**
"Aku dengar kamu merevisi perjanjian dan bahkan kamu membatalkannya dengan beberapa investor, ada apa?" Ia yang pulang dari kantor terlihat tak senang. Setelah dua hari pertemuanku dengan investor, akhirnya berita itu sampai di pendengaran suamiku. Dan dia langsung menanyakannya ketika kami bertemu di meja makan. "Nilai kontraknya begitu besar untuk membuat brand majalah baru, padahal jika fokus pada redaksi yang sudah kita juga bisa maju, tinggal tambahka rubrik dan halaman ekstra, ekplorasi ide-ide segar dan menarik." "Tapi itu majalah wanita dan majalah pria," bantahnya, "... aku ingin buat brand baru khusus bisnis dan politik." "Kita bisa satukan kedua tema itu dan menghemat ratusan juta biaya produksi dan distribusi," imbuhku menolak. "Justru itu peluangnya ...." "Saingan kita udah banyak," tolakku juga. Ia membuang napas kasar sambil mengacak rambutnya. Selalu begitu jika ada hal yang kami perdebatkan. "Kenapa sih, wanita begitu perhitungan," gerutunya. "Tentu saja, uang lima ratus juta itu cukup untuk modal dan dana cadangan lain," jawabku. "Ada baiknya kamu gak terlalu banyak ikut campur," sentaknya dengan nada tinggi. "Apa?" Aku mendesis tak percaya. "Apa, aku harus mengingatkan kamu posisiku?" "Wow, kemarin-kemarin kamu istriku yang manis dan baik hati, kenapa tiba-tba kamu berubah, siapa yang mempengaruhi kamu?" tanyanya dengan nada tak percaya. "Gak ada, aku hanya merasa sudah terlalu lama aku terpendap di rumah, kurasa aku pun harus bekerja." "Kalo kamu sampai lelah dan stress, rencana kita untuk program kehamilan bisa gagal," desaknya. "Cukup!" Aku langsung berteriak dan berdiri, " ... aku muak! hamil... bayi ... tak tahukah kamu betapa aku berusaha, betapa sakitnya diinjeksi hormon, menjalani serangkaian tes dan ambil darah, sudah berapa banyak pil yang aku tenggak, sudah berapa banyak rumah sakit yang aku kunjungi, semua itu kurang bagimu?" teriakku sambil bangkit dari meja makan. Ia terpana mendengar teriakanku barusan, hingga ia ternganga dan kehilangan kata kata. Mungkin ini adalah teriakan pertama kali baginya, selama menjadi istrinya tak sekali pun aku pernah berselisih paham, karena kami pasangan yang selalu akur dan saling menyayangi. "Kamu hanya bisa marah dan menuntut, tanpa menimbang bagaiamana aku selama ini berjuang ... aku ...." "Aku selalu ada untukmu, iya kan? yang aku heran kan, tiba-tiba kamu mulai masuk kantor dan merombak segalanya sesukamu, kamu membuang peluang baik untuk perusahaan kita, kamu juga hampir membatalkan asuransi yang penting itu, apa masalahmu, imelda?" ratapnya dengan nada putus asa. Aku tertawa getir, mendengar pembelaannya, asuransi? hah, mungkin ia berusaha agar perusahaan kami menandatangi berkas asuransi demi menaikkan jenjang karier Eleanor yang mungkin akan terlihat berprestasi mampu melobi kesepakatan dengan perusahaan media besar sekelas Subroto Corp. Menjijikkan, memuakkan, aku benci manusia-manusia licik ini. "Lupakan saja, kamu tak akan pernah mengerti, Mas," kataku sambil menuju kamar, percuma aku berdebat dengannya. Dan sialnya, aku belum makan malam karena ia sudah terlebih dahulu mengajakku bertengkar. "Dan kamu, kekanak-kanakan Imelda, kamu pikir perusaan adalah mainan, kamu seperti anak kecil yang minta perhatian," rutuknya. Berani sekali ia berbicara seolah-olah perusahaan itu adalah miliknya, tidak tahu malu! "Terserah, aku akan lakukan apa yang kuanggap baik," jawabku sambil menutup pintu. "Kamu akan menyesal," teriaknya. "Masa bodoh." "Aarggg ... Sial!" Ia terndengar membanting sesuatu yang suaranya cukup memekakkan telinga. ** Keesokan harinya, Aku telah bangun pagi-pagi, berolah raga lalu menyiapkan sarapan, seusai mandi aku berpakaian rapi lalu turun menikmati sarapan bersiap-siap pergi ke kantor. Suamiku terlihat sudah bersiap-siap juga, semalam setelah pertengkaran kami, dia memilih untuk tidur di sofa ruang tivi dan sampai saat ini kami belum saling bertegur sapa. Ia mengambil beberapa berkas dari kabinet dan meraih tas kemudian beranjak pergi. "Mas, sarapan dulu," tawarku. Meski kesal padanya, aku Ia melirik sekilas lalu meninggalkanku sendiri, namun ia terlihat menjatuhkan sebuah kertas kecil dari sakunya. Buru-buru aku bangkit dan memungut kertas itu, membukanya lalu membaca isinya. Eleanor, Laguna hotel and resort bay, jam empat sore. Hhmm apa lagi ini? apakah setiap hari mereka tak melewatkan waktu untuk bertemu dan memadu kasih? kemana saja aku selama ini?Kulirik jam di dinding kantor waktu telah menunjukkan pukul 15:45 sore, kuhela napas panjang akhirnya setelah setelah berunding panjang lebar, aku dan dewan direksi serta beberapa staf penting sepakat pada satu keputusan, dan keputusan tersebut menyangkut banyak hal, termasuk merestruktur kepemimpinan, mengalihkan beberapa posisi penting ke orang yang lebih kompeten dan pengelolaan korporasi, tentu saja semua kulakukan demi kebaikan perusahaan.Memang dalam rapat tersebut aku dan beberapa staf yang mendukung sempat bersitegang dengan Mas Randy yang bersebrangan pendapat tentang beberapa hal namun tentu saja, yag berkuasa dia yang menang. Hal tersebut membuat suamiku terlihat makin geram dan sakit hati. Jadi setelah rapat ditutup ia memutuskan langsung meninggalkan ruang rapat tanpa banyak bicara lagi.Aku segera menuju lift dan langsung ke basement mengambil mobil, meluncur ke tempat di mana alamat yang tertulis di secarik kertas tadi pagi, ya, aku akan ke Laguna resort and hotel, seb
*Tok ... Tok ...Pintu di ketuk pelan lalu perlahan suamiku memanggil namaku."Sayang ... Ini aku Imelda."Aku yang masih duduk di meja kerja memeriksa data perusahaan melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam dan merasa kesal dengan sikao suamiku yang semakin hari semakin berbuat sesuka hati. Mungkin, ia ingain balas dendam padaku yang juga berbuat sesuka hati di kantor.Mas Randy dan wanita itu, sejak sore tadi ... Sedang aku kembali ke rumah langsung bergelut dengan komputer, setumpuk data dan laporan."Sayang ... ini aku ...."Suaranya terdengar berat dan ah, mungkin dia teler. Namun, salutnya ia masih tetap ingat pulang dan berkendara dengan aman. Luar biasa.Kuputar kunci dan kugerakkan panel pintu lalu menggesernya dan suamiku terlihat lesu dari balik pintu. Penampilannya kusut dan acak acakan.Melihat itu, mungkin wanita lain akan prihatin dan mengira jika suami mereka amat lelah sehabis lembur mengerjakam tugas-tugas kantor. Namun lain dengank
"kok cemberut aja?""Gak ada."Jawabku yang entah pagi-pagi ini merasa badmood."Kalau kamu ingin sarapan kamu tinggal pesan apa yang kamu inginkan, pembantu akan belikan, ataukah pengen jalan-jalan supir akan mengantar ke mana kau pergi," tawarnya.Aku hanya membuang nafas kasar sampai membalikkan badan lalu memeluk guling."Mestinya kau siapkan aku sarapan, karena posisimu adalah istriku.""Aduh Pak direktur anda punya banyak pembantu yang bisa siapkan makanan apapun yang anda inginkan, iya kan?" "Seingatku kau bekerja untukku," sanggahnya.Oh iya, aku lupa Aku adalah bawahannya, jadi dengan beringsut malas-malas aku turun dari ranjang dan pergi menyiapkan suamiku sarapan.Ah, suami, dia bukan suami, dia hanya orang yang kebetulan mengikatku dalam ikatan pernikahan, mana ada cinta atau hubungan selayaknya suami dan istri. Konyol!Kuedarkan pandangan ke seluruh sudut rumah ini lalu kembali menerawang, andai seseorang jadi menantu rumah ini dan mendapatkan cinta dari semua penghuni
Tatapan mata kami bertemu ketika aku membuka pintu kamar, dia masuk dengan langkah gontai namun ketika menatapku memakai baju tidur yang dihadiahkan salah satu Tante Mas Aldi, ia sedikit membulatkan mata.Gaun tidur satin warna merah maroon dengan sedokit pulasan make up natural dan sedikit percikan parfum dengan wangi yang sensual, membuatnya sulit mengalihkan pandangan mata.Berkali kali kulihat ia menelan ludah menatap belahan pakaian yang ukurannya di atas paha itu. Agaknya aku mengerti, dan mulai bersorak dalam hati berharap suamiku akan menyukai ini."Kenapa, Mas, ada yang aneh?""Tumben cantik banget," gumamnya pelan sambil melonggarkan ikatan dasi."Gak kok, aku coba mau cobain lingerie pemberian Tante Ririn," jawabku sambil tersipu pelan."Baju itu tipis, kamu gak masuk angin?"Duh, kalau dia bertanya seperti ini, aku jadi malu, dan terlihat konyol. Tidakkah dia mengerti bahwa aku mengenakan ini untuk menyenangkan pandangan matanya.Benar saja, Lima menit menatapku tanpa be
*Lantunan adzan mengalun indah dan menyadarkanku dari tidur, kusibak selimut lalu bangkit perlahan mengusap wajah dengan kedua belah tangan lalu membaca doa, semoga hari ini bisa kulalui dengan mudah. Kulirik suamiku masih terlelap dengan pulas, memandangnya tidur membuatku gamang, entah kenapa tiba-tiba ada rasa hampa dan rindu yang bergelayut tanpa tahu pada siapa semua rasa itu akan berlabuh.Maka aku segera bangkit menuju kamar mandi membuka keran air lalu mulai membasuh anggota wudhu, kemudian kuhamparkan sajadah, bersujud memohon ampun pada Yang Kuasa."Ya Allah, telah begitu jauh hamba darimu, telah begitu banyak kelalaian yang hamba lakukan hingga lupa pada Hak-Mu sebagai Sang Pencipta alam raya, aku telah tersesat jauh ya Allah, hamba buta dan dibutakan kepentingan, ampunilah hamba ya Allah." Begitu doa yang kupanjatkan sembari terus merafaljan istigfar dan menyebut nama Allah.Kutumpahkan segala keluh kesah dan kesedihan, aku memohon petunjuk kemana arah rumah tangga ini
Masih gamang memikirkan apa yang harus aku lakukan pada Mas Randy, apakah aku harus meninggalkannya atau aku harus bagaimana?Jujur bukan perceraian ujung yang aku inginkan dari rumah tanggaku, aku masih mencintainya namun terlampau perih jiwa ini tersakiti. Aku sungguh merindukan semua sisi indah tentangnya, pengabdian dan kesetiaan yang kubangun selama ini dihancurkan dengan mudah, ibarat perselingkuhannya adalah palu godam yang memukul kaca hingga luluh lantak berkeping-keping.**Aku telah siap mengenakan pakaian kantor dan sedang memakai sepatu ketika ia menghampiri dan duduk di sebelahku, sofa khusus wardrobe kamar utama. "Bantu aku mengenakan dasi," pintanya.Aku segera bangkit dan memasangkan dasi merah di kerah kemejanya sedang suamiku menatap lekat sambil sesekali tersenyum."Bagaimana penampilanku Sayang?" tanyanya"Bagus.""Sayang ...." Ia merangkulku dari belakang seusai aku mengenakan dasinya, pantulan kami di cermin meja rias terlihat indah meski kenyataan sebenarny
Kubanting pintu ruanganku dengan keras sambil menahan emosi yang memburu, kuhampiri dispenser lalu menuangkan segelas air dan kuteguk segera."Sial sekali, ia sampai mencariku ke kantor, untung saja Eleanor tak membuat keributan di loby, kalo tidak semuanya bisa kacau, aku akan menjadi pusat perhatian, dan iitu akan berpengaruh besar pada nama perusahaan," batinku."Aku harap setelah pukulanku barusan, dia tak akan berani lagi untuk mendatangi tempat ini, dan mencariku, tidak tahu malu sekali dia."Tok ... Tok ....Tiba-tiba ketukan di pintu menyentakkan lamunanku. Mas Randy masuk sedetik kemudian dan langsung menghampiriku."Kudengar kau menemui seorang tamu dan menamparnya, apa yang terjadi?"Wow, kilat, cepat sekali Mas Randy mengetahui semuanya."Siapa yang memberi-tahumu?""Uhm ...." Ia terlihat ragu."Suasana di loby sedang sepi karena saat ini adalah jam kerja, hanya petugas resepsionis dan bagian informasi saja, lantas dari mana kamu tahu, Apakah seseorang memberi tahu," cecar
Mia masih terpana mendengar permintaanku padanya, mungkin dia tak percaya apa yang dia dengar, bahwa aku memintanya untuk memberi tahu suamiku bahwa aku telah meninggal."Bu, Ibu direktur jangan melantur, fokus dulu pada kesembuhan Ibu, sungguh suatu keajaiban bisa menemukan ibu dalam keadaan hidup," ujarnya dengan nada prihatin."Suamiku belum datang hingga saat ini," tanyaku."Iya, Bu, sejak semalam saya mengubunginya namun Pak Randy tak kunjung mengaktifkan ponselnya.""Ya Tuhan apakah dia sama sekali tdak mengkhawatirkanku atau minimal ia tak mencariku? Tega sekali dia."Aku membatin sembari menahan kesedihan."Siapa saja yang sudah mengetahui masalah kecelakaan saya, Mia," sambungku bertanya."Baru saya dan Pak Bastian," jawabnya."Rahasiakan ini dari semua orang.""Tapi kenapa Bu, apa yang Anda rencanakan, jika ibu meninggal, tentu kondisi perusaahan akan mendadak tidak stabil, keadaan akan terguncang bahkan juga berpengaruh terhadap saham.""Saya akan handle semuanya dari jauh