Siluman Musang menghampiri Wirota lalu memeluknya dengan perasaan haru“Terimakasih Ngger, jika tidak karena kamu, selamanya aku akan dituduh sebagai pembantai penduduk desa.”“Ki Sanak, jaga diri baik-baik, kapan-kapan jika urusanku selesai aku akan mampir kemari menjenguk anda,” kata Wirota.Siluman Musang mengeluarkan sebuah kantong kain dari kantongnya“Ini ada sedikit uang untuk bekalmu, kau pasti memerlukannya.”Wirota terkejut, dia membuka kantong itu dan melihat ada segenggam koin perak di dalamnya.“Tidak Ki Sanak, aku tidak bisa menerima ini, walaupun sedikit tapi aku masih punya uang jika sekedar untuk membeli makanan saja, masih cukup.”Siluman Musang langsung menukasnya“Jumlah ini tidak sebanding dengan jasa yang telah kau berikan kepadaku. Hanya ini yang bisa kuberikan untukmu sebagai tanda terimakasihku. Ambilah, perjalanan masih jauh, uang kepeng tembagamu tidak akan cukup untuk bekal perjalanan.”Wirota merasa ragu, tetapi dia akhirnya menyadari bahwa perjalanan mas
Sekarang Nelayan sudah mulai bisa menguasai dirinya. Dia lalu mulai bercerita“Ra Kuti dan teman-temannya di Dharmaputra memberontak terhadap Prabu Jayanegara. Akupun ikut serta dalam pemberontakan itu.”Wirota terkejut dan tak menyangka Nelayan terlibat dalam pemberontakan Ra Kuti.“Apa…Ra Kuti memberontak dan kau ikut membantunya? Ini pasti gara-gara mulut beracun Halayuda sehingga terjadi pemberontakan ini.”Nelayan langsung menukas“Kali ini tidak Wiro, pemberontakan ini sejatinya karena dendam Ra Kuti terhadap Jayanegara yang telah merusak rumah tangganya sehingga isterinya mati bunuh diri karena malu. Tidak hanya Ra Kuti, Ra Tanca dan para pejabat Dharmaputera lainnya sudah kesal karena isteri mereka dilecehkan oleh Jayanegara ketika mereka tidak ada di rumah. Ah, Raja satu itu memang tidak sebaik ayahnya, kerjanya cuma menggoda isteri orang saja, sakit jiwa mungkin orang itu. Lebih tertarik pada isteri orang daripada gadis, makanya sampai sekarang dia tidak juga menikah dan men
“Lebih cepat kalian menyerang Lamajang itu akan lebih baik. Saat ini pasukanku sudah berhasil menguasai istana. Pasukan Majapahit yang berada di benteng Arnon pasti sudah ditarik sebagian untuk menghadapi pasukanku. Penjagaan di sana saat ini bisa dipastikan lemah. Para pengikutku yang berada di Lamajang akan membantu kalian melemahkan penjagaan di sana,” kata Ra Kuti.“Bagus, kami butuh bantuan para penduduk yang berada di sekitar benteng untuk melemahkan pasukan Majapahit dari dalam benteng sekaligus memberi informasi tentang kekuatan pasukan Majapahit di dalam Benteng. Nantinya pasukan Keta akan menyerang dari arah utara sedangkan pasukan Sadeng akan menyerang dari Selatan,” ujar Wirota.Hari itu juga Wirota dan rekan-rekannya menyusun rencana penyerangan ke Lamajang, merebut kembali Benteng Arnon yang dulu direbut Majapahit saat Nambi dituduh memberontak. Pada hari yang telah ditentukan, pasukan Keta dan Sadeng langsung menyerang Benteng Arnon di Lamajang. Benar apa kata Ra Kut
Gajah Mada tiba-tiba saja sudah muncul di dalam ruang kerja Raja, tak lama kemudian masuklah Nala bersama para prajurit Bhayangkara. Sementara di luar ruangan mulai terdengar suara pertempuran yang makin lama makin keras dan ramai. “Kuti, istana sudah kami kepung, para pendukungmu sudah kami tawan, sekarang menyerahlah!” Ra Kuti tampak terkejut, tapi tampaknya dia tak mempercayai ucapan Nala begitu saja. “Bohong, jangan mencoba mempengaruhiku agar aku takut dan menyerah pada kalian!” Gayatri maju ke hadapan Ra Kuti tersenyum penuh kemenangan “Sekarang kau lihat sendiri kan? Rakyat dan para pejabat istana masih mendukungku. Sekarang lebih baik kau menyerah saja dan bersiap menerima hukuman!” Ra Kuti berteriak murka kepada Gayatri, hilang sudah rasa hormatnya pada Gayatri “Perempuan bermulut racun, kau memintaku melengserkan Jayanegara dan mendukung pemberontakanku, sekarang kau berniat membunuhku!” “Aku meminta melengserkannya tetapi bukan berarti kau bisa menjadi Raja,” kat
Gajah Mada dan Nala kembali berjalan pulang ke Kasatriyan. Setelah berada di luar taman Nala berkata"Ternyata pemberontakan Ra Kuti telah diketahui Ibu Suri Gayatri, tak kusangka bahkan ibu suri Gayatri sendiri tidak menyukai Jayanegara.""Dara Pethak begitu pandai mengambil hati mendiang Gusti Prabu Wijaya sehingga ke empat isterinya yang lain diabaikan dan jarang disentuh. Entah sihir apa yang dipakai Dara Pethak untuk menundukan Prabu Wijaya, sehingga membuat Prabu Wijaya melawan peraturan yang selama ini berlaku. Baru kali ini anak seorang selir bisa naik tahta jadi raja. Untunglah Ibu Suri Gayatri masih dapat memberikan keturunan, tapi sayang ketika Gusti Prabu Wijaya wafat, Gusti Putri Tribuana Tunggadewi masih kecil sehingga Jayanegara yang diangkat jadi Raja menggantikan ayahnya. Wajarlah jika Gayatri sebenarnya tidak bisa menerima jika Prabu Jayanegara yang bukan keturunan Prabu Kertanegara yang menjadi raja,” ucap Gajah Mada."Tapi seharusnya setelah Gusti Putri Tribuana T
Jayanegara kembali bertahta, sementara kedua adik tirinyaTribuana Tunggadewi ditempatkan sebagai ratu di Daha dan Dyah Wyat sebagai Ratu di Kahuripan. Jayanegara masih saja dengan kebiasaan lamanya menggoda isteri-isteri para pejabat negara termasuk Nyai Tanca isteri Ra Tanca.Siang itu Ra Tanca mengunjungi Gajah Mada di rumah orang tuanya di desa Kudadu. Hatinya masih diliputi kemarahan ketika kemarin dia sengaja pulang cepat ke rumah isteri mudanya dan mendapati Jayanegara sedang berada di kamar isterinya. Ra Tanca hanya bisa tertegun dan menahan amarah, ingin rasanya dia membunuh raja bejat itu tetapi dia tak memiliki keberanian untuk melakukannya.Seorang pria tua seusianya menyambutnya di halaman, dia tergopoh-gopoh berjalan dengan kakinya yang sedikit pincang menemui Ra Tanca lalu bertanya.“Ki Sanak, ada keperluan apa datang kemari?” Ra Tanca mengamati wajah pria itu dengan seksama, wajah itu tampak familiar dalam ingatannya. Mendadak dia seperti teringat sesua
Karena sudah tidak tahan lagi dengan sakitnya, Jayanegara tanpa berpikir panjang langsung memenuhi permintaan Ra Tanca. Dia duduk bersila dengan kepala menunduk, mulutnya komat-kamit merapalkan mantera.“Sekarang kau bisa membedah bisulku, ilmu kebalku sudah kulepas semua,” kata Jayanegara.Ra Tanca menyiapkan pisau bedahnya dan mulai mengoperasi Jayanegara. Dia menorehkan sedikit pisau bedahnya di kulit Jayanegara. Kulitnya tergores dan mengeluarkan darah, Ra Tanca mengambil sebilah keris dan ditikamkan kuat-kuat ke punggung Jayanegara.Jayanegara terkejut, dia berteriak kesakitan, tetapi terlambat, keris Ra Tanca sudah berkali-kali menusuk punggung dan seluruh bagian tubuhnya.“Matilah kau raja zalim!” Seru Ra Tanca dengan marah.Prajurit jaga mendobrak pintu kamar Jayanegara dan betapa terkejutnya mereka ketika menemukan Jayanegara sudah mati tergeletak di atas pembaringannya dengan Ra Tanca memegang keris yang masih berlumuran darah.Gajah Mada yang saat itu sedang berada di istan
Mpu Krewes tampak berpikir sejenak lalu berkata “Gusti Ratu, saya kira Gajah Mada adalah orang yang tepat untuk misi ini. Saya akan memerintahkan Gajah Mada untuk pergi ke Tigang Juru membicarakan masalah ini. Nantinya dia akan datang ke Tigang Juru tanpa membawa pasukan dengan membawa misi damai. Saya yakin dengan cara ini, pihak Tigang Juru dapat menerima kita dengan baik.” Tribuana mengerutkan keningnya “Gajah Mada Patih Daha itukah? Tapi dia masih terlalu muda untuk misi ini, mengapa tidak Paman saja yang melakukannya atau meminta Mpu Wayu dan Mpu Rodah saja?” Mpu Krewes menghela nafas, dia harus bersabar jika menghadapi Ratu Tribuana yang masih belum berpengalaman dalam pemerintahan maupun bernegosiasi. “Gusti Ratu, apakah Gusti Ratu tidak melihat keadaan saya? Untuk berjalanpun saya harus memakai tongkat, badan ini sudah sakit-sakitan. Tidak mungkin saya melakukan perjalanan jauh melakukan misi ini. Sedangkan Mpu Wayuh dan Mpu Rodah, mereka adalah Panglima perang Majapahit
Namun sebelum sampai pada sasarannya, tiba-tiba terdengar suara berkelebat dan kesiur angin melewati tubuhnya. Belum sempat Wirota menyadari, seseorang telah menangkis pukulannya. "Wiro, hentikan!" Wirota menoleh, ternyata Mahesa Wagal yang menangkis serangannya. Di belakangnya menyusul Gajah Mada, Gayatri dan Banyak Wungu. "Gusti Wirota, tunggu!" Seru Banyak Wungu. Wirota terkejut melihat kedatangan Banyak Wungu bersama Gajah Mada dan Gayatri. Sebuah pikiran buruk terlintas di benaknya. Jangan-jangan, Majapahit sudah membantai seluruh pasukan Sadeng dan Keta lalu mereka menyandera Banyak Wungu batin Wirota cemas. "Banyak Wungu, apa yang terjadi? Mengapa kamu bisa bersama mereka?"Tanya Wirota. "Gusti Wirota, Gusti Ratu Tribuana telah memerintahkan tabib Majapahit untuk mengobati para prajurit kita yang terluka. Dia mengatakan bahwa dia ingin Gusti Wirota kembali ke Majapahit. Beliau berjanji akan memberi anda jabatan Juru Demung atau Patih di Daha," ujar Banyak Wungu.
Ditantang seperti itu membuat darah Wirota seketika mendidih. Tapi dia tak ingin terlihat emosional di depan Ra Kembar. Setelah menghela nafas panjang untuk meredakan amarahnya barulah Wirota menjawab "Siapa takut?! Aku bukan laki-laki pengecut. Baik, kuterima tantanganmu!" Saat itu hari sudah menjelang maghrib,, namun situasi di sekitar gelanggang masih terang benderang bagai di siang hari bolong. Energi batu pusaka dari Gunung Padang yang dibuat menjadi tombak Naga langit begitu kuat dan seolah tak ada habisnya. Cahayanya masih terus berpendar tanpa meredup sedikitpun. Wirota menancapkan pedangnya ke tanah, lalu berjalan mendekati Ra Kembar dan memasang sikap kuda-kuda. Ra Kembar tersenyum, dia sangat yakin akan menang. Sepanjang karirnya sebagai prajurit, Ajian Balung Ireng tak pernah gagal membunuh musuhnya hanya dalam satu dua jurus Ra Kembar berjalan mendekati Wirota, kini mereka sudah berdiri berhadapan siap bertarung. Ra Kembar mengatupkan kedua tangannya di dep
Suara derap kaki kuda di belakangnya semakin dekat. Siapa itu, mungkinkah Lembu Peteng, Ikal-ikalan Bang atau Jabung Taraweskah? Hanya mereka yang tahu jalur yang kulewati ini, batin Ra Kembar. Hatinya mulai tenang merasa ada yang menemani. Ra Kembar sengaja mengambil jalur yang berbeda, sebuah jalur tersembunyi, bukan jalan yang biasa dilewati para prajurit Majapahit untuk pulang menuju Trowulan. Jalur itu jalannya lebih sempit dan melewati hutan belantara. Ra Kembar menoleh, dilihatnya ada seorang penunggang kuda mengejarnya. Terkesiap Ra Kembar ketika melihat penunggangnya, dari pakaian dan wajahnya dia dapat mengenali penunggang kuda yang mengejarnya adalah Wirota. "Sial, gara-gara harus membebaskan diri dari totokan Resi tua tadi, waktuku terbuang di pondok itu. Sekarang Wirota sudah menemukanku. Aku lupa dia juga tahu jalur ini ketika melarikan diri bersama Prabu Wijaya ke Madura," gerutu Ra Kembar. Ra Kembar kembali memacu kudanya. Tiba-tiba terdengar suara kelebatan d
RA Kembar terkejut, ketika menoleh dilihatnya seorang bhiksuni berdiri di belakangnya "Siapa kamu? Tak usah ikut campur, sebaiknya kamu pergi bertapa saja. Tempat ini bukan untuk wanita sepertimu!" Ra Kembar ternyata tidak mengenali sosok Gayatri yang kini menjadi bhiksuni. Beberapa prajurit Araraman yang berjaga di tepi hutan segera menghadang Gayatri melindungi Ra Kembar. Gayatri mendengus marah "Aku akan pergi jika tombak itu kamu kembalikan pada pemiliknya! Usai berkata Gayatri berkelebat dengan cepat melompati para prajurit yang menghadangnya lalu mencoba merebut tombak. Ra Kembar panik, tangan kanannya masih kebas karena totokan Mahesa Wagal. Membuatnya tak bebas bergerak. Tetapi dia masih sempat menghindar sehingga Gayatri gagal merebut tombak. "Siapa kamu? Beraninya kamu melawanku.Baiklah aku akan membuatmu seperti para bhiksu di Kasogatan Bajraka!" "Prajurit, bereskan dia!" perintah Ra Kembar. Spontan para prajurit Araraman segera mengeroyok Gayatri. Terpaksa
Mahesa Wagal dan Gajah Mada terkejut karena hal ini jauh di luar rencana mereka. "Mada, siapa yang mengacaukan pertemuan ini?" Tanya Mahesa Wagal. Gajah Mada menggeleng, dia juga bingung melihat kejadian yang berlangsung di depannya. Mendadak Wirota menarik tubuh Gajah Mada dan mulai memukulinya. Sontak Gajah Mada berusaha menghindar dan membela diri. Wirota terus menerjang, sehingga pertarungan keduanya berlangsung sengit, namun Gajah Mada tidak pernah membalas serangan Wirota, hanya menghindar saja. Hal ini membuat Wirota semakin gusar, "Ayolah Mada, jangan jadi pengecut! Lawan aku, jangan hanya menghindar saja!" "Paman Wirota, sabar dulu...kami tidak tahu tentang serangan ini. Gusti Ratu tidak pernah memerintahkan penyerangan ini!" Seru Gajah Mada sambil berusaha menghindari serangan Wirota. "Bohong...jangan harap aku akan percaya pada kalian!" Wirota kembali menyabetkan pedang ke.leher Gajah Mada. Wirota yang sudah terlanjur marah, tangannya bergerak mencabut pedang Na
"Aneh. tak biasanya mereka begini. Baiklah, aku akan menemui mereka," kata Wirota. Setibanya di tepi hutan, Wirota terkejut ketika mendapati tamunya ternyata adalah Gajah Mada dan seorang lelaki tua berpakaian seperti seorang Resi/ pertapa yang berjalan tertatih dengan tongkat. Mereka berdua memberi salam setelah itu Gajah Mada berkata "Paman, saya mengantar Paman Mahesa Wagal kemari karena dia sangat ingin bertemu dengan anda. Kemarin dia mendatangi kemah kami dan minta diajak menemui anda." Wirota tampak terkejut, tak disangkanya Resi tua yang berjalan terpincang itu adalah rekannya di masa masih berjuang melawan pemberontakan Jayakatwang. Mahesa Wagal adalah seniornya di masa mereka masih berdinas di Singasari. Ah, waktu sudah lama berlalu, Mahesa Wagal sekarang hanyalah seorang lelaki tua yang sakit-sakitan, batin Wirota. Namun Wirota tak mau memperlakukan Mahesa Wagal layaknya seorang sahabat lama. Di mata Wirota siapapun yang bekerjasama dengan Majapahit adalah musuh.
Suara langkah kaki itu berhenti. Wirota berkelebat menghampiri asal suara. Dalam keremangan sinar bulan dia melihat satu sosok yang sangat dikenalnya. Gayatri, bagaimana dia bisa tahu aku ada di sini? pikir Wirota. Masa muda telah berlalu, namun Gayatri masih tetap memberikan atensi kepadanya, berada di sisinya di saat dia memerlukan teman. Di lubuk hatinya yang paling dalam, sesungguhnya dulu Wirota juga tertarik kepada Gayatri. Namun dia cukup tahu diri dan tak ingin menyakiti hati sahabatnya Dyah Wijaya walaupun di saat itu Gayatri selalu mencoba menarik perhatiannya. Mendadak Wirota salah tingkah, dadanya berdebar, tapi dia tak ingin Gayatri mengetahui apa yang sedang dirasakannya. Maka dia berusaha bersikap wajar dengan bertanya "Banthe? Bagaimana anda bisa tahu saya berada di sini?" Gayatri hanya tersenyum dan menjawab "Wirota, hutan bagaikan rumahku. Aku sudah tiga bulan bertapa di sekitar hutan ini, dan aku juga sudah melihat peperangan kalian." Ah. Gayatri. aku
"Siapa kamu dan mengapa kamu ada di sini?" gertak Banyak Wungu. "Ssa...saya penduduk di sini, Eeeh...saya mencari kucing saya yang lari ke sini, " jawab orang itu ketakutan. Banyak Wungu mengamati orang itu dengan seksama lalu bertanya lagi "Bukankah para penduduk yang masih ada di sini seharusnya beristirahat karena besok dini hari kalian sudah harus pergi dari sini!" Orang itu tampaknya sudah terlalu lemas dan sulit berkata-kata lagi. mungkin karena seluruh wajahnya sudah bengkak sehingga untuk bicarapun terasa sakit. "Baiklah, mungkin kamu perlu sedikit disiksa supaya mau bicara!" Banyak Wungu mengeluarkan sebilah pisau, bersiap mengiris kulit tawanannnya. Tiba-tiba Wirota mendengar suara kelebatan di balik pepohonan di antara para prajurit yang berkerumun. Sejurus kemudian, dia merasakan desir angin tipis melaju di depannya. Begitu samar sehingga hanya orang yang berilmu kanuragan tingkat tinggi saja yang bisa merasakannya. Mendadak Wirota menyadari sesuatu, tapi ter
Seketika Ra Kembar tersentak. Dia seolah mendapatkan energi baru."Blaaar...blaar...blaaar!"Suara ledakan dari hulu meriam rampasan dari pasukan Mongol, menembakan pelurunya ke arah dinding benteng. Setelah beberapa kali menembakan peluru meriam, benteng batu bata setinggi 10 meter itupun tak lama kemudian roboh. Beberapa prajurit yang berdiri di dekat tembok benteng seketika tertimbun reruntuhan batu tembok.Terdengar teriakan pasukan Majapahit menyerbu kota. Ra Kembar dengan semangat baru menghajar pasukan Tigangjuru yang mencoba mendekatinya dengan cambuknya. Beberapa prajurit Tigangjuru yang terkena sabetan cambuknya yang berujung pisau tajam terlempar dengan luka-luka di sekujur tubuh mereka. ujung-ujung pisau itu telah dilumuri ramuan racun. Sehingga dalam sekejap para prajurit itu sekarat dan gugur."Ha ha ha ha sekarang kalian sudah terkepung seperti tikus sawah yang digropyok petani!" Ra Kembar berseru sambil menyabetkan cambuknya ke segala arah.Celaka, mereka membawa meria