Share

5. suamiku

*

Suamiku terlihat keluar dari loby utama, setelah satu jam aku menunggunya, ia sibuk menelepon entah siapa lalu beberapa detik kemudian petugas parkir membawakan mobilnya dan ia segera naik dan perlahan meninggalkan kantor kami.

Dengan cepat kuikuti mobil hitam miliknya dari jarak yang lumayan cukup jauh agar dia tidak curiga. Mobil merayap membelah jalanan kota yang padat di jam pulang kerja, namun seperti dugaannku tadi, ia tak langsung pulang ke rumah, tapi pergi ke arah yang berbeda, bukan pula jalan D.I Panjaitan seperti yang ia katakan padaku pagi tadi.

Rasa lelah dan laparku seperti menguap dikalahkan oleh rasa penasaran. Betapa gugup dan takutnya aku akan kenyataan yang akan kuhadapi berikutnya, tanganku sampai gemetar mengemudikan setir mobil ini.

Mungkin ini pengalaman pertama menguntit suami yang mengkhianatiku, jadi mau tak mau ada rasa menggemuruh tak tentu di dalam benakku.

Sesaat ia berhenti di sebuah toko kecil yang terlihat menjual bunga, dan coklat, khusus untuk kado. Ia turun lalu memasuki toko itu.

Aku penasaran apa yang akan terjadi berikutnya, dan benar saja, Mas Randy membeli sebuket mawar putih dan menenteng sebuah kotak berukuran sedang yang kuasumsikan sebagai coklat atau kue.

Tak salah lagi, setelah 20 menit berkendara ia berbelok pada jejeran pemukiman dengan gedung-gedung bertingkat, seperti komplek apartemen, mobil berbelok ke kiri lalu berhenti tepat di depan sebuah apartemen dengan tembok berwarna biru.

Ia terlihat turun dan membawa, buket bunga itu di tangannya. Dadaku semakin berdegup dan bertalu-talu tak menentu, bagaimana tidak, selama kurang lebih 5 tahun menjalani biduk rumah tangga, ia sangat jarang membawakanku bunga, terakhir kali ia membawakanku sekuntum Lily putih tepat di hari ulang tahunku empat tahun yang lalu, dan kemudian tahun-tahun berikutnya, entah dia lupa atau sudah bosan, entahlah, semuanya jadi biasa-biasa saja.

Jujur, aku cemburu dan iri pada orang yang akan dihadiahi buah tangan suamiku.

Ia terlihat menaiki tangga, maka, mau tak mau aku pun harus mengikutinya untuk mengetahui apa yang dia lakukan. Untungnya aku tak lupa membawa sebuah scarf yang biasa aku gunakan untuk menyempurnakan penampilan, jadi kupakai scarf itu untuk menutupi wajah dengan menjadikannya jilbab, penampilanku tidak terlihat aneh, karena sejak pagi aku telah menggunakan setelan blazer resmi disertai celana pantalon sebagai bawahan.

Perlahan kunaiki anak tangga di sisi kanan apartemen tersebut, dengan hati berdebar-debar, gugup dan napas tertahan. Semakin dekat jarakku semakin kencang dada ini bergemuruh, ah, miris, mengapa minggu-minggu ini, adrenalinku sering terpacu tegang, apakah semua wanita yang dibohongi juga merasakan hal semacam ini?

Sejenak aku terpaku sendiri, bagaimana jika aku kembali menyaksikan hal menyakitkan di atas sana, bagaimana reaksiku, apakah aku kuat, sanggupkah aku menjamin pada diri sendiri bahwa setelah melihat hal itu aku tak akan kehilangan kesadaran.

Aku ragu sesaat namun karena penasaran yang kian membuncah maka kuputuskan untuk naik saja, sudah kepalang tanggung.

Kuintip suamiku dari balik tembok dekat tangga, ia terlihat mengetuk pintu lalu beberapa detik berikutnya pintu terbuka dan wanita itu, Elea, dia menyambutnya dengan pelukan mesra dan kecupan hangat di bibir suamiku, demi Tuhan aku ingin berteriak, tapi bibirku seolah terkatup rapat dan tak bisa menyebut satu huruf pun saat ini.

Suamiku membalas kecupannya, dan mereka berpagutaan mesra di lorong apartemen tanpa rasa malu atau khawatir kalau-kalau saja, seseorang melihat mereka, sedangkan aku dengan bodohnya hanya terbelalak dari balik sekat pemisah, tak jauh dari mereka.

Berikutnya wanita itu menyeret dasi suamiku dan membawanya masuk ke kamar apartemen dan Mas Randy dengan tatapan nakal dan menggoda bagai kerbau yang dicucuk hidungnya menurut saja diperlakukan demikian.

Aku menggeram seketika, melihat betapa konyolnya dia dimabuk asmara, ia lupa posisinya, nama baik, dan istrinya.

Dan lagi, bahkan aku istrinya tak pernah, bersikap demikian keterlaluannya. Ya, mungkin itu salahku, aku terlalu pasif hingga mungkin Mas Randy, sebagai laki-laki butuh eksplorasi akan hal-hal yang baru, termasuk hubungan suami-istri.

Perlahan air mataku meleleh menyadari kepolosan diri ini yang bukan lagi polos namun tolol dan bodoh, terlalu mau diperbudak dan dibodohi cinta.

"Cinta? Hah, aku muak," geramku sendiri sambil mencengkeram jemari tangan.

Perlahan kuseret langkah dengan terpaksa menuju pintu kayu dengan nomor 75 itu, pintunya tidak tertutup rapat, ada sedikit celah yang membuatku mampu mengintip kegiatan mereka di dalam sana.

Dan benar saja, jas dan rompi kemeja suamiku telah terlepas entah kemana, sedang wanita itu masih mengenakan busana kerja, kemeja dan rok span yang sempit yang membentuk lekuk pinggang dan bokongnya dengan sempurna, memang, terlihat sangat seksi dan menggoda.

Suamiku memeluknya mesra, mencumbunya, lalu mengangkatnya, meletakkan kekasih bertubuh rampingnya ke atas meja kerja, perlahan mereka saling memagut lagi, wanitanya merangkul leher suamiku dengan mesra sedang Mas Randy terlihat bergerilya ke pinggang lalu turun ke paha dan tangan nakalnya masuk ke balik bawahan wanita tersebut.

"Ya Tuhan," gumamku dengan napas tersengal-sengal tak sengaja kuberucap namaNYA, nama yang telah lama jarang kuingat, mungkin ... dosaku yang membuat aku menanggung beban dan ujian yang begitu buruknya.

Air mataku meleleh dan semakin deras membasahi pipi, ditambah lagi dengan rasa pusing yang tiba-tiba mendera dan telingaku seolah mendengar dengungan seribu lebah.

Kutinggalkan tempat itu dengan hati remuk redam tiada tara. Masih sempat kuhubungi ponselnya dengan harapan ia mengangkat agar aku memintanya segera pulang, namun sia sia saja. Ponsel itu tidak aktif.

Ah, andai, dia bukan general manager, andai dia tidak memegang kendali dan beberapa aset terdaftar atas namanya, tentu saat ini juga kuajukan permohonan cerai, talak tiga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status