukan sebuah ponsel di depan toilet perempuan! Bagi yang merasa kehilangan, silakan datang ke bagian informasi.” Pengumuman itu diulang sebanyak dua kali. Lalu segera kuhubungi lagi nomor Adzkya setelah suara pengumuman itu terhenti. Kali i

  • KUBUAT KAU MENGEMIS CINTAKU   Bab 58

    Pov Adzkya Aku menatap wajah tampan yang tengah terpejam di sampingku. Kunaikkan selimut yang tertarik untuk menutup tubuh polosnya. Kuabaikan rasa perih yang mendominasi pada inti tubuhku. Bayangan semalam sekilas melintas dan membuatku tersipu. Akhirnya aku mampu mengalahkan ketakutanku sendiri disentuh oleh lelaki. Aku menekan rasa trauma itu demi menghapus jejak perempuan masa lalu dari hati suamiku. Meskipun, sempat aku gemetar dan berkeringat karena ketakutan yang luar biasa itu muncul lagi. Namun, ternyata aku bisa melawan dan mengalahkannya. Aku beringsut bangun, lalu berjalan menuju kamar mandi. Malam ini sudah kami lewati dengan menunaikan kewajiban masing-masing. Menjadikanku miliknya dan menjadikannya milikku. Meski aku tahu, menyingkirkan masa lalu di hatinya tak semudah itu. Namun, ini harus diperjuangkan. Terlebih ketika kemarin aku mengobrol dengan Mbak Diva dan memancingnya. Sepertinya dia tak tahu menahu tentang perasaan suamiku padanya. Bahkan dia bercerita jika

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status