Bab 69Dua puluh jutaPOV AdiDirumah Mas Wawan diadakan makan bersama dengan keluarga. Meski hanya bapak dan ibu dan juga keluarga Mas Wawan beserta istriku. Ternyata acara itu digelar bermaksud merayakan ulang tahun pernikahan Bapak dan ibu. Kejutan dari Mbak Nanda. Padahal dulu ketika Mbak Nanda masih satu atap dengan ku. Ibu tidak pernah memperlakukannya dengan baik. Kalau Bapak, dia percaya-percaya saja dengan ucapan Ibu tentang Mbak Nanda padahal belum tentu kebenarannya. Namanya juga sudah cinta buta. Apapun benar Di Matanya.Siska istriku ternyata juga perhatian. Dia memberi ibu cincin emas. Diberikannya sebagai kado kecil darinya.Setelah acara makan bersama selesai, ternyata Mbak Nanda memberikan bapak dan ibu sejumlah uang. Nominalnya cukup banyak, dua puluh juta.Jumlah yang dibilang besar bagi kami. Pinta nya dibelikan kambing atau sapi. Aku masih biasa saja. Tapi wajah ku berubah setelah Mbak Nanda mengirim pesan berupa beberapa rekaman mengenai Siska yang memperlakuka
Bab 70 Aku iri padamuPov NandaSetelah aku menjawab dengan nada menyindir akhirnya dia beranjak juga dari tempat duduknya. Entah mau ngapain dia di dapur? Mungkin hanya menghindari ibu mertua bicara kembali."Ih … Mbak Nanda cuma gitu aja, heboh deh!" sungut Siska setelah didapur. Karena tidak berapa lama aku mengekori ya."Heboh gimana maksud kamu? Kalau kamu bantuin dari awal kan jadinya lebih enak kan? Bantuin nyiapin gelas lah, nyiapin makanan lah. Kalau gini kan kesannya aku menantu yang paling baik sedunia. Kalau semuanya aku kerjain sendiri!" Aku nerocos sembari mengaduk masakan tadi yang belum matang."Heleh, menantu baik itu gak sindir menyindir di depan orang banyak. Heran deh!" Siska masih berkacak pinggang di belakangku. Dia malah sibuk mengomentari ku daripada membantuku."Sekarang kamu maunya apa? Bantuin kagak, ngomel iya! Eh, kamu itu disini menantu, kita sama-sama menantu. Kalau kamu bisanya menerima uang pemberian mertua beda dengan ku, aku menantu yang bisa ngasih
Bab 71Siska oh siskaPagi menjelang. Mentari menyambut hangat di awal hari. Kehidupanku perlahan berubah menjadi lebih baik. Mempunyai usaha yang cukup berkembang meskipun masih berskala kecil. Urusan Siska biarkan saja. Selama dia tidak bertingkah tidak akan aku gubris.Mas Wawan masih bekerja menjadi satpam di salah satu kantor pemerintahan. Tak apa meskipun gaji nya sekarang lebih kecil dari penghasilanku. Tapi tak lantas mengubahku menjadi sombong dan tidak menghargai seorang lelaki. Karena lelaki sangat ingin dihargai usahanya.Ibu mertua kini sudah bisa berjalan seperti biasa tanpa tongkat, sedangkan bapak. Dia masih dalam pemulihan, semenjak bapak masuk rumah sakit waktu itu. Dia lebih sering di rumah, ternyata sakit yang dideritanya adalah jantung lemah. Sedangkan rencana akan membeli sapi pun di urungkan ya. Uang yang telah aku berikan pada bapak mertua sebagian di simpan dalam bank dan kamu tahu sebagian yang lainnya? Jelas diberikan pada Adi dan juga Siska tentunya. Tapi t
Bab 72Siska berbohongPOV Nanda"Assalamualaikum, Mbak," salam dari luar terdengar."Waalaikumsalam, ada perlu apa ya, Mas?" Aku menjawab salam sambil keluar rumah. Ada satu pria yang tiba-tiba sudah berada didepan rumah."Mau nagih uang listrik, Mbak," jawabnya sembari mengeluarkan buku besar."Maaf ya, Mas. Saya pakai token maksud saya pulsa." jawabku bingung karena memang saya menggunakan pulsa listrik untuk mengisi daya listrik. Bukan membayar tiap bulannya. "Maaf, ini untuk rumah orang tuanya, Mbak. Sudah dua bulan gak bayar!" Pria tersebut menunjuk arah rumah ibu mertuanya. Selama aku masih tinggal bersama mertua, akulah yang sering membayar listrik. Sehingga pria yang sedang berada di depanku tahu bahwa itu rumah ibu mertua saya.Bukannya selama ini Siska yang selalu bilang bahwa dia membayar listrik? Apes lagi aku harus bayar dobel listrik, yang seharusnya bukan tanggunganku."Berapa, Mas?" "Seratus dua puluh, Mbak!" "Ya udah, sebentar ya!" pintaku pada pria yang ada di h
Bab 73Nasehat Nanda[Jasmin,] Hanya satu kata Mas Wanto mengirim pesan kepadaku. [Ya, Mas. Ada apa?][Gak ada apa-apa! Bagaimana kabarmu? Kabar ibumu?][Alhamdulilah. Sehat, Mas. Mas sendiri bagaimana kabar nya? Mbak Ari juga Ramadhan gimana kabarnya? Sehatkan?][Iya, Alhamdulilah sehat semua. Ya sudah hati-hati kamu disana. Jadi istri yang Sholeh, nurut sama suami. Salam buat ibu juga bapak disana!][ Iya, Mas. Terima kasih]Mas Wanto masih perhatian kepada ku dan juga keluarga. Meskipun kami kadang berulah.POV NandaSegera aku kerumah saudara Mas Wawan. Mereka lah yang akan mengerjakan semuanya. Andai saja bapak mertuaku tidak sakit. Dialah yang akan mengerjakan nya sendiri. Itung-itung mengurangi banyak pengeluaran. Tapi untuk saat ini biarkan orang lain bekerja. Uang yang masih berada di ATM segera aku ambil sebagian. Untuk membeli bahan bangunan juga membayar tukang dan sebagainya. Aku masih mengerjakan semuanya di ruang tamu. Sebab pekerjaan dilakukan dari ruangan paling be
Bab 74Perhatian sang mertuaPOV AuthorSiska terlihat marah mendengar gurauan para tukang dengan Nanda.Dia berjalan masuk ke dalam rumah dengan hentakan kaki yang sedikit bersuara.Bibirnya manyun dua centi. Melihat perubahan rumah Kakak iparnya yang terlihat seperti horang kaya baru."Apa sih, Dek?" tanya Adi melihat istrinya menjatuhkan bobot tubuhnya ke ke kasur dengan kasar."Kakak iparmu itu, sok ka-ya!" Kata kaya sengaja ditekankan oleh Siska agar suaminya paham betul maksud dirinya."Memangnya kenapa dengan Mbak Nanda? Tadi dia cuma diem aja, kenapa kamu! Apanya yang salah? Kamu itu dateng-dateng malah marah-marah gak jelas!" Adi ikut merebahkan tubuhnya di samping Siska."Mbak Nanda itu sok kaya. Berbenah rumah aja tukangnya banyak. Memangnya kalau bapak sendiri gak bisa apa? Mesti nyuruh orang. Malah bapak sendiri gak di minta. Itu bukannya sok kaya?" Sungut Siska. Entah mengapa Siska malah marah-marah ketika melihat rumah Nanda selesai dikerjakan. Siska terkejut Pak tukang
Bab 75Tuduhan siska"Siska nangis, katanya kamu menuduh dia mencuri uang kamu!" ucap bapak mertua sambil bahunya naik turun.Sepertinya jantung bapak terlihat sakit, tangannya memegangi dada. Nafasnya naik turun. Sedangkan wajahnya terlihat pucat.Semua orang yang ada di ruangan itu saling melempar pandangan. Mereka bingung dengan ucapan Bapak. "Menuduh?" tanya Bude Rina.Nanda terlihat berdiri dan mendekati bapak mertuanya. Diajaknya masuk kedalam karena dia masih berada diambang pintu. Nanda mengajak Bapak mertua duduk di atas tikar yang sudah digelar sedari tadi. Bude Rina dengan sigap langsung ke dapur mengambilkan segelas Air putih.Tak lama disodorkan minuman itu di hadapan bapak mertua."Minum dulu, Pak!" ucap Bude Rina."Iya, diminum dulu!" sahut Nanda dengan tenang.Glek … glek …Di teguk lah segelas air putih itu oleh bapak perlahan. Masih di sisa kan setengahnya, lalu ia letakan di hadapannya."Ceritakan, Nanda!" pinta Bapak setelah tenang."Kalau Nanda cerita bapak Nda
Bab 76Siska selingkuh"Siska punya pria lain!" Wawan menunduk."Siska selingkuh?" tanya Nanda tidak percaya."Iya, sebenarnya bapak itu kemarin pas abis kontrol berniat mampir ke rumah Siska. Kebetulan jarak antara rumah sakit dengan rumah Siska Deket. Tapi ternyata Siska lagi gak ada di rumah. Terus kami pulang, yang awalnya berniat membeli ayam goreng buat oleh-oleh. Tapi malah liat Siska bermesraan dengan pria di rumah makan itu." Nanda terlihat mengingat-ingat kapan suaminya mengantar kontrol.Nanda diam tak bergeming cukup lama. Dia mengingat bahwa tiap kali Siska ditelpon pasti selalu saja sibuk. Berarti dia sedang melakukan panggilan telepon. Sedangkan kalau di kirim pesan selalu saja lama membalasnya. Padahal statusnya online. Berarti rasa penasaran Nanda terjawab sudah."Mas, hanya itukah?" tanya Nanda dengan tatapan sulit diartikan."Masih banyak, Dek. Alesan bapak mengusir Siska. Sebenarnya selama ini bapak memperhatikan kamu dan juga Siska. Bagaimana kelakuan kalian, tapi
##Bab 98Akhir bahagia"Mas, Siska meninggal dunia. Kemarin di rumah sakit karena sebuah kecelakaan. Karena tidak ada keluarga yang mengurusnya jadi keluarga Adi yang akan mengurusnya. Mas Wanto ke sini kan?" tanya Nanda dengan suara serak. Meski Siska tidak terlalu menyukainya tapi tetap saja dia pernah menjadi bagian dari keluarga itu. Ada rasa kehilangan meski hanya secuil.Lelaki yang ada di seberang telepon itu terdengar gundah. Ada keraguan Ingin mengucapkan sesuatu."Mas Wanto lagi dirumah sakit, Jasmin sakit, Nan. Sudah seminggu ini di rumah sakit. Semua tindakan dan juga tes dijalani. Hari ini akan keluar hasilnya. Seandainya hasilnya bagus. Jasmin akan rawat jalan. Tapi kalau tidak bagus. Kemungkinan dia akan dikirim ke rumah sakit jiwa di kota.""Separah itu, Mas?" Nanda terdengar mengkhawatirkan Jasmin."Kemarin dia berulah. Hampir saja Mas celaka. Tapi Alhamdulillah, ada tetangga yang datang menolong!""Astagfirullahaladzim, tapi kamu gak papa kan, Mas?" "Gak papa! Mas
##Bab 97Rumah sakit JiwaSemua orang yang ada di halaman rumah Nanda secara bersamaan menoleh ke arah mobil tersebut."Kasih?" ucap Partini terkejut melihat Kasih.Kasih berjalan menghampiri mereka. Satu persatu disalami dan saling berpelukan."Ada perlu apa kamu kesini, Nak Kasih?"" Gak ada apa-apa, Bu. Cuma mampir saja.""Ayo masuk!" pinta Partini langsung menggandeng Kasih.Partini meninggalkan Nanda dan juga Siska dihalaman rumah.Mereka saling melempar pandangan. Tatapan Siska kepada Nanda sulit diartikan. Entah apa yang ada dipikiran wanita itu?"Pulanglah, daripada sakit hatimu!" pinta Nanda dengan nada biasa saja."Itukah calon istri Adi?" tanya Siska dengan ekspresi terkejut."Secepat itu Adi akan menikah lagi? Apakah aku tidak ada harga nya sama sekali?""Entahlah, kau pikirkan saja sendiri. Aku tidak ada waktu memikirkan hal itu!" Nanda pergi meninggalkan Siska.Kali ini Siska tak lagi berharga Dimata keluarga Adi. Apalagi Siska pergi dengan meninggalkan luka yang mendala
##Bab 96Permintaan maaf siska"Mas Wawan, sarapan dulu yuk! Udah aku siapkan di meja. Pagi ini aku masak spesial," pinta Nanda dengan nada manja. Wanita beranak satu itu pagi ini terlihat sangat ceria. Rumah yang berantakan abis kebakaran sudah direnovasi olehnya dengan kurun waktu yang lumayan singkat.Begitu banyak keberuntungan berpihak kepadanya. Meski tidak sedikit cobaan juga kerap singgah di hidupnya. Kini tinggal menata hati dan pikiran berfokus pada usahanya."Masak apa, Dek?" tanya Wawan yang menarik kursi plastik perlahan."Ayam goreng sama sup bakso kesukaan Hawa. Sini, Nak. Mangkoknya biar ibu kasih bakso yang banyak! Kamu suka?" Nanda melempar pandangannya ke arah anak semata wayangnya."Iya, Hawa suka. Bu," Hawa memanggil sang ibu yang masih sibuk dengan kegiatannya. Tatapannya kembali ia arahkan kepada Hawa."Apa, Sayang?" tanya Nanda dengan penuh kelembutan."Hawa pengen punya adik. Kayak Tasya, dia sekarang udah punya adik!" pinta Hawa yang membuat Ayahnya tersedak.
##BAB 95Jasmin sakit"Soal Jasmin. Mas bingung mau ngadepi Jasmin bagaimana? Sikapnya sangat berbeda, setiap kali Mas Vidio call. Dia itu baik. Tapi Mas dapet info dari para tetangga. Kalau Jasmin itu sering teriak-teriak sendiri. Kadang juga tertawa sendiri. Suatu hari pernah dia tertawa sambil menyebut nama kamu! Mas gak mau cerita sama kamu, takutnya ganggu kerja kamu!""Jangan-jangan Jasmin depresi, Mas?""Hust, ngawur kamu!""Lha kalau bukan depresi lalu apa? Gila?""Kita gak tau lho, Nan. Kalau nanti salah kan jadi fitnah! Nanti Mas cari tahu dulu. Bagaimana kehidupan Jasmin di kota. Takutnya dia tertekan saat jadi seorang istri, waktu itu!""Iya, Mas.""Ya sudah, kamu hati-hati ya! Jaga anak baik-baik. Salam buat suamimu." "Iya, Mas."Wanto akhirnya menutup sambungan teleponnya. Ada perasaan lega ketika Nanda bisa mengutarakan semua yang ada dihatinya. Dengan kedatangan Mas Wanto ke Klaten. Mungkin akan menemukan jalan keluar untuk masalah Jasmin.Nanda dan Wawan kemudian per
##BAB 94Hutang"Maafkan ibu ya, Sayang! Hawa ayo kita sekolah, Nak." Nanda menguatkan hatinya. Tak sepantasnya dia terkejut hingga tak terkendali. Bukankah selama ini dia mampu melewati? Banyak hal yang sudah dia lalui, dari kehilangan hingga fitnah bertebaran. Jika yang terdekat mencoba menyakiti itu hal yang lumrah. Setelah diingat dulu mereka pernah menggores luka yang sama."Kamu gak papa, Dek?" Wawan mencoba menanyakan kondisi Nanda saat ini."Gak papa, Mas. Sudah biasa. Aku percaya kita bisa melewati masa-masa ini, kita bicarakan nanti setelah mengantar Hawa." Nanda berjalan sembari menggendong tas milik anak semata wayangnya.Wawan menyusulnya ke jalan sembari menyalakan motor.Menghentikan lajunya lalu membiarkan Nanda dan juga Hawa naik perlahan.Dalam perjalanan yang cukup jauh. Tak pernah sepatah katapun Nanda ucapkan. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya sampai di sekolah Hawa. Diciumnya tangan mereka dengan takzim oleh Hawa. Di peluk lalu pergi s
##Bab 93Pak lurah"Saya dari toko Mawar, Mbak Nanda!" jawab wanita yang ada di sebrang telepon."Toko mawar? Ada apa lagi? Saya gak ada utang lho," jawab Nanda penuh hati-hati. Sebab dia sudah kehilangan toko langganan itu dan jangan sampai dia meninggalkan nama yang jelek disana."Bukan itu, Bu. Tujuan saya menghubungi anda bahwa bapak ingin bertemu dengan anda, di toko.""Bapak? Pemilik Toko kain itu?" tanya Nanda sambil berpikir sejenak."Iya, Pak Broto namanya." Nanda mengangguk-anggukan kepalanya sembari melihat suaminya yang masih terjaga di sampingnya. Ternyata selingkuhan Siska selama ini Pak Broto namanya. Dalam hati Nanda berbicara. Yang dia tahu hanya seorang kakek tua yang menjadi selingkuhan Siska selama ini. Tidak pernah terlintas dipikirannya untuk sekedar mencari tahu siapa namanya. Karena dia menganggap itu hal yang sangat tidak penting bagi hidupnya.Nanda menutup telepon setelah selesai berbicara. Apa yang membuat Pak Broto ingin bertemu dengan Nanda? Apakah ini
Bab 92Kasih"Kasih?" Adi terkejut melihat mantan berkunjung dengan tiba-tiba. Tanpa memberi tahu terlebih dahulu.Senyumnya masih sama, manis dan juga cantik."Masuk, Tante." Nanda bersikap ramah. Mempersilahkan masuk tanpa melihat jika dia sudah mantan calon ipar.Kasih berjalan mendekat sedikit canggung. Di Salami nya satu persatu semua orang yang ada di ruangan itu.Semuanya kembali duduk ditempat masing-masing. Setelah tadi sempat berdiri ketika Kasih mendekat."Ada perlu apa kamu kesini?" tanya Adi yang mendadak penasaran."Cuma mampir, sudah lama tidak bertemu. Kamu apa kabar? Bapak, ibu sehat? Mbak Nanda dan keluarga sehat?" Kasih memandangi mereka satu persatu. Ada rasa rindu yang terlihat dari sorotan matanya.Entah alasan apa dulu mereka berpisah. Sampai sekarang Adi tidak pernah mengatakan sedikit pun alasannya. Sangat bijaksana dan tidak ingin Kasih meninggalkan nama yang buruk di mata keluarganya."Sehat, Nak. Kami semua alhamdulilah sehat. Tapi ya itu Mbak Nanda lagi da
BAB 91Harapan"Bu, kalau boleh tau nama ibu siapa?" tanya Nanda sampai lupa berkenalan."Saya ibu Siti Maryam. Kalian sendiri siapa? Darimana asalnya? Kok bisa sampai ke rumah ibu bagaimana ceritanya? Maaf, gara-gara tadi sampai saya belum sempat menanyakan tujuan kalian," ucap Bu Siti dengan lembut."Iya, Bu. Gak papa. Saya Nanda, Bu. Ini suami saya. Saya ke sini atas informasi dari Pak Lurah, Pak Adam.""Ow, nak Adam. Iya rumah sepupunya di ujung jalan. Ibu banyak dibantu olehnya."Nanda dan Wawan kemudian menjelaskan perihal kebakaran di rumahnya. Dan juga menjelaskan begitu banyak pesanan yang belum dikerjakan. Sedangkan Bu Siti mempunyai beberapa mesin jahit dan juga alat-alatnya lengkap. Meskipun mesin jahit sudah terlihat tidak baru lagi. Tapi fungsinya masih bagus. Karena dirawat Bu Siti dengan baik.Begitu bahagianya Bu Siti mendengar bahwa Nanda dan juga Wawan berniat meminjam mesin jahit dan juga peralatan lainnya untuk mengerjakan pesanan baju yang terlanjur di terima. B
BAB 90Bu siti"Siapa wanita itu, Pak?"Nanda menerka-nerka siapa wanita yang telah membayar orang untuk membakar rumahnya? Sungguh keterlaluan jika benar itu Siska. Tapi benarkah Siska?Semua karyawan Nanda berpamitan. Karena mereka bilang akan menghadiri acara lain. Padahal mereka sudah merencanakan akan pergi kerumah Nia. Akan membicarakan bagaimana membantu Nanda."Apakah itu Siska?" Nanda kembali bertanya karena sudah tidak sabar lagi mendengar jawaban dari pak lurah."Saya kurang tau, Nan. Yang penting dia seorang wanita. Menggunakan masker dan juga helm berwarna hitam. Dia juga menggunakan kacamata hitam. Ciri-ciri itu yang disampaikan pada saya,"Nanda dan juga Wawan membuang napas dengan kasar. Mereka sudah tidak tau harus bagaimana lagi.Kring …. Kring ...kring.Suara ponsel milik Nanda berbunyi. Dari nomor yang tidak dikenal. Nanda pun tak berniat mengangkatnya. Dia lagi tidak ingin berbicara apapun."Siapa, Nan? Kok gak diangkat?" tanya Ibu mertua yang sedang duduk bersam