Bab 57Siska kelabakan"Apa lagi ni anak?" gumam Nanda pelan.POV Nanda"Mbak Nanda kelewatan ya!" Siska terlihat marah, jelas dari rahangnya yang mengeras dan juga tangannya yang mengepal."Apa lagi sih, Sis? Gak usah teriak-teriak Hawa takut nanti," ucapku sambil mengambil ponsel dari meja. Mengotak-atik nya dan menaruhnya kembali diatas meja."Kenapa aku disuruh bayar hutang-hutang, Mbak Nanda? Saya seumur-umur tidak pernah hutang sama tukang sayur maupun warung sembako seberang Jalan ya! Kenapa tiba-tiba Siska ditagih? Banyak pula! Siska gak mau bayar!" Siska tanpa henti mengomel sembari berkacak pinggang melotot menatapku.Aku yang tadi sedang menjahit lantas berhenti dan menatap Siska dengan seksama. "Terus ….""Mbak Nanda mau ngibulin aku ya?" Siska terlihat tak terima."Yang suka ngibul Mbak Nanda apa kamu?!" Aku dengan santai bertanya balik kepada Siska sambil melanjutkan pekerjaanku menjahit."Maksud Mbak apa? Siska gak ngerti?" Siska menurunkan nada bicaranya, sepertinya di
Bab 58Kejutan tak terduga"Katanya ada yang ingin kamu sampaikan pada kami, Sis?" tanya Bapak Mertua Ku melempar pandangannya ke arah Siska.Aku pikir bapak mertua mengetahui perihal Siska meminta ku membayar setiap belanjaan-nya. Tapi ternyata dia sudah diberi bocoran oleh Siska akan sesuatu hal. Siska mengernyitkan dahinya."Iya, Pak. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan pada Ibu maupun bapak." Siska terlihat merogoh saku celana sebelah kiri. Mengambil benda berbentuk kotak. Sepertinya wadah sesuatu, kalau tidak salah wadah cincin. Tapi entahlah apa isinya? Disodorkan benda itu ke hadapan Ibu mertuanya."Bu, ini ada sesuatu buat Ibu. Tapi gak terlalu mahal, semoga Ibu suka!" Ibu tersenyum melihatnya dan segera mengambil benda itu. Perlahan membukanya dan memperlihatkan kepada kami yang berada di hadapannya."Cincin emas? Bagus," ucap Ibu dengan ekspresi yang biasa saja."Ibu suka?" tanya Siska memancing."Suka," jawab ibu seperti tak ada gairah.Aku hanya meliriknya, seolah meremeh
Bab 59pamer"Ih … Pamer … Dulu pas masih tinggal sama mertua. Gak pernah tu Mbak Nanda ngasih uang! Kalau ibu gak minta sama Mas Wawan, ibu gak akan pernah dikasih sama Mbak Nanda! Mas Adi aja kalau ngasih gak pernah di depan kalian. Karena memang Mas Adi orangnya gak suka pamer!" tutur Siska yang kepalanya sambil kanan kiri seperti gerakan Tina toon.Astaga, mendengar ucapan Siska seketika membuatku naik darah. Padahal dia tidak tahu perjuanganku dulu. Tidak tahu bagaimana sulitnya ekonomi ku dulu, dia hanya melihat aku di posisi sekarang tapi tidak melihat prosesnya. Dan dia juga tidak tau bagaimana sikap mertuanya itu.Aku masih saja diam, dan membuang napas dengan sedikit bersuara."Mas Wawan lihat istrinya gitu, juga cuma diem aja. Dinasehati dong! Gak jelas banget maksudnya apa?" Nada bicara Siska memang sedikit menggur. Tapi kurasa dia benar. Benar-benar iri melihat ku bisa memberikan uang itu pada bapak."Bapak belikan sapi atau kambing terserah, Bapak. Jadi nanti sewaktu-wak
Bab 60Khayalan.Aku mengambil oksigen sebanyak-banyaknya dan membuangnya perlahan."Tidak, semua itu tidak benar! Siska menantu yang baik. Dia tidak memerintah ibu melakukan pekerjaan apapun. Ibu sendiri dengan sukarela melakukannya!" "Tu … Denger sendiri kan? Ibu lho yang bilang kalau aku itu menantu baik, jangan-jangan Mbak Nanda gak suka lagi dengan aku! Mas Wawan lihat tu istrimu. Memfitnah aku sembarangan, diajari dong, Mas!" Siska terlihat marah dan juga menyalahkan suami Nanda."Gimana sih, Mas Wawan ini? Punya istri kok gitu banget, suka fitnah dan juga ngomong yang tidak-tidak! Dasar kakak ipar gak tau diri!" timpal Adi yang mulai tersulut emosi."Kamu itu gimana sih, Dek? Kalau gak punya bukti dan juga gak tahu jangan asal bicara! Jadinya kan fitnah, tu lihat Siska. Kasihan dia!" Semua orang yang ada di ruangan itu menyudutkan Nanda. Menantu tertuaku, entah mengapa jawaban dari mulut ini malah membuatnya semakin disudutkan. Terlebih suaminya malah ikut memarahinya. Yang b
Bab 61Mertua sadar "Hem," Bibir ini tak mampu berucap.POV authorAda ragu terlihat dari raut wajah Nanda. Dia seakan ingin mengatakan sesuatu hal. Namun diurungkannya."Gak papa, Bu. Hati-hati," ucapannya terhenti begitu saja. Padahal dalam hatinya dia ingin mengatakan hal lain. Bu Darti hanya mengangguk, dia tak banyak bicara setelah percakapan tadi. Mungkin kini dia sedang meratapi nasibnya, mempunyai menantu seperti Siska.Langkahnya masih tertatih dengan memakai tongkat, tergopoh-gopoh berjalan pulang kerumah. Meskipun jarak antara rumah mertua dengan rumah Nanda, hanya berjarak lima meter.Siska dan Adi langsung menuju kamar. Ada rasa marah tersirat diwajah mereka. Mereka nampaknya tak sepaham dengan ibu. Dan juga Adi tak bisa percaya dengan ibunya. Padahal kalau dia bisa lebih dewasa lagi, keadaanya tidak akan serumit ini.Malam sudah semakin larut, mereka akhirnya menyudahi kegiatan hari ini. Menutup mata dan berbaring, mengistirahatkan tubuh sejenak. *******"Mas, Ibu mu
Bab 62Iri dengkiPOV SiskaGegara kakak Ipar memberikan sejumlah uang pada Bapak dan juga ibu, dengan jumlah yang tidak tanggung-tanggung. Membuatku malah seperti nungsep sampe di dasar laut. Cincin yang aku belikan dengan harga yang tidak seberapa di banding uang sejumlah dua puluh juta. Entah dari mana uang tersebut. Sebab Mbak Nanda orangnya pelit minta ampun, setiap hari saja makan hanya berlauk tahu dan juga tempe, makan ayam saja seminggu sekali. Pantes cepet kaya!******Aku sengaja menyampaikan unek-unek ku dengan Mas Adi. Bermaksud agar Mas Adi menegur ibunya maupun kakak iparnya. Selama aku masih lihai bersandiwara didepan suami. Pasti semuanya akan baik-baik saja. Secara Mas Adi terlanjur cinta buta dengan ku. Apapun yang aku katakan pastinya dia percaya saja. Benar bukan perkataan ku? Dia akan mengurus semuanya. Aku dibiarkan banyak istirahat dan juga makan yang banyak .Setelah Mas Adi meninggalkan rumah beserta bapak. Aku kembali ke dapur mencuci piring. Sengaja aku me
Bab 63Siska durhaka"Ini uang buat beli SOP buntut kamu!" Nanda melempar uang dua puluhan ribu berjumlah lima lembar. "Maksud Mbak Nanda apa ya?" Siska terkejut melihat tindakan Kakak iparnya baru saja. Melempar sejumlah uang dihadapannya hingga uang berterbangan tak karuan."Sop buntut kamu, Mbak bayar. Jadi berikan ibu semangkok sop itu dan minta maaf lah padanya! Ini rumahnya, tidak sepantasnya kamu seperti itu." Nanda menatap tajam Siska, kedua netra mereka beradu. Ada kilatan amarah dan juga ketidaksukaan dari kedua menantu itu.Mereka sama-sama dengan pendiriannya."Mbak Nanda bisa sopan gak sih? Masuk kamar langsung nyelonong, melempar uang segala! Jadi orang kaya dadakan jadi gitu deh!" Siska mencoba menguasai keadaan. Meskipun tadi dia juga terlihat agak takut dengan sang kakak ipar."Nyolot ya kamu! Minta maaf sama ibu!" titah Nanda masih sama."Gak, Siska gak mau! Siska gak salah, seharusnya Mbak berterima kasih sama Siska. Karena sudah mau merawat ibu, lagian Mbak Nanda
Bab 64Kedatangan bulekBude Rina dan juga lainnya heran melihatku yang seperti cacing kepanasan.Ada rasa takut, marah dan juga lega. Bercampur aduk menjadi satu didalam dada."Nan, mondar-mandir gak jelas! Kamu kenapa?" tanya Bude Rina yang sedang menggunting kain."Anu- Bude. Saudara Nanda mau dateng!" ucapku sambil memainkan tangan. Tak ku perjelas saudara mana yang akan datang."Siapa, Mbak?" sahut Siska yang selalu kepo dengan urusanku."Nanti juga tahu!" jawabku singkat.Tak berapa lama deru mobil Paj*ro berhenti didepan rumah. Cukup lama si empunya mobil keluar. Entah apa yang mereka lakukan didalam, sebab tak terlihat dari luar.Kami berempat saling melempar pandangan. Aku langsung berjalan keluar menanti sosoknya yang selama ini membuatku geram. Pertama pria yang mengemudi keluar, tak lama diikuti wanita yang ada di sebelahnya. Membanting pintu mobil dengan cukup kuat.Buk …Kupandangi sosoknya dari atas kepala hingga kaki. Mereka berjalan beriringan menghampiriku yang berd
##Bab 98Akhir bahagia"Mas, Siska meninggal dunia. Kemarin di rumah sakit karena sebuah kecelakaan. Karena tidak ada keluarga yang mengurusnya jadi keluarga Adi yang akan mengurusnya. Mas Wanto ke sini kan?" tanya Nanda dengan suara serak. Meski Siska tidak terlalu menyukainya tapi tetap saja dia pernah menjadi bagian dari keluarga itu. Ada rasa kehilangan meski hanya secuil.Lelaki yang ada di seberang telepon itu terdengar gundah. Ada keraguan Ingin mengucapkan sesuatu."Mas Wanto lagi dirumah sakit, Jasmin sakit, Nan. Sudah seminggu ini di rumah sakit. Semua tindakan dan juga tes dijalani. Hari ini akan keluar hasilnya. Seandainya hasilnya bagus. Jasmin akan rawat jalan. Tapi kalau tidak bagus. Kemungkinan dia akan dikirim ke rumah sakit jiwa di kota.""Separah itu, Mas?" Nanda terdengar mengkhawatirkan Jasmin."Kemarin dia berulah. Hampir saja Mas celaka. Tapi Alhamdulillah, ada tetangga yang datang menolong!""Astagfirullahaladzim, tapi kamu gak papa kan, Mas?" "Gak papa! Mas
##Bab 97Rumah sakit JiwaSemua orang yang ada di halaman rumah Nanda secara bersamaan menoleh ke arah mobil tersebut."Kasih?" ucap Partini terkejut melihat Kasih.Kasih berjalan menghampiri mereka. Satu persatu disalami dan saling berpelukan."Ada perlu apa kamu kesini, Nak Kasih?"" Gak ada apa-apa, Bu. Cuma mampir saja.""Ayo masuk!" pinta Partini langsung menggandeng Kasih.Partini meninggalkan Nanda dan juga Siska dihalaman rumah.Mereka saling melempar pandangan. Tatapan Siska kepada Nanda sulit diartikan. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu?"Pulanglah, daripada sakit hatimu!" pinta Nanda dengan nada biasa saja."Itukah calon istri Adi?" tanya Siska dengan ekspresi terkejut."Secepat itu Adi akan menikah lagi? Apakah aku tidak ada harga nya sama sekali?""Entahlah, kau pikirkan saja sendiri. Aku tidak ada waktu memikirkan hal itu!" Nanda pergi meninggalkan Siska.Kali ini Siska tak lagi berharga Dimata keluarga Adi. Apalagi Siska pergi dengan meninggalkan luka yang mendala
##Bab 96Permintaan maaf siska"Mas Wawan, sarapan dulu yuk! Udah aku siapkan di meja. Pagi ini aku masak spesial," pinta Nanda dengan nada manja. Wanita beranak satu itu pagi ini terlihat sangat ceria. Rumah yang berantakan abis kebakaran sudah direnovasi olehnya dengan kurun waktu yang lumayan singkat.Begitu banyak keberuntungan berpihak kepadanya. Meski tidak sedikit cobaan juga kerap singgah di hidupnya. Kini tinggal menata hati dan pikiran berfokus pada usahanya."Masak apa, Dek?" tanya Wawan yang menarik kursi plastik perlahan."Ayam goreng sama sup bakso kesukaan Hawa. Sini, Nak. Mangkoknya biar ibu kasih bakso yang banyak! Kamu suka?" Nanda melempar pandangannya ke arah anak semata wayangnya."Iya, Hawa suka. Bu," Hawa memanggil sang ibu yang masih sibuk dengan kegiatannya. Tatapannya kembali ia arahkan kepada Hawa."Apa, Sayang?" tanya Nanda dengan penuh kelembutan."Hawa pengen punya adik. Kayak Tasya, dia sekarang udah punya adik!" pinta Hawa yang membuat Ayahnya tersedak.
##BAB 95Jasmin sakit"Soal Jasmin. Mas bingung mau ngadepi Jasmin bagaimana? Sikapnya sangat berbeda, setiap kali Mas Vidio call. Dia itu baik. Tapi Mas dapet info dari para tetangga. Kalau Jasmin itu sering teriak-teriak sendiri. Kadang juga tertawa sendiri. Suatu hari pernah dia tertawa sambil menyebut nama kamu! Mas gak mau cerita sama kamu, takutnya ganggu kerja kamu!""Jangan-jangan Jasmin depresi, Mas?""Hust, ngawur kamu!""Lha kalau bukan depresi lalu apa? Gila?""Kita gak tau lho, Nan. Kalau nanti salah kan jadi fitnah! Nanti Mas cari tahu dulu. Bagaimana kehidupan Jasmin di kota. Takutnya dia tertekan saat jadi seorang istri, waktu itu!""Iya, Mas.""Ya sudah, kamu hati-hati ya! Jaga anak baik-baik. Salam buat suamimu." "Iya, Mas."Wanto akhirnya menutup sambungan teleponnya. Ada perasaan lega ketika Nanda bisa mengutarakan semua yang ada dihatinya. Dengan kedatangan Mas Wanto ke Klaten. Mungkin akan menemukan jalan keluar untuk masalah Jasmin.Nanda dan Wawan kemudian per
##BAB 94Hutang"Maafkan ibu ya, Sayang! Hawa ayo kita sekolah, Nak." Nanda menguatkan hatinya. Tak sepantasnya dia terkejut hingga tak terkendali. Bukankah selama ini dia mampu melewati? Banyak hal yang sudah dia lalui, dari kehilangan hingga fitnah bertebaran. Jika yang terdekat mencoba menyakiti itu hal yang lumrah. Setelah diingat dulu mereka pernah menggores luka yang sama."Kamu gak papa, Dek?" Wawan mencoba menanyakan kondisi Nanda saat ini."Gak papa, Mas. Sudah biasa. Aku percaya kita bisa melewati masa-masa ini, kita bicarakan nanti setelah mengantar Hawa." Nanda berjalan sembari menggendong tas milik anak semata wayangnya.Wawan menyusulnya ke jalan sembari menyalakan motor.Menghentikan lajunya lalu membiarkan Nanda dan juga Hawa naik perlahan.Dalam perjalanan yang cukup jauh. Tak pernah sepatah katapun Nanda ucapkan. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya sampai di sekolah Hawa. Diciumnya tangan mereka dengan takzim oleh Hawa. Di peluk lalu pergi s
##Bab 93Pak lurah"Saya dari toko Mawar, Mbak Nanda!" jawab wanita yang ada di sebrang telepon."Toko mawar? Ada apa lagi? Saya gak ada utang lho," jawab Nanda penuh hati-hati. Sebab dia sudah kehilangan toko langganan itu dan jangan sampai dia meninggalkan nama yang jelek disana."Bukan itu, Bu. Tujuan saya menghubungi anda bahwa bapak ingin bertemu dengan anda, di toko.""Bapak? Pemilik Toko kain itu?" tanya Nanda sambil berpikir sejenak."Iya, Pak Broto namanya." Nanda mengangguk-anggukan kepalanya sembari melihat suaminya yang masih terjaga di sampingnya. Ternyata selingkuhan Siska selama ini Pak Broto namanya. Dalam hati Nanda berbicara. Yang dia tahu hanya seorang kakek tua yang menjadi selingkuhan Siska selama ini. Tidak pernah terlintas dipikirannya untuk sekedar mencari tahu siapa namanya. Karena dia menganggap itu hal yang sangat tidak penting bagi hidupnya.Nanda menutup telepon setelah selesai berbicara. Apa yang membuat Pak Broto ingin bertemu dengan Nanda? Apakah ini
Bab 92Kasih"Kasih?" Adi terkejut melihat mantan berkunjung dengan tiba-tiba. Tanpa memberi tahu terlebih dahulu.Senyumnya masih sama, manis dan juga cantik."Masuk, Tante." Nanda bersikap ramah. Mempersilahkan masuk tanpa melihat jika dia sudah mantan calon ipar.Kasih berjalan mendekat sedikit canggung. Di Salami nya satu persatu semua orang yang ada di ruangan itu.Semuanya kembali duduk ditempat masing-masing. Setelah tadi sempat berdiri ketika Kasih mendekat."Ada perlu apa kamu kesini?" tanya Adi yang mendadak penasaran."Cuma mampir, sudah lama tidak bertemu. Kamu apa kabar? Bapak, ibu sehat? Mbak Nanda dan keluarga sehat?" Kasih memandangi mereka satu persatu. Ada rasa rindu yang terlihat dari sorotan matanya.Entah alasan apa dulu mereka berpisah. Sampai sekarang Adi tidak pernah mengatakan sedikit pun alasannya. Sangat bijaksana dan tidak ingin Kasih meninggalkan nama yang buruk di mata keluarganya."Sehat, Nak. Kami semua alhamdulilah sehat. Tapi ya itu Mbak Nanda lagi da
BAB 91Harapan"Bu, kalau boleh tau nama ibu siapa?" tanya Nanda sampai lupa berkenalan."Saya ibu Siti Maryam. Kalian sendiri siapa? Darimana asalnya? Kok bisa sampai ke rumah ibu bagaimana ceritanya? Maaf, gara-gara tadi sampai saya belum sempat menanyakan tujuan kalian," ucap Bu Siti dengan lembut."Iya, Bu. Gak papa. Saya Nanda, Bu. Ini suami saya. Saya ke sini atas informasi dari Pak Lurah, Pak Adam.""Ow, nak Adam. Iya rumah sepupunya di ujung jalan. Ibu banyak dibantu olehnya."Nanda dan Wawan kemudian menjelaskan perihal kebakaran di rumahnya. Dan juga menjelaskan begitu banyak pesanan yang belum dikerjakan. Sedangkan Bu Siti mempunyai beberapa mesin jahit dan juga alat-alatnya lengkap. Meskipun mesin jahit sudah terlihat tidak baru lagi. Tapi fungsinya masih bagus. Karena dirawat Bu Siti dengan baik.Begitu bahagianya Bu Siti mendengar bahwa Nanda dan juga Wawan berniat meminjam mesin jahit dan juga peralatan lainnya untuk mengerjakan pesanan baju yang terlanjur di terima. B
BAB 90Bu siti"Siapa wanita itu, Pak?"Nanda menerka-nerka siapa wanita yang telah membayar orang untuk membakar rumahnya? Sungguh keterlaluan jika benar itu Siska. Tapi benarkah Siska?Semua karyawan Nanda berpamitan. Karena mereka bilang akan menghadiri acara lain. Padahal mereka sudah merencanakan akan pergi kerumah Nia. Akan membicarakan bagaimana membantu Nanda."Apakah itu Siska?" Nanda kembali bertanya karena sudah tidak sabar lagi mendengar jawaban dari pak lurah."Saya kurang tau, Nan. Yang penting dia seorang wanita. Menggunakan masker dan juga helm berwarna hitam. Dia juga menggunakan kacamata hitam. Ciri-ciri itu yang disampaikan pada saya,"Nanda dan juga Wawan membuang napas dengan kasar. Mereka sudah tidak tau harus bagaimana lagi.Kring …. Kring ...kring.Suara ponsel milik Nanda berbunyi. Dari nomor yang tidak dikenal. Nanda pun tak berniat mengangkatnya. Dia lagi tidak ingin berbicara apapun."Siapa, Nan? Kok gak diangkat?" tanya Ibu mertua yang sedang duduk bersam