Aku tahu ia tengah melarangku, tapi untuk apa aku mendengarkannya?
"Mungkin saja, wanita dan pria itu dibayar oleh Rara untuk berpura-pura menjadi orang tuanya. Lihat ke arah sana! Mereka adalah orang tua Rara yang sebenarnya. Meskipun bukan orang tua kandung, tapi mereka lah yang telah membesarkan Rara dari kecil sampai sekarang.
Rara tumbuh berkat tetesan keringat dari kedua orang itu. Dan sekarang setelah ia besar, Rara justru enggan mengakuinya hanya demi cinta dan demi menjadi pelakor dalam rumah tangga saya.
Rara, kamu pantasnya ada di pasar dan dijual murah sekalian!" teriakku padanya.
Emosi yang selama ini kubendung, akhirnya tumpah hari ini juga. Tak munafik, melihat Mas Delon dan juga Rara bersanding, di sudut hati ini merasa berdenyut nyeri. Tapi aku bisa pastikan, kalau ini terakhir kalinya aku merasakan perasaan ini pada b*j*ngan itu!
Beberapa orang datang
Alangkah terkejutnya aku saat mengetahui jika ternyata Arina adalah CEO di perusahaan ini dan Pak Kevin adalah Mas Bima. Bisa-bisanya mereka membohongiku. Mengaku hanya pekerja biasa, namun ternyata pemilik perusahaan.Namun, yang lebih mengenaskan lagi adalah, ternyata kedatanganku ke sini untuk diperiksa mengenai kecurangan yang kulakukan dengan Pak Ahmad. Arrrgh, s*al! Kenapa semua jadi seperti ini?"Sudah, nggak papa. Masih ada Rara yang bisa memberi kita materi. Jadi nggak masalah kalau gajimu dipotong," ucap Mama menenangkanku."Iyakah, Ma?""Tentu. Mama lihat, Rara sangat cinta sama kamu. Pasti ia akan melakukan apapun yang kamu pinta," ucap Mama.
"Aaah! Aaah!" Rara gelagapan karena seseorang menyiramnya dengan tiba-tiba. "Arin! Apa yang kamu lakukan?" "Apa yang aku lakukan? Harusnya aku yang nanya itu ke kamu, Mas! Apa yang kamu lakukan saat ini! Kamu tega, Mas! Kamu tega!" teriaknya seraya menarik kerahku hingga bibirnya sampai ke telinga, lalu membisikkan kalimat yang memuakkan. "Bagaimana? Aktingku, bagus, kan?" bisiknya. -- "Ra, tolong jelaskan, apa benar mereka orang tua kandungmu?" tanyaku pada Rara saat kami sudah masuk ke dalam rumah. Aku terpaksa mengakhiri pesta karena melihat suasana tidak kondusif, ditambah dengan makian dari para tamu untukku, terlebih untuk Rara. Entah umpatan seperti apa saja yang terdengar tadi. "Iya, Ra. Apa yang diucapkan oleh Arina gak benar, kan? Mereka bukan orang tua kandungmu, kan?" tanya Mama sambil mendekati Rara. Ra
Seminggu kemudian.Hari ini akan ada acara keluarga besar, dan kebetulan giliran di rumahku. Semenjak menikah, Rara benar-benar berubah seratus persen. Ia menjadi pelit pada Mama, dan kerap meminta uang padaku. Kenapa ia begini? Bukankah dia orang kaya? Seharusnya ia yang memberi padaku, bukan aku yang memberi padanya."Ma, tamunya sudah pada datang," ucapku pada Mama."Rara mana, Lon?" tanya Mama."Ada di kamar, nggak enak badan katanya. Makanya mau keluar nanti aja, nyusul."Mama mengangguk, lalu menggandeng tanganku keluar. Oh iya aku lupa, semenjak kejadian Arina menagih hutang pada Kak Caca, semenjak itu juga Mas Reza tak pern
"Ke kamar, Ma," jawab Rara."Enak banget, beresin semua ini.""Rara, Ma?""Ya iyalah, masa Mama atau Caca?"Rara terlihat menekuk wajahnya, lalu membereskan semua sampah. Aku hendak membantu, tapi tak diperbolehkan oleh orang tua tunggalku itu. Aku pun menuruti, lalu masuk ke dalam kamar Mama."Viko, jangan berantakin kamar Nenek!" ucap Mama saat Viko hendak memasukkan mainannya ke kamar Mama."Tapi, Nek, Viko mau sama Ibu.""Main di luar dulu, sama Tante Rara!" perintah Kak Caca."Nggak mau, Tante Rara ga mau main sama Viko, gak kaya
Sepulangnya dari rumah Mas Delon, aku mengantar Mbok Rah dan juga suaminya dulu pulang ke rumah. Aku bisa melihat kesedihan di raut kedua orang tua itu.Aku juga tak habis pikir, bisa-bisanya Rara tak mengakui mereka. Padahal, meskipun bukan orang tua kandung, tapi Mbok Rah memiliki andil penting dalam kehidupan Rara."Yang sabar ya, Mbok," ucapku sambil mengelus lengan Mbok Rah saat sampai di depan rumah."Mbok nggak nyangka, Neng, kalau Rara tak mau mengakui kita. Bisa-bisanya, dia menikah malah tak memberitahu kami. Awalnya kami nggak percaya sama omongan Neng, tapi karena Bapak terus meyakinkan, jadi kami ikut, dan ternyata benar, Rara betul-betul menikah, tanpa restu dan izin dari kami," ucap Mbok Rah sambil tergugu.Mang Ujang masuk ke
Sebuah tepukan tangan hinggap di bahu kiriku, saat menoleh ternyata Bunda. Beliau menyunggingkan sebuah senyum, lalu duduk di sampingku."Rin, jangan memendam kebencian yang berlebihan. Allah tak suka hambanya menjadi seorang pendendam. Cukup do'akan saja Delon mendapat hidayahnya.""Bunda...""Apa yang Bunda katakan itu benar, Rin. Ayah juga nggak suka kamu begini."Akhirnya, terpaksa aku mengangguk, tapi mengirimkan kode lewat mata untuk Rio tetap melakukan pekerjaan yang kusuruh."Oh iya, Ri, kok kamu belum nikah? Usiamu sudah mau tiga puluh tahun, loh," ucap Bunda."Belum kepikiran, Tante. Lagipula, kasihan Mama jika nanti Rio tinggal
Kak Caca berteriak, ditariknya rambutku seakan ia kesetanan. Aku pun berteriak karena sakit. Baik Mama ataupun Mas Delon tak ada yang membantu, bahkan Rara hanya menatapku dengan sebuah senyuman samar.S*aln!Wanita itu, mau mempermainkan aku? Lihat saja jika hasil telusuran Rio sudah keluar, m*ti kamu!"Lepas!" teriakku."Tidak akan! Seenaknya kamu memfitnah Mas Reza! Dia tak mungkin mengkhianatiku! Dia itu cinta mati sama aku!" teriaknya."Dasar b*d*h! Kalau dia cinta mati sama Kak Caca, dia bakal berusaha untuk mendapat pekerjaan. Bukan malah berpangku tangan dan mengharap uang dari adik ipar yang juga sudah menikah. Apa kalian gak kasihan sama Mas Delon, hah?!""Alah b*lshit! Bilang aja kalau kamu mau kembali sama dia, kan? Bilang kamu! Nyesel kan, sudah cerai sama Delon?""Tidak mungkin!" Aku meringis karena ja
"Apakah kantor Mas Delon tahu tau dia nikah lagi?" tanya Novia. Mendengar pertanyaaannya, membuat aku yang tadinya duduk bersandar, langsung tegap sekali. Ah, Novia! Saranghae! "Nggak! Makasih, Nov. Aku lagi bingung ngasih pelajaran lagi pada Mas Delon, dan pertanyaanmu barusan bagai angin sejuk," ucapku sambil tersenyum. "Alah lebay! Jadi, kamu mau melaporkannya?" "Nggak salah, tapi nggak benar juga. Aku bakal meminta Pak Yosep untuk mengganti Mas Delon. Kemarin ini memang dari perusahaannya sudah mengirimkan proposal dengan bukan atas nama Mas Delon, melainkan dari orang lain. Tapi, untuk memastikannya, aku bakal mengajukan syarat untuk meng-acc permintaan mereka, asal mereka tak pernah lagi memberikan proyek pada Mas Delon." "Emang bisa?" tanya Novia. "Harus. Aku tau banget, perusahaan itu susah mendapat kain sebaik kain perusahaanku.