Sekarang Nelayan sudah mulai bisa menguasai dirinya. Dia lalu mulai bercerita“Ra Kuti dan teman-temannya di Dharmaputra memberontak terhadap Prabu Jayanegara. Akupun ikut serta dalam pemberontakan itu.”Wirota terkejut dan tak menyangka Nelayan terlibat dalam pemberontakan Ra Kuti.“Apa…Ra Kuti memberontak dan kau ikut membantunya? Ini pasti gara-gara mulut beracun Halayuda sehingga terjadi pemberontakan ini.”Nelayan langsung menukas“Kali ini tidak Wiro, pemberontakan ini sejatinya karena dendam Ra Kuti terhadap Jayanegara yang telah merusak rumah tangganya sehingga isterinya mati bunuh diri karena malu. Tidak hanya Ra Kuti, Ra Tanca dan para pejabat Dharmaputera lainnya sudah kesal karena isteri mereka dilecehkan oleh Jayanegara ketika mereka tidak ada di rumah. Ah, Raja satu itu memang tidak sebaik ayahnya, kerjanya cuma menggoda isteri orang saja, sakit jiwa mungkin orang itu. Lebih tertarik pada isteri orang daripada gadis, makanya sampai sekarang dia tidak juga menikah dan men
“Lebih cepat kalian menyerang Lamajang itu akan lebih baik. Saat ini pasukanku sudah berhasil menguasai istana. Pasukan Majapahit yang berada di benteng Arnon pasti sudah ditarik sebagian untuk menghadapi pasukanku. Penjagaan di sana saat ini bisa dipastikan lemah. Para pengikutku yang berada di Lamajang akan membantu kalian melemahkan penjagaan di sana,” kata Ra Kuti.“Bagus, kami butuh bantuan para penduduk yang berada di sekitar benteng untuk melemahkan pasukan Majapahit dari dalam benteng sekaligus memberi informasi tentang kekuatan pasukan Majapahit di dalam Benteng. Nantinya pasukan Keta akan menyerang dari arah utara sedangkan pasukan Sadeng akan menyerang dari Selatan,” ujar Wirota.Hari itu juga Wirota dan rekan-rekannya menyusun rencana penyerangan ke Lamajang, merebut kembali Benteng Arnon yang dulu direbut Majapahit saat Nambi dituduh memberontak. Pada hari yang telah ditentukan, pasukan Keta dan Sadeng langsung menyerang Benteng Arnon di Lamajang. Benar apa kata Ra Kut
Gajah Mada tiba-tiba saja sudah muncul di dalam ruang kerja Raja, tak lama kemudian masuklah Nala bersama para prajurit Bhayangkara. Sementara di luar ruangan mulai terdengar suara pertempuran yang makin lama makin keras dan ramai. “Kuti, istana sudah kami kepung, para pendukungmu sudah kami tawan, sekarang menyerahlah!” Ra Kuti tampak terkejut, tapi tampaknya dia tak mempercayai ucapan Nala begitu saja. “Bohong, jangan mencoba mempengaruhiku agar aku takut dan menyerah pada kalian!” Gayatri maju ke hadapan Ra Kuti tersenyum penuh kemenangan “Sekarang kau lihat sendiri kan? Rakyat dan para pejabat istana masih mendukungku. Sekarang lebih baik kau menyerah saja dan bersiap menerima hukuman!” Ra Kuti berteriak murka kepada Gayatri, hilang sudah rasa hormatnya pada Gayatri “Perempuan bermulut racun, kau memintaku melengserkan Jayanegara dan mendukung pemberontakanku, sekarang kau berniat membunuhku!” “Aku meminta melengserkannya tetapi bukan berarti kau bisa menjadi Raja,” kat
Gajah Mada dan Nala kembali berjalan pulang ke Kasatriyan. Setelah berada di luar taman Nala berkata"Ternyata pemberontakan Ra Kuti telah diketahui Ibu Suri Gayatri, tak kusangka bahkan ibu suri Gayatri sendiri tidak menyukai Jayanegara.""Dara Pethak begitu pandai mengambil hati mendiang Gusti Prabu Wijaya sehingga ke empat isterinya yang lain diabaikan dan jarang disentuh. Entah sihir apa yang dipakai Dara Pethak untuk menundukan Prabu Wijaya, sehingga membuat Prabu Wijaya melawan peraturan yang selama ini berlaku. Baru kali ini anak seorang selir bisa naik tahta jadi raja. Untunglah Ibu Suri Gayatri masih dapat memberikan keturunan, tapi sayang ketika Gusti Prabu Wijaya wafat, Gusti Putri Tribuana Tunggadewi masih kecil sehingga Jayanegara yang diangkat jadi Raja menggantikan ayahnya. Wajarlah jika Gayatri sebenarnya tidak bisa menerima jika Prabu Jayanegara yang bukan keturunan Prabu Kertanegara yang menjadi raja,” ucap Gajah Mada."Tapi seharusnya setelah Gusti Putri Tribuana T
Jayanegara kembali bertahta, sementara kedua adik tirinyaTribuana Tunggadewi ditempatkan sebagai ratu di Daha dan Dyah Wyat sebagai Ratu di Kahuripan. Jayanegara masih saja dengan kebiasaan lamanya menggoda isteri-isteri para pejabat negara termasuk Nyai Tanca isteri Ra Tanca.Siang itu Ra Tanca mengunjungi Gajah Mada di rumah orang tuanya di desa Kudadu. Hatinya masih diliputi kemarahan ketika kemarin dia sengaja pulang cepat ke rumah isteri mudanya dan mendapati Jayanegara sedang berada di kamar isterinya. Ra Tanca hanya bisa tertegun dan menahan amarah, ingin rasanya dia membunuh raja bejat itu tetapi dia tak memiliki keberanian untuk melakukannya.Seorang pria tua seusianya menyambutnya di halaman, dia tergopoh-gopoh berjalan dengan kakinya yang sedikit pincang menemui Ra Tanca lalu bertanya.“Ki Sanak, ada keperluan apa datang kemari?” Ra Tanca mengamati wajah pria itu dengan seksama, wajah itu tampak familiar dalam ingatannya. Mendadak dia seperti teringat sesua
Karena sudah tidak tahan lagi dengan sakitnya, Jayanegara tanpa berpikir panjang langsung memenuhi permintaan Ra Tanca. Dia duduk bersila dengan kepala menunduk, mulutnya komat-kamit merapalkan mantera.“Sekarang kau bisa membedah bisulku, ilmu kebalku sudah kulepas semua,” kata Jayanegara.Ra Tanca menyiapkan pisau bedahnya dan mulai mengoperasi Jayanegara. Dia menorehkan sedikit pisau bedahnya di kulit Jayanegara. Kulitnya tergores dan mengeluarkan darah, Ra Tanca mengambil sebilah keris dan ditikamkan kuat-kuat ke punggung Jayanegara.Jayanegara terkejut, dia berteriak kesakitan, tetapi terlambat, keris Ra Tanca sudah berkali-kali menusuk punggung dan seluruh bagian tubuhnya.“Matilah kau raja zalim!” Seru Ra Tanca dengan marah.Prajurit jaga mendobrak pintu kamar Jayanegara dan betapa terkejutnya mereka ketika menemukan Jayanegara sudah mati tergeletak di atas pembaringannya dengan Ra Tanca memegang keris yang masih berlumuran darah.Gajah Mada yang saat itu sedang berada di istan
Mpu Krewes tampak berpikir sejenak lalu berkata “Gusti Ratu, saya kira Gajah Mada adalah orang yang tepat untuk misi ini. Saya akan memerintahkan Gajah Mada untuk pergi ke Tigang Juru membicarakan masalah ini. Nantinya dia akan datang ke Tigang Juru tanpa membawa pasukan dengan membawa misi damai. Saya yakin dengan cara ini, pihak Tigang Juru dapat menerima kita dengan baik.” Tribuana mengerutkan keningnya “Gajah Mada Patih Daha itukah? Tapi dia masih terlalu muda untuk misi ini, mengapa tidak Paman saja yang melakukannya atau meminta Mpu Wayu dan Mpu Rodah saja?” Mpu Krewes menghela nafas, dia harus bersabar jika menghadapi Ratu Tribuana yang masih belum berpengalaman dalam pemerintahan maupun bernegosiasi. “Gusti Ratu, apakah Gusti Ratu tidak melihat keadaan saya? Untuk berjalanpun saya harus memakai tongkat, badan ini sudah sakit-sakitan. Tidak mungkin saya melakukan perjalanan jauh melakukan misi ini. Sedangkan Mpu Wayuh dan Mpu Rodah, mereka adalah Panglima perang Majapahit
Ikalikalan Bang, Lembu Peteng dan Jabung Tarawes adalah perwira menengah di Kesatuan Araraman (infanteri) Majapahit. Merekalah orang-orang yang menuntaskan riwayat Nambi di Rabut Buhaya Bang. Atas jasa mereka Prabu Jayanegara memberikan kenaikan pangkat dari Perwira Pertama menjadi Perwira Menengah.Namun setelah kematian Prabu Jayanegara, para pejabat yang tidak menyukai Jayanegara mulai menyingkirkan orang-orang Jayanegara termasuk ketiga perwira menengah itu.Hampir saja Ikalikalan Bang, Lembu Peteng dan Jabung Tarawes dimutasi ke istana di Bagian Umum yang hanya mengurus urusan kerumah tanggaan istana dan tidak lagi berperang. Tetapi Ra Kembar atasan mereka dengan pengaruhnya berhasil meyakinkan para pejabat istana untuk tetap membiarkan ketiga anak buahnya itu bertugas di Kesatuan Araraman. Tak heran mereka begitu berhutang budi kepada Ra Kembar.Ketika memasuki pendopo rumah Ra Kembar, mereka menjumpai atasan mereka berwajah cemberut. Jabung Tarawes lalu bertanya“Kakang Kembar