*
Suamiku terlihat keluar dari loby utama, setelah satu jam aku menunggunya, ia sibuk menelepon entah siapa lalu beberapa detik kemudian petugas parkir membawakan mobilnya dan ia segera naik dan perlahan meninggalkan kantor kami. Dengan cepat kuikuti mobil hitam miliknya dari jarak yang lumayan cukup jauh agar dia tidak curiga. Mobil merayap membelah jalanan kota yang padat di jam pulang kerja, namun seperti dugaannku tadi, ia tak langsung pulang ke rumah, tapi pergi ke arah yang berbeda, bukan pula jalan D.I Panjaitan seperti yang ia katakan padaku pagi tadi. Rasa lelah dan laparku seperti menguap dikalahkan oleh rasa penasaran. Betapa gugup dan takutnya aku akan kenyataan yang akan kuhadapi berikutnya, tanganku sampai gemetar mengemudikan setir mobil ini. Mungkin ini pengalaman pertama menguntit suami yang mengkhianatiku, jadi mau tak mau ada rasa menggemuruh tak tentu di dalam benakku. Sesaat ia berhenti di sebuah toko kecil yang terlihat menjual bunga, dan coklat, khusus untuk kado. Ia turun lalu memasuki toko itu. Aku penasaran apa yang akan terjadi berikutnya, dan benar saja, Mas Randy membeli sebuket mawar putih dan menenteng sebuah kotak berukuran sedang yang kuasumsikan sebagai coklat atau kue. Tak salah lagi, setelah 20 menit berkendara ia berbelok pada jejeran pemukiman dengan gedung-gedung bertingkat, seperti komplek apartemen, mobil berbelok ke kiri lalu berhenti tepat di depan sebuah apartemen dengan tembok berwarna biru. Ia terlihat turun dan membawa, buket bunga itu di tangannya. Dadaku semakin berdegup dan bertalu-talu tak menentu, bagaimana tidak, selama kurang lebih 5 tahun menjalani biduk rumah tangga, ia sangat jarang membawakanku bunga, terakhir kali ia membawakanku sekuntum Lily putih tepat di hari ulang tahunku empat tahun yang lalu, dan kemudian tahun-tahun berikutnya, entah dia lupa atau sudah bosan, entahlah, semuanya jadi biasa-biasa saja. Jujur, aku cemburu dan iri pada orang yang akan dihadiahi buah tangan suamiku. Ia terlihat menaiki tangga, maka, mau tak mau aku pun harus mengikutinya untuk mengetahui apa yang dia lakukan. Untungnya aku tak lupa membawa sebuah scarf yang biasa aku gunakan untuk menyempurnakan penampilan, jadi kupakai scarf itu untuk menutupi wajah dengan menjadikannya jilbab, penampilanku tidak terlihat aneh, karena sejak pagi aku telah menggunakan setelan blazer resmi disertai celana pantalon sebagai bawahan. Perlahan kunaiki anak tangga di sisi kanan apartemen tersebut, dengan hati berdebar-debar, gugup dan napas tertahan. Semakin dekat jarakku semakin kencang dada ini bergemuruh, ah, miris, mengapa minggu-minggu ini, adrenalinku sering terpacu tegang, apakah semua wanita yang dibohongi juga merasakan hal semacam ini? Sejenak aku terpaku sendiri, bagaimana jika aku kembali menyaksikan hal menyakitkan di atas sana, bagaimana reaksiku, apakah aku kuat, sanggupkah aku menjamin pada diri sendiri bahwa setelah melihat hal itu aku tak akan kehilangan kesadaran. Aku ragu sesaat namun karena penasaran yang kian membuncah maka kuputuskan untuk naik saja, sudah kepalang tanggung. Kuintip suamiku dari balik tembok dekat tangga, ia terlihat mengetuk pintu lalu beberapa detik berikutnya pintu terbuka dan wanita itu, Elea, dia menyambutnya dengan pelukan mesra dan kecupan hangat di bibir suamiku, demi Tuhan aku ingin berteriak, tapi bibirku seolah terkatup rapat dan tak bisa menyebut satu huruf pun saat ini. Suamiku membalas kecupannya, dan mereka berpagutaan mesra di lorong apartemen tanpa rasa malu atau khawatir kalau-kalau saja, seseorang melihat mereka, sedangkan aku dengan bodohnya hanya terbelalak dari balik sekat pemisah, tak jauh dari mereka. Berikutnya wanita itu menyeret dasi suamiku dan membawanya masuk ke kamar apartemen dan Mas Randy dengan tatapan nakal dan menggoda bagai kerbau yang dicucuk hidungnya menurut saja diperlakukan demikian. Aku menggeram seketika, melihat betapa konyolnya dia dimabuk asmara, ia lupa posisinya, nama baik, dan istrinya. Dan lagi, bahkan aku istrinya tak pernah, bersikap demikian keterlaluannya. Ya, mungkin itu salahku, aku terlalu pasif hingga mungkin Mas Randy, sebagai laki-laki butuh eksplorasi akan hal-hal yang baru, termasuk hubungan suami-istri. Perlahan air mataku meleleh menyadari kepolosan diri ini yang bukan lagi polos namun tolol dan bodoh, terlalu mau diperbudak dan dibodohi cinta. "Cinta? Hah, aku muak," geramku sendiri sambil mencengkeram jemari tangan. Perlahan kuseret langkah dengan terpaksa menuju pintu kayu dengan nomor 75 itu, pintunya tidak tertutup rapat, ada sedikit celah yang membuatku mampu mengintip kegiatan mereka di dalam sana. Dan benar saja, jas dan rompi kemeja suamiku telah terlepas entah kemana, sedang wanita itu masih mengenakan busana kerja, kemeja dan rok span yang sempit yang membentuk lekuk pinggang dan bokongnya dengan sempurna, memang, terlihat sangat seksi dan menggoda. Suamiku memeluknya mesra, mencumbunya, lalu mengangkatnya, meletakkan kekasih bertubuh rampingnya ke atas meja kerja, perlahan mereka saling memagut lagi, wanitanya merangkul leher suamiku dengan mesra sedang Mas Randy terlihat bergerilya ke pinggang lalu turun ke paha dan tangan nakalnya masuk ke balik bawahan wanita tersebut. "Ya Tuhan," gumamku dengan napas tersengal-sengal tak sengaja kuberucap namaNYA, nama yang telah lama jarang kuingat, mungkin ... dosaku yang membuat aku menanggung beban dan ujian yang begitu buruknya. Air mataku meleleh dan semakin deras membasahi pipi, ditambah lagi dengan rasa pusing yang tiba-tiba mendera dan telingaku seolah mendengar dengungan seribu lebah. Kutinggalkan tempat itu dengan hati remuk redam tiada tara. Masih sempat kuhubungi ponselnya dengan harapan ia mengangkat agar aku memintanya segera pulang, namun sia sia saja. Ponsel itu tidak aktif. Ah, andai, dia bukan general manager, andai dia tidak memegang kendali dan beberapa aset terdaftar atas namanya, tentu saat ini juga kuajukan permohonan cerai, talak tiga.Kubuka perlahan pintu dengan ornamen ukiran tembaga, kuedarkan pandangan ke seluruh sudut rumah yang dulu adalah surga, ada canda, tawa, pelukan dan kehangatan.Setiap kali mengantarnya berangkat kerja aku akan selalu berdiri di sini, mencium punggung tangan Mas Randy lalu ia dengan lembut akan membelai wajahku dan mengatakan, "Tunggu aku pulang ya, Sayang."Sore hari, ia kembali dan aku kembali menyambutnya, lalu kami menikmati makan malam, bersantai di ruang tivi, aku akan bergelayut mesra di lengan atau merebahkan diri di pangkuannya.Atau dapur itu, ketika aku asyik memasak dia akan datang mengejutkanku dengan pelukan dan kecupannya dari belakang. Ah, mataku perlahan mengabur oleh air mata, semakin berusaha kutahan untuk tak menangis air mata ini luruh dengan sendirinya."Suamiku, teganya dia, bercinta di belakangku, dia mengabaikanku dan perasaanku. Bahagianya dia memeluk dan mencumbu gadis itu," gumamku tersedu-sedu dan luruh dan tergugu di ruang tamu.Sekian lama tenggelam da
**"Aku dengar kamu merevisi perjanjian dan bahkan kamu membatalkannya dengan beberapa investor, ada apa?" Ia yang pulang dari kantor terlihat tak senang.Setelah dua hari pertemuanku dengan investor, akhirnya berita itu sampai di pendengaran suamiku. Dan dia langsung menanyakannya ketika kami bertemu di meja makan."Nilai kontraknya begitu besar untuk membuat brand majalah baru, padahal jika fokus pada redaksi yang sudah kita juga bisa maju, tinggal tambahka rubrik dan halaman ekstra, ekplorasi ide-ide segar dan menarik.""Tapi itu majalah wanita dan majalah pria," bantahnya, "... aku ingin buat brand baru khusus bisnis dan politik.""Kita bisa satukan kedua tema itu dan menghemat ratusan juta biaya produksi dan distribusi," imbuhku menolak."Justru itu peluangnya ....""Saingan kita udah banyak," tolakku juga.Ia membuang napas kasar sambil mengacak rambutnya. Selalu begitu jika ada hal yang kami perdebatkan."Kenapa sih, wanita begitu perhitungan," gerutunya."Tentu saja, uang lim
Kulirik jam di dinding kantor waktu telah menunjukkan pukul 15:45 sore, kuhela napas panjang akhirnya setelah setelah berunding panjang lebar, aku dan dewan direksi serta beberapa staf penting sepakat pada satu keputusan, dan keputusan tersebut menyangkut banyak hal, termasuk merestruktur kepemimpinan, mengalihkan beberapa posisi penting ke orang yang lebih kompeten dan pengelolaan korporasi, tentu saja semua kulakukan demi kebaikan perusahaan.Memang dalam rapat tersebut aku dan beberapa staf yang mendukung sempat bersitegang dengan Mas Randy yang bersebrangan pendapat tentang beberapa hal namun tentu saja, yag berkuasa dia yang menang. Hal tersebut membuat suamiku terlihat makin geram dan sakit hati. Jadi setelah rapat ditutup ia memutuskan langsung meninggalkan ruang rapat tanpa banyak bicara lagi.Aku segera menuju lift dan langsung ke basement mengambil mobil, meluncur ke tempat di mana alamat yang tertulis di secarik kertas tadi pagi, ya, aku akan ke Laguna resort and hotel, seb
*Tok ... Tok ...Pintu di ketuk pelan lalu perlahan suamiku memanggil namaku."Sayang ... Ini aku Imelda."Aku yang masih duduk di meja kerja memeriksa data perusahaan melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam dan merasa kesal dengan sikao suamiku yang semakin hari semakin berbuat sesuka hati. Mungkin, ia ingain balas dendam padaku yang juga berbuat sesuka hati di kantor.Mas Randy dan wanita itu, sejak sore tadi ... Sedang aku kembali ke rumah langsung bergelut dengan komputer, setumpuk data dan laporan."Sayang ... ini aku ...."Suaranya terdengar berat dan ah, mungkin dia teler. Namun, salutnya ia masih tetap ingat pulang dan berkendara dengan aman. Luar biasa.Kuputar kunci dan kugerakkan panel pintu lalu menggesernya dan suamiku terlihat lesu dari balik pintu. Penampilannya kusut dan acak acakan.Melihat itu, mungkin wanita lain akan prihatin dan mengira jika suami mereka amat lelah sehabis lembur mengerjakam tugas-tugas kantor. Namun lain dengank
"kok cemberut aja?""Gak ada."Jawabku yang entah pagi-pagi ini merasa badmood."Kalau kamu ingin sarapan kamu tinggal pesan apa yang kamu inginkan, pembantu akan belikan, ataukah pengen jalan-jalan supir akan mengantar ke mana kau pergi," tawarnya.Aku hanya membuang nafas kasar sampai membalikkan badan lalu memeluk guling."Mestinya kau siapkan aku sarapan, karena posisimu adalah istriku.""Aduh Pak direktur anda punya banyak pembantu yang bisa siapkan makanan apapun yang anda inginkan, iya kan?" "Seingatku kau bekerja untukku," sanggahnya.Oh iya, aku lupa Aku adalah bawahannya, jadi dengan beringsut malas-malas aku turun dari ranjang dan pergi menyiapkan suamiku sarapan.Ah, suami, dia bukan suami, dia hanya orang yang kebetulan mengikatku dalam ikatan pernikahan, mana ada cinta atau hubungan selayaknya suami dan istri. Konyol!Kuedarkan pandangan ke seluruh sudut rumah ini lalu kembali menerawang, andai seseorang jadi menantu rumah ini dan mendapatkan cinta dari semua penghuni
Tatapan mata kami bertemu ketika aku membuka pintu kamar, dia masuk dengan langkah gontai namun ketika menatapku memakai baju tidur yang dihadiahkan salah satu Tante Mas Aldi, ia sedikit membulatkan mata.Gaun tidur satin warna merah maroon dengan sedokit pulasan make up natural dan sedikit percikan parfum dengan wangi yang sensual, membuatnya sulit mengalihkan pandangan mata.Berkali kali kulihat ia menelan ludah menatap belahan pakaian yang ukurannya di atas paha itu. Agaknya aku mengerti, dan mulai bersorak dalam hati berharap suamiku akan menyukai ini."Kenapa, Mas, ada yang aneh?""Tumben cantik banget," gumamnya pelan sambil melonggarkan ikatan dasi."Gak kok, aku coba mau cobain lingerie pemberian Tante Ririn," jawabku sambil tersipu pelan."Baju itu tipis, kamu gak masuk angin?"Duh, kalau dia bertanya seperti ini, aku jadi malu, dan terlihat konyol. Tidakkah dia mengerti bahwa aku mengenakan ini untuk menyenangkan pandangan matanya.Benar saja, Lima menit menatapku tanpa be
*Lantunan adzan mengalun indah dan menyadarkanku dari tidur, kusibak selimut lalu bangkit perlahan mengusap wajah dengan kedua belah tangan lalu membaca doa, semoga hari ini bisa kulalui dengan mudah. Kulirik suamiku masih terlelap dengan pulas, memandangnya tidur membuatku gamang, entah kenapa tiba-tiba ada rasa hampa dan rindu yang bergelayut tanpa tahu pada siapa semua rasa itu akan berlabuh.Maka aku segera bangkit menuju kamar mandi membuka keran air lalu mulai membasuh anggota wudhu, kemudian kuhamparkan sajadah, bersujud memohon ampun pada Yang Kuasa."Ya Allah, telah begitu jauh hamba darimu, telah begitu banyak kelalaian yang hamba lakukan hingga lupa pada Hak-Mu sebagai Sang Pencipta alam raya, aku telah tersesat jauh ya Allah, hamba buta dan dibutakan kepentingan, ampunilah hamba ya Allah." Begitu doa yang kupanjatkan sembari terus merafaljan istigfar dan menyebut nama Allah.Kutumpahkan segala keluh kesah dan kesedihan, aku memohon petunjuk kemana arah rumah tangga ini
Masih gamang memikirkan apa yang harus aku lakukan pada Mas Randy, apakah aku harus meninggalkannya atau aku harus bagaimana?Jujur bukan perceraian ujung yang aku inginkan dari rumah tanggaku, aku masih mencintainya namun terlampau perih jiwa ini tersakiti. Aku sungguh merindukan semua sisi indah tentangnya, pengabdian dan kesetiaan yang kubangun selama ini dihancurkan dengan mudah, ibarat perselingkuhannya adalah palu godam yang memukul kaca hingga luluh lantak berkeping-keping.**Aku telah siap mengenakan pakaian kantor dan sedang memakai sepatu ketika ia menghampiri dan duduk di sebelahku, sofa khusus wardrobe kamar utama. "Bantu aku mengenakan dasi," pintanya.Aku segera bangkit dan memasangkan dasi merah di kerah kemejanya sedang suamiku menatap lekat sambil sesekali tersenyum."Bagaimana penampilanku Sayang?" tanyanya"Bagus.""Sayang ...." Ia merangkulku dari belakang seusai aku mengenakan dasinya, pantulan kami di cermin meja rias terlihat indah meski kenyataan sebenarny