Bab 63Siska durhaka"Ini uang buat beli SOP buntut kamu!" Nanda melempar uang dua puluhan ribu berjumlah lima lembar. "Maksud Mbak Nanda apa ya?" Siska terkejut melihat tindakan Kakak iparnya baru saja. Melempar sejumlah uang dihadapannya hingga uang berterbangan tak karuan."Sop buntut kamu, Mbak bayar. Jadi berikan ibu semangkok sop itu dan minta maaf lah padanya! Ini rumahnya, tidak sepantasnya kamu seperti itu." Nanda menatap tajam Siska, kedua netra mereka beradu. Ada kilatan amarah dan juga ketidaksukaan dari kedua menantu itu.Mereka sama-sama dengan pendiriannya."Mbak Nanda bisa sopan gak sih? Masuk kamar langsung nyelonong, melempar uang segala! Jadi orang kaya dadakan jadi gitu deh!" Siska mencoba menguasai keadaan. Meskipun tadi dia juga terlihat agak takut dengan sang kakak ipar."Nyolot ya kamu! Minta maaf sama ibu!" titah Nanda masih sama."Gak, Siska gak mau! Siska gak salah, seharusnya Mbak berterima kasih sama Siska. Karena sudah mau merawat ibu, lagian Mbak Nanda
Bab 64Kedatangan bulekBude Rina dan juga lainnya heran melihatku yang seperti cacing kepanasan.Ada rasa takut, marah dan juga lega. Bercampur aduk menjadi satu didalam dada."Nan, mondar-mandir gak jelas! Kamu kenapa?" tanya Bude Rina yang sedang menggunting kain."Anu- Bude. Saudara Nanda mau dateng!" ucapku sambil memainkan tangan. Tak ku perjelas saudara mana yang akan datang."Siapa, Mbak?" sahut Siska yang selalu kepo dengan urusanku."Nanti juga tahu!" jawabku singkat.Tak berapa lama deru mobil Paj*ro berhenti didepan rumah. Cukup lama si empunya mobil keluar. Entah apa yang mereka lakukan didalam, sebab tak terlihat dari luar.Kami berempat saling melempar pandangan. Aku langsung berjalan keluar menanti sosoknya yang selama ini membuatku geram. Pertama pria yang mengemudi keluar, tak lama diikuti wanita yang ada di sebelahnya. Membanting pintu mobil dengan cukup kuat.Buk …Kupandangi sosoknya dari atas kepala hingga kaki. Mereka berjalan beriringan menghampiriku yang berd
Bab 65Nikah paksaanPOV Bulek Ami"Ibu gak mau tahu ya, Jas. Kamu harus bikin suamimu cinta banget sama kamu. Kamu harus pinter-pinter Muasin dia diatas ranjang!" gertakku pada Jasmin yang mengadu padaku tak kuat dengan pernikahannya."Tapi, Bu. Jasmin sudah tidak tahan lagi, apalagi Jasmin selalu di teror istri ke duanya. Jasmin takut, Bu." keluh Jasmin dengan nada bergetar. Aku sudah tidak menghiraukannya lagi. Meskipun dia satu-satunya anakku. Tapi tak aku perdulikan lagi, sebab uang sudah menyilaukan mataku. Aku tidak akan mau hidup susah seperti dulu.Mas Samsul lelaki yang sekarang menjadi suamiku tidaklah berguna, dia juga hanya memanfaatkan ku kala itu. Kala aku masih memiliki uang banyak. Setelah aku tidak memiliki apa-apa lagi, dia juga hanya diam saja. Tidak bisa di andalkan. Dasar lelaki tidak berguna, menyesal sudah mau dinikahi olehnya."Ibu sudah berjanji akan mengembalikan semua hutang-hutang ibu! Jadi jangan sampai kau bercerai dengan suamimu! Kuras hartanya hingga
Bab 66PenyesalanPOV Ibu Darti (ibu Mertua)Aku duduk termangu di kursi ruang tamu, menonton televisi tapi pikiranku bukan lagi di acara televisi. Pikiranku menerawang jauh memikirkan kelak jika aku jompo nantinya.Suamiku sudah pergi dari tadi pagi, pergi ke pasar sapi bersama putra sulungku Wawan. "Pak, bagaimana nanti jika aku sudah tidak bisa apa-apa lagi?" tanya ku malam itu pada sang suami."Kamu bicara apa tho, Bu? Kalau bicara yang baik-baik saja?" pinta lelaki tua yang hampir separuh abad itu menemaniku."Soal Siska, dia mungkin menantu yang dikirim Allah untuk membalasku! Atas sikap ku dulu pada Nanda!" tuturku sambil mengingat betapa jahatnya aku dahulu."Bu, kalau ibu sadar kalau dulu salah memperlakukan Nanda itu bagus. Ibu segera minta maaf dan jangan mengulanginya lagi, dimulai dari awal lagi." Lelaki itu sejenak menatapku penuh makna."Ibu malu sama Nanda, dia memberi uang pada ibu setiap bulannya! Kemarin juga memberi uang cukup banyak buat beli sapi bapak nantinya
67Menantu songong POV Author Keluarga itu baru saja mengalami keributan kecil. Tapi apakah Pak Ali mampu mendamaikan kembali? Bahwasanya Siska sudah mulai berani memperlihatkan sikap aslinya. Keluarga itu sangat menjunjung pernikahan sekali seumur hidup, meskipun di dalamnya sangat sulit dijalani."Saya ini istrinya, saya berhak atas uang Mas Adi!" jawaban Siska sangat mengejutkan."Dengar itu, Adi. Itu istrimu yang bicara. Apakah kau tidak mempunyai rasa bersalah sedikitpun?" Nanda kembali menyudutkan Adi. Kali ini Adi lah yang paling disalahkan, dia tidak bisa mengatur Siska. "Setidaknya kalau kamu tidak ingin memberi uang kepada Ibu, mending kamu bicarakan baik-baik sama suamimu! Jangan membohonginya. Dan kalau kamu benar mendorong ibu, itu sangat keterlaluan, Sis!" sahut Wawan yang mencoba memberi jalan tengah.Suami Nanda itu terlihat semakin dewasa. Pantas Nanda mempertahankan rumah tangganya hingga detik ini. Dia memang pantas dipertahankan.Adi terlihat kecewa dengan ist
Bab 68Bapak mertua sakit Kuletakkan gelas berisi teh yang baru saja aku seduh. Mas Wawan terlihat letih, ada guratan kesedihan juga terselip di kerutan wajahnya yang kini mulai terlihat."Bapak udah mendingan kan?" Aku kembali bertanya dengan penuh hati-hati."Lebih baik dari pada tadi pas baru tiba dirumah sakit." Perkataan Mas Wawan terhenti."Dek, " Dan dia kembali memanggil namaku."Iya, Mas," jawabku singkat."Besok-besok berbaiklah dengan Ibu. Dan juga dengan Siska. Jangan terlalu kau tanggapi perlakuannya, biarkan saja!""He? Dibiarin? Bisa ngelunjak dia, Mas!?" "Demi Bapak," ucap Mas Wawan lirih."Berbaiklah dengan ibu," imbuh Mas Wawan. Dia tahu betapa terlukanya aku karena wanita yang telah melahirkannya itu. Dia paham sangat paham posisiku."Seharusnya Adi yang kamu nasehati, Mas. Bukan Nanda, bukan salah Nanda jika sampai detik ini belum bisa dekat dengan ibu! Kamu tahu sendiri sikap ibu selama ini?" Aku tertunduk, mata ku mengembun. Jika membicarakan perihal ibu yang d
Bab 69Dua puluh jutaPOV AdiDirumah Mas Wawan diadakan makan bersama dengan keluarga. Meski hanya bapak dan ibu dan juga keluarga Mas Wawan beserta istriku. Ternyata acara itu digelar bermaksud merayakan ulang tahun pernikahan Bapak dan ibu. Kejutan dari Mbak Nanda. Padahal dulu ketika Mbak Nanda masih satu atap dengan ku. Ibu tidak pernah memperlakukannya dengan baik. Kalau Bapak, dia percaya-percaya saja dengan ucapan Ibu tentang Mbak Nanda padahal belum tentu kebenarannya. Namanya juga sudah cinta buta. Apapun benar Di Matanya.Siska istriku ternyata juga perhatian. Dia memberi ibu cincin emas. Diberikannya sebagai kado kecil darinya.Setelah acara makan bersama selesai, ternyata Mbak Nanda memberikan bapak dan ibu sejumlah uang. Nominalnya cukup banyak, dua puluh juta.Jumlah yang dibilang besar bagi kami. Pinta nya dibelikan kambing atau sapi. Aku masih biasa saja. Tapi wajah ku berubah setelah Mbak Nanda mengirim pesan berupa beberapa rekaman mengenai Siska yang memperlakuka
Bab 70 Aku iri padamuPov NandaSetelah aku menjawab dengan nada menyindir akhirnya dia beranjak juga dari tempat duduknya. Entah mau ngapain dia di dapur? Mungkin hanya menghindari ibu mertua bicara kembali."Ih … Mbak Nanda cuma gitu aja, heboh deh!" sungut Siska setelah didapur. Karena tidak berapa lama aku mengekori ya."Heboh gimana maksud kamu? Kalau kamu bantuin dari awal kan jadinya lebih enak kan? Bantuin nyiapin gelas lah, nyiapin makanan lah. Kalau gini kan kesannya aku menantu yang paling baik sedunia. Kalau semuanya aku kerjain sendiri!" Aku nerocos sembari mengaduk masakan tadi yang belum matang."Heleh, menantu baik itu gak sindir menyindir di depan orang banyak. Heran deh!" Siska masih berkacak pinggang di belakangku. Dia malah sibuk mengomentari ku daripada membantuku."Sekarang kamu maunya apa? Bantuin kagak, ngomel iya! Eh, kamu itu disini menantu, kita sama-sama menantu. Kalau kamu bisanya menerima uang pemberian mertua beda dengan ku, aku menantu yang bisa ngasih
##Bab 98Akhir bahagia"Mas, Siska meninggal dunia. Kemarin di rumah sakit karena sebuah kecelakaan. Karena tidak ada keluarga yang mengurusnya jadi keluarga Adi yang akan mengurusnya. Mas Wanto ke sini kan?" tanya Nanda dengan suara serak. Meski Siska tidak terlalu menyukainya tapi tetap saja dia pernah menjadi bagian dari keluarga itu. Ada rasa kehilangan meski hanya secuil.Lelaki yang ada di seberang telepon itu terdengar gundah. Ada keraguan Ingin mengucapkan sesuatu."Mas Wanto lagi dirumah sakit, Jasmin sakit, Nan. Sudah seminggu ini di rumah sakit. Semua tindakan dan juga tes dijalani. Hari ini akan keluar hasilnya. Seandainya hasilnya bagus. Jasmin akan rawat jalan. Tapi kalau tidak bagus. Kemungkinan dia akan dikirim ke rumah sakit jiwa di kota.""Separah itu, Mas?" Nanda terdengar mengkhawatirkan Jasmin."Kemarin dia berulah. Hampir saja Mas celaka. Tapi Alhamdulillah, ada tetangga yang datang menolong!""Astagfirullahaladzim, tapi kamu gak papa kan, Mas?" "Gak papa! Mas
##Bab 97Rumah sakit JiwaSemua orang yang ada di halaman rumah Nanda secara bersamaan menoleh ke arah mobil tersebut."Kasih?" ucap Partini terkejut melihat Kasih.Kasih berjalan menghampiri mereka. Satu persatu disalami dan saling berpelukan."Ada perlu apa kamu kesini, Nak Kasih?"" Gak ada apa-apa, Bu. Cuma mampir saja.""Ayo masuk!" pinta Partini langsung menggandeng Kasih.Partini meninggalkan Nanda dan juga Siska dihalaman rumah.Mereka saling melempar pandangan. Tatapan Siska kepada Nanda sulit diartikan. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu?"Pulanglah, daripada sakit hatimu!" pinta Nanda dengan nada biasa saja."Itukah calon istri Adi?" tanya Siska dengan ekspresi terkejut."Secepat itu Adi akan menikah lagi? Apakah aku tidak ada harga nya sama sekali?""Entahlah, kau pikirkan saja sendiri. Aku tidak ada waktu memikirkan hal itu!" Nanda pergi meninggalkan Siska.Kali ini Siska tak lagi berharga Dimata keluarga Adi. Apalagi Siska pergi dengan meninggalkan luka yang mendala
##Bab 96Permintaan maaf siska"Mas Wawan, sarapan dulu yuk! Udah aku siapkan di meja. Pagi ini aku masak spesial," pinta Nanda dengan nada manja. Wanita beranak satu itu pagi ini terlihat sangat ceria. Rumah yang berantakan abis kebakaran sudah direnovasi olehnya dengan kurun waktu yang lumayan singkat.Begitu banyak keberuntungan berpihak kepadanya. Meski tidak sedikit cobaan juga kerap singgah di hidupnya. Kini tinggal menata hati dan pikiran berfokus pada usahanya."Masak apa, Dek?" tanya Wawan yang menarik kursi plastik perlahan."Ayam goreng sama sup bakso kesukaan Hawa. Sini, Nak. Mangkoknya biar ibu kasih bakso yang banyak! Kamu suka?" Nanda melempar pandangannya ke arah anak semata wayangnya."Iya, Hawa suka. Bu," Hawa memanggil sang ibu yang masih sibuk dengan kegiatannya. Tatapannya kembali ia arahkan kepada Hawa."Apa, Sayang?" tanya Nanda dengan penuh kelembutan."Hawa pengen punya adik. Kayak Tasya, dia sekarang udah punya adik!" pinta Hawa yang membuat Ayahnya tersedak.
##BAB 95Jasmin sakit"Soal Jasmin. Mas bingung mau ngadepi Jasmin bagaimana? Sikapnya sangat berbeda, setiap kali Mas Vidio call. Dia itu baik. Tapi Mas dapet info dari para tetangga. Kalau Jasmin itu sering teriak-teriak sendiri. Kadang juga tertawa sendiri. Suatu hari pernah dia tertawa sambil menyebut nama kamu! Mas gak mau cerita sama kamu, takutnya ganggu kerja kamu!""Jangan-jangan Jasmin depresi, Mas?""Hust, ngawur kamu!""Lha kalau bukan depresi lalu apa? Gila?""Kita gak tau lho, Nan. Kalau nanti salah kan jadi fitnah! Nanti Mas cari tahu dulu. Bagaimana kehidupan Jasmin di kota. Takutnya dia tertekan saat jadi seorang istri, waktu itu!""Iya, Mas.""Ya sudah, kamu hati-hati ya! Jaga anak baik-baik. Salam buat suamimu." "Iya, Mas."Wanto akhirnya menutup sambungan teleponnya. Ada perasaan lega ketika Nanda bisa mengutarakan semua yang ada dihatinya. Dengan kedatangan Mas Wanto ke Klaten. Mungkin akan menemukan jalan keluar untuk masalah Jasmin.Nanda dan Wawan kemudian per
##BAB 94Hutang"Maafkan ibu ya, Sayang! Hawa ayo kita sekolah, Nak." Nanda menguatkan hatinya. Tak sepantasnya dia terkejut hingga tak terkendali. Bukankah selama ini dia mampu melewati? Banyak hal yang sudah dia lalui, dari kehilangan hingga fitnah bertebaran. Jika yang terdekat mencoba menyakiti itu hal yang lumrah. Setelah diingat dulu mereka pernah menggores luka yang sama."Kamu gak papa, Dek?" Wawan mencoba menanyakan kondisi Nanda saat ini."Gak papa, Mas. Sudah biasa. Aku percaya kita bisa melewati masa-masa ini, kita bicarakan nanti setelah mengantar Hawa." Nanda berjalan sembari menggendong tas milik anak semata wayangnya.Wawan menyusulnya ke jalan sembari menyalakan motor.Menghentikan lajunya lalu membiarkan Nanda dan juga Hawa naik perlahan.Dalam perjalanan yang cukup jauh. Tak pernah sepatah katapun Nanda ucapkan. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya sampai di sekolah Hawa. Diciumnya tangan mereka dengan takzim oleh Hawa. Di peluk lalu pergi s
##Bab 93Pak lurah"Saya dari toko Mawar, Mbak Nanda!" jawab wanita yang ada di sebrang telepon."Toko mawar? Ada apa lagi? Saya gak ada utang lho," jawab Nanda penuh hati-hati. Sebab dia sudah kehilangan toko langganan itu dan jangan sampai dia meninggalkan nama yang jelek disana."Bukan itu, Bu. Tujuan saya menghubungi anda bahwa bapak ingin bertemu dengan anda, di toko.""Bapak? Pemilik Toko kain itu?" tanya Nanda sambil berpikir sejenak."Iya, Pak Broto namanya." Nanda mengangguk-anggukan kepalanya sembari melihat suaminya yang masih terjaga di sampingnya. Ternyata selingkuhan Siska selama ini Pak Broto namanya. Dalam hati Nanda berbicara. Yang dia tahu hanya seorang kakek tua yang menjadi selingkuhan Siska selama ini. Tidak pernah terlintas dipikirannya untuk sekedar mencari tahu siapa namanya. Karena dia menganggap itu hal yang sangat tidak penting bagi hidupnya.Nanda menutup telepon setelah selesai berbicara. Apa yang membuat Pak Broto ingin bertemu dengan Nanda? Apakah ini
Bab 92Kasih"Kasih?" Adi terkejut melihat mantan berkunjung dengan tiba-tiba. Tanpa memberi tahu terlebih dahulu.Senyumnya masih sama, manis dan juga cantik."Masuk, Tante." Nanda bersikap ramah. Mempersilahkan masuk tanpa melihat jika dia sudah mantan calon ipar.Kasih berjalan mendekat sedikit canggung. Di Salami nya satu persatu semua orang yang ada di ruangan itu.Semuanya kembali duduk ditempat masing-masing. Setelah tadi sempat berdiri ketika Kasih mendekat."Ada perlu apa kamu kesini?" tanya Adi yang mendadak penasaran."Cuma mampir, sudah lama tidak bertemu. Kamu apa kabar? Bapak, ibu sehat? Mbak Nanda dan keluarga sehat?" Kasih memandangi mereka satu persatu. Ada rasa rindu yang terlihat dari sorotan matanya.Entah alasan apa dulu mereka berpisah. Sampai sekarang Adi tidak pernah mengatakan sedikit pun alasannya. Sangat bijaksana dan tidak ingin Kasih meninggalkan nama yang buruk di mata keluarganya."Sehat, Nak. Kami semua alhamdulilah sehat. Tapi ya itu Mbak Nanda lagi da
BAB 91Harapan"Bu, kalau boleh tau nama ibu siapa?" tanya Nanda sampai lupa berkenalan."Saya ibu Siti Maryam. Kalian sendiri siapa? Darimana asalnya? Kok bisa sampai ke rumah ibu bagaimana ceritanya? Maaf, gara-gara tadi sampai saya belum sempat menanyakan tujuan kalian," ucap Bu Siti dengan lembut."Iya, Bu. Gak papa. Saya Nanda, Bu. Ini suami saya. Saya ke sini atas informasi dari Pak Lurah, Pak Adam.""Ow, nak Adam. Iya rumah sepupunya di ujung jalan. Ibu banyak dibantu olehnya."Nanda dan Wawan kemudian menjelaskan perihal kebakaran di rumahnya. Dan juga menjelaskan begitu banyak pesanan yang belum dikerjakan. Sedangkan Bu Siti mempunyai beberapa mesin jahit dan juga alat-alatnya lengkap. Meskipun mesin jahit sudah terlihat tidak baru lagi. Tapi fungsinya masih bagus. Karena dirawat Bu Siti dengan baik.Begitu bahagianya Bu Siti mendengar bahwa Nanda dan juga Wawan berniat meminjam mesin jahit dan juga peralatan lainnya untuk mengerjakan pesanan baju yang terlanjur di terima. B
BAB 90Bu siti"Siapa wanita itu, Pak?"Nanda menerka-nerka siapa wanita yang telah membayar orang untuk membakar rumahnya? Sungguh keterlaluan jika benar itu Siska. Tapi benarkah Siska?Semua karyawan Nanda berpamitan. Karena mereka bilang akan menghadiri acara lain. Padahal mereka sudah merencanakan akan pergi kerumah Nia. Akan membicarakan bagaimana membantu Nanda."Apakah itu Siska?" Nanda kembali bertanya karena sudah tidak sabar lagi mendengar jawaban dari pak lurah."Saya kurang tau, Nan. Yang penting dia seorang wanita. Menggunakan masker dan juga helm berwarna hitam. Dia juga menggunakan kacamata hitam. Ciri-ciri itu yang disampaikan pada saya,"Nanda dan juga Wawan membuang napas dengan kasar. Mereka sudah tidak tau harus bagaimana lagi.Kring …. Kring ...kring.Suara ponsel milik Nanda berbunyi. Dari nomor yang tidak dikenal. Nanda pun tak berniat mengangkatnya. Dia lagi tidak ingin berbicara apapun."Siapa, Nan? Kok gak diangkat?" tanya Ibu mertua yang sedang duduk bersam