🏵️🏵️🏵️
“Dekat gimana, sih, Mah? Ratu nggak ngerti.” Ternyata dia telah menyembunyikan sesuatu dariku.
“Kamu mau langsung jujur atau Mama yang jelasin apa yang Mama lihat?”
“Ada apa, sih, Mah? Ratu bingung.”
Aku dan Mas Fandy pun saling berpandangan. Sepertinya dia tidak terlalu memberikan respons atas apa yang kami saksikan tadi. Aku tahu kalau dia sangat menyayangi Ratu, begitu juga denganku. Namun, aku tidak ingin jika anakku satu-satunya terlalu jauh melangkah.
Walaupun Revan anak baik, tetapi aku tidak setuju jika Ratu kembali dekat dengannya, apalagi sampai menunjukkan perhatian di depan Mbak Sandra. Perjalanan masih panjang dan aku ingin agar Ratu fokus dengan pendidikannya.
Di samping itu, aku juga tidak ingin memiliki hubungan istimewa dengan Mbak Sandra di kemudian hari. Aku tidak dapat membayangkan harus selalu dekat dengan wanita yang terlalu mencampuri urusan orang lain tersebut.
Aku harus mengingatkan Ratu dari sekarang. Aku tidak ingin terjadi hal-hal yang merugikan dirinya kelak. Aku akan memberikan pengertian kepadanya. Semoga dia mengerti kalau tetangga yang tampak dekat dengannya tadi, telah melukai hati mamanya selama bertahun-tahun.
“Kenapa kamu sedekat itu dengan Tante Sandra? Apa kamu lupa apa yang dia lakukan selama ini?” Pertanyaan itu akhirnya keluar dari bibirku.
🏵️🏵️🏵️
Ratu tampak terkejut mendengar pertanyaanku. Dia pasti tidak menyangka kalau aku dan Mas Fandy melihat kedekatannya tadi dengan Mbak Sandra. Mungkin kalau dia tahu keberadaan kami di sekitar Mbak Sandra, aku tidak yakin jika dirinya berani menunjukkan perhatian di depan tetanggaku itu.
Aku tidak bermaksud untuk melarang Ratu dekat dengan orang lain, apalagi tetangga sendiri. Namun, aku tidak terima jika dia melakukan hal itu terhadap Mbak Sandra. Aku masih sangat ingat bagaimana wanita itu telah menyebar fitnah tentang anakku.
Aku benar-benar bingung melihat Ratu. Entah kenapa dirinya seolah-olah lupa dengan tuduhan yang Mbak Sandra tujukan kepadanya. Bisa-bisanya dia bersikap sangat perhatian dan lembut terhadap wanita itu.
“Sejak kapan kamu peduli dan perhatian ke Tante Sandra?” Aku kembali bertanya.
“Maksudnya apa, sih, Mah?” Dia tetap masih mengelak.
“Kamu pikir, Mama dan Papa nggak tahu dengan apa yang kamu lakukan pada Tante Sandra?” Aku tetap berharap agar dia berkata jujur.
“Lakukan apa, Mah?” Sepertinya, dia tetap tidak ingin mengatakan yang sebenarnya kepadaku. Mungkin sebaiknya, aku langsung ke intinya saja.
“Mama dan Papa tadi lihat kamu kasih minuman ke Tante Sandra.”
Wajahnya tampak makin menunjukkan perubahan. Aku pastikan kalau dia tidak akan mengelak atau berpura-pura lagi. Harusnya dari awal, aku langsung mengatakan yang sebenarnya supaya dia memberikan penjelasan.
“Itu, Mah. Itu … anu.” Balasan tidak berarti pun keluar dari bibirnya.
“Itu anu apa, Sayang?”
“Ratu kasihan lihat Tante Sandra. Kata Revan, beliau belum makan dan minum sejak pagi. Jadi, Ratu hanya ingin membantunya.” Akhirnya, dia pun memberikan penjelasan yang mengejutkan.
Sepertinya, Mbak Sandra benar-benar terpukul menghadapi pernikahan Lani hingga dia tidak memikirkan kesehatannya. Setelah mendengar penjelasan Ratu, aku sadar bahwa apa yang anakku lakukan itu sebagai rasa peduli terhadap sesama. Namun, aku ingin memastikan apakah tujuannya tidak memiliki maksud tertentu.
“Mama ingin tanya satu hal lagi.”
“Apa, Mah?”
“Apakah niat kamu benar-benar tulus perhatian ke Tante Sandra? Jangan bilang kalau kamu melakukan itu karena kembali pacaran dengan Revan.” Aku ingin tahu jawaban apa yang akan Ratu berikan.
“Ratu ikhlas, Mah. Ratu juga nggak pacaran sama Revan. Kami hanya teman seperti dulu.”
“Jangan hilangkan kepercayaan Mama terhadap kamu, ya, Sayang.”
“Iya, Mah.”
“Udah, dong, Mah. Jangan gitu sama anak kita. Papa yakin, Ratu nggak mungkin bohong.” Mas Fandy tiba-tiba membuka suara.
Aku akan berusaha untuk percaya terhadap Ratu. Mungkin benar kalau perhatian dan rasa pedulinya kepada Mbak Sandra tidak memiliki maksud tertentu. Aku tidak ingin berpikiran negatif terhadap anakku itu. Semoga dia mengerti dengan maksud mamanya.
🏵️🏵️🏵️
Hari ini acara kelulusan Ratu. Ternyata anak semata wayangku sudah makin dewasa karena sebentar lagi akan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dia akan mengenakan seragam putih abu-abu. Aku sangat bahagia dengan pencapaian yang dia dapatkan.
Dia tidak pernah lupa dengan janjinya yang ingin selalu membahagiakan kedua orang tuanya. Dia kembali berprestasi seperti sebelum-sebelumnya. Dia mendapatkan nilai tertinggi tidak hanya di kelas, tetapi seluruh kelas. Putriku itu kembali meraih juara umum.
Setelah acara selesai, aku melihat dirinya sedang berbincang dengan Revan. Walaupun aku telah berusaha untuk mengingatkan agar dia menjaga jarak dengan pemuda itu, tetapi kenyataannya hingga saat ini, mereka masih tampak sangat dekat.
“Pah, kita pulang, yuk. Semua acara juga udah selesai. Kita langsung samperin Ratu.” Aku dan Mas Fandy pun beranjak menghampiri Ratu yang masih asyik berbincang dengan Revan.
“Kita pulang, ya,” ucap Mas Fandy kepada Ratu. Sepertinya dia tahu tujuanku yang tiba-tiba mengajak dirinya pulang.
“Iya, Pah.” Aku terharu karena anakku itu tidak menolak ajakan papanya. “Aku duluan, ya, Van.” Dia berpamitan kepada lawan bicaranya itu.
“Iya, Rat.” Revan menunjukkan senyumnya kepada Ratu. “Hati-hati, Om, Tante.” Dia menyalami aku dan Mas Fandy secara bergantian. Semoga dia tidak tahu kalau aku berniat menjauhkan Ratu darinya.
Aku, Mas Fandy, dan Ratu segera beranjak meninggalkan tempat acara. Aku tidak sengaja melihat ke arah Mbak Sandra. Sepertinya wanita itu tidak berubah sama sekali setelah apa yang menimpa Lani. Dia masih saja menunjukkan sifat angkuhnya. Dia bersikap seolah-olah tidak mengenaliku.
“Mbak Sandra masih aja seperti dulu,” ucapku kepada Mas Fandy setelah kami tiba di rumah.
“Kenapa, Mah?”
“Kesombongannya itu, loh.” Aku mengusap dada.
“Biarin aja, Mah. Itu urusan dia.”
“Tapi aku nggak setuju kalau Ratu masih tetap dekat dengan Revan. Papa harus tegas, dong, sama anak kita.”
“Iya, nanti aku bilangin ke Ratu. Sekarang dia pasti capek, makanya langsung ke kamar tadi.”
“Tapi Papa setuju, ‘kan, kalau Ratu harus jaga jarak dengan Revan?” Aku ingin tahu tanggapan Mas Fandy.
“Iya, Mah. Ratu harus fokus dengan sekolahnya. Papa juga nggak mau kalau kedekatannya dengan Revan mengganggu konsentrasi belajarnya.”
Aku merasa puas mendengar pendapat Mas Fandy. Jadi, aku tidak menganggap diri sendiri menjadi seorang ibu yang terlalu mengekang kebebasan anak. Aku tidak mau jika Ratu berpikir kalau mamanya membenci laki-laki yang sedang dekat dengannya.
==========
Terima kasih udah mampir. 💛
🏵️🏵️🏵️ Waktu terus berlalu, anak semata wayangku kini duduk di bangku SMA. Namun, satu hal yang membuatku sangat terkejut dan tidak suka. Ternyata Revan juga memilih sekolah yang sama dengannya. Entah kenapa anak tetanggaku itu seolah-olah sengaja ingin selalu dekat dengan buah hatiku. “Kok, bisa kamu satu sekolah dengan Revan?” tanyaku kepada Ratu, setelah kami selesai menikmati makan malam bersama. “Revan yang ngikutin Ratu, Mah. Awalnya, dia mau sekolah sesuai keinginan orang tuanya. Tapi karena Ratu milih sekolah lain, dia nolak sekolah yang disaranin orang tuanya.” Aku terkejut mendengar penuturan Ratu. Apa yang aku pikirkan setelah mengetahui Revan melanjutkan sekolah di tempat yang sama dengan Ratu ternyata benar. Bagaimana caranya aku bersikap tegas terhadap Ratu kalau Revan masih saja mengikutinya? “Apa kamu kasih harapan ke dia?” Aku kembali bertanya. “Harapan apa, sih, Mah?” “Harapan supaya Revan tetap dekatin kamu. Apa kamu masih punya perasaan padanya?” “Nggak,
🏵️🏵️🏵️ “Kamu masih nanya kenapa Mama bersikap seperti itu? Apa kamu lupa siapa Tante Sandra? Tadi aja, dia masih tetap dengan kesombongannya. Dia bilang, cewek di luar sana masih banyak yang mau sama Revan daripada harus milih kamu.” “Tante Sandra ngomong gitu, Mah?” “Iya. Jadi, Mama harap kamu jaga jarak dengan Revan. Tolong ngerti, Sayang.” “Iya, Mah.” Aku sangat lega karena Ratu tidak membohongi orang tuanya. Namun, aku tetap sangat kesal mengingat apa yang Mbak Sandra katakan tadi. Dia tidak pernah memikirkan apa yang dia ucapkan kepadaku. Dia seolah-olah hanya ingin menyakiti perasaanku. Entah teguran apa yang pantas Mbak Sandra dapatkan agar tidak bersikap sesuka hati kepadaku. Sebenarnya, aku tidak bermaksud untuk mendoakan sesuatu yang tidak baik terhadapnya, tetapi perbuatannya telah memaksaku untuk tetap membencinya. Terus terang, aku lelah memiliki tetangga seperti Mbak Sandra, tetapi aku harus sabar. Aku dan Mas Fandy berencana akan menjual rumah ini lalu membeli
🏵️🏵️🏵️ Hari ini Minggu, aku dan Ratu memilih menghabiskan waktu di rumah orang tuaku, sedangkan Mas Fandy mengaku bertemu dengan klien baru di kantornya. Terus terang, aku tidak pernah menaruh curiga sedikit pun terhadap dirinya. Aku selalu percaya kalau dia suami terbaik. Orang tuaku juga menjodohkanku dengan Mas Fandy karena mereka yakin kalau laki-laki itu akan memberiku kebahagiaan. Ternyata apa yang Ayah dan Bunda pikirkan, akhirnya menjadi kenyataan. Mas Fandy adalah suami idaman bagiku, juga papa terbaik untuk Ratu. Dia selalu mampu mewujudkan apa pun yang aku inginkan. Walaupun hubungan kami berawal dari perjodohan, tetapi dia mengaku tidak pernah menyesal telah mempersunting diriku. Aku juga tidak merasa keberatan ketika dijodohkan dengannya karena aku telah jatuh cinta kepadanya saat pandangan pertama. Aku akhirnya mengakui apa yang kurasakan setelah beberapa bulan pernikahan kami. Dia pun mengatakan tertarik dengan kecantikanku. “Mah, itu Papa?” Aku dikagetkan suara
🏵️🏵️🏵️ Aku tidak bermaksud untuk tidak percaya kepada Mas Fandy, tetapi cara yang dia lakukan menurutku salah. Walaupun dia mengaku kalau dirinya lebih baik langsung bertemu dengan Mbak Sandra, tetapi hal itu tetap membuatku menaruh curiga. Bagaimana caranya agar aku menemukan jawaban yang lebih masuk akal dari Mas Fandy? Sepertinya, dia tetap tidak ingin memberikan alasan lain. Saat aku kembali bertanya, dia justru menunjukkan perubahan di wajahnya. Dia tampak gugup dan bersikap tidak seperti biasanya. Kenapa dia harus menunjukkan reaksi seperti itu jika memang tidak ada sesuatu hal yang disembunyikan dariku? Apa sebaiknya aku mencari tahu sendiri kenapa Mas Fandy bertemu Mbak Sandra? “Tadi Papa udah jelasin semuanya. Harusnya Mama ngerti.” Mas Fandy seolah-olah menghindar. Baiklah, aku tidak perlu bertanya lagi. “Ya udah, kita istirahat sekarang.” Aku tidak ingin berdebat dengannya. Aku pun memilih memunggunginya untuk menunjukkan kalau aku sedang tidak baik-baik saja setelah
🏵️🏵️🏵️ “Yah, supaya kamu tahu.” Mbak Dewi dengan santainya memberikan alasan. Aku tetap heran dan tidak habis pikir, kenapa Mbak Sandra masih percaya kepada Mbak Dewi. Apa mungkin dia tidak tahu kalau Mbak Dewi selalu menceritakan info apa pun yang dia dapatkan dari dirinya? Sebenarnya, sedih jika berada di posisinya. Dia memercayai orang yang tidak mampu menjaga rahasia. “Kenapa sampai nunggak?” tanyaku penasaran. “Kan, gaji Rama nggak seimbang dengan pengeluaran. Lebih besar pasak daripada tiang.” “Apa? Bukannya jabatan Mas Rama enak di kantor tempatnya bekerja?” “Itu dulu sebelum ketahuan korupsi.” “Korupsi?” “Iya. Itu semua karena Sandra. Kemauannya terlalu banyak.” Aku tidak dapat membayangkan seperti apa kesabaran Mas Rama untuk menghadapi Mbak Sandra. Selama ini, aku berpikir kalau keuangan mereka sangat lancar karena melihat penampilan Mbak Sandra yang tidak kalah dari wanita sosialita. Ternyata apa yang terlihat di depan mata, tidak selamanya sesuai dengan kenyata
🏵️🏵️🏵️ Beberapa bulan berlalu, dua orang laki-laki berpakaian sangat rapi menghampiriku yang sedang duduk bersantai di teras depan rumahku. Hari ini, aku sengaja meminta izin untuk tidak masuk kantor karena sebelumnya telah lembur hingga pulang larut malam. Awalnya, dua orang tersebut mengaku akan berkunjung ke rumah Mbak Sandra, tetapi setelah beberapa kali menekan bel, tidak ada sahutan sama sekali. Aku pun mempersilakan mereka duduk lalu menyuguhkan minuman. “Maaf, jadi merepotkan Ibu.” Salah satu dari mereka membuka suara. “Sama sekali tidak merasa direpotkan, Pak.” Aku memberikan balasan lalu tersenyum. “Perkenalkan, saya Arga dan ini Reno.” Laki-laki yang bernama Arga memperkenalkan dirinya dan temannya kepadaku. “Saya Bella.” Aku pun menyebutkan namaku. Arga mulai menceritakan tujuan kedatangan mereka ke rumah Mbak Sandra. Ternyata dugaanku benar, mereka dari pihak bank untuk memberikan peringatan terakhir kepada Mbak Sandra karena belum menyetorkan angsuran rumahnya s
🏵️🏵️🏵️ “Itu hanya masa lalu, Mah.” “Hanya Papa bilang? Menghancurkan kehidupan orang lain menurut Papa hal sepele?” Aku tidak terima dengan jawaban Mas Fandy. “Itu udah lama berlalu, untuk apa kita bahas lagi sekarang? Lebih baik kita fokus dengan masa depan.” “Apa yang Papa sembunyikan dari Mama? Jawab, Pah!” Aku menaikkan suara. Akhirnya, Mas Fandy pun menceritakan kisahnya dengan wanita yang bernama Lia yang juga merupakan adik kandung Mbak Sandra. Mas Fandy mengakhiri hubungannya dengan Lia karena dirinya dijodohkan denganku. Terus terang, aku tidak tahu kalau Mas Fandy telah menjalin hubungan dengan wanita lain sebelum kami dijodohkan. Kala itu, dia tidak menolak perjodohan kami sama sekali. Dia bahkan tampak bahagia saat awal kami bertemu. “Kenapa Papa nggak nolak saat kita dijodohkan?” Aku ingin tahu jawabannya. “Karena Papa tertarik dengan kecantikan Mama. Seiring berjalannya waktu, Papa benar-benar jatuh cinta sama Mama.” Aku terdiam setelah mendengar jawabannya.
🏵️🏵️🏵️ “Mami selalu menganggap Tante sebagai orang ketiga dalam hubungan Om Fandy dan Tante Lia.” “Tapi Om Fandy dulu nggak pernah cerita kalau dirinya memiliki hubungan dengan wanita lain sebelum kami bertemu.” “Harusnya Mami tahu kebenaran ini supaya beliau tidak menyalahkan Tante.” “Sekarang udah nggak penting bagi Tante. Tante hanya ingin agar Mami kamu bersedia menjual rumah kalian ke Tante. Kamu nggak mau, ‘kan, lihat orang tua kamu dililit utang?” Aku masih tetap pada tujuan awal, menunjukkan apa yang kumiliki kepada Mbak Sandra. Selama ini, dia telah membuatku menjadi orang paling mengalah. Namun sekarang, dia yang harus berada di posisi itu. Dia harus mengalah hingga bersedia menyerahkan rumahnya kepadaku. Dia yang telah memaksaku menjadi lebih kuat dalam ambisi. Selama ini, dia telah menganggapku merebut Mas Fandy dari adiknya. Saat ini, aku akan membuktikan kalau aku juga mampu merebut harta yang dia miliki. Aku membenci Mbak Sandra, juga Mas Fandy. Pantas saja s