Kehilangan para pemimpin pasukan membuat formasi pasukan Majapahit semakin kacau, perlahan mereka mulai terdesak mundur. Pasukan lapis pertama segera kembali ke pasukan induk untuk bergabung dengan pasukan lapis kedua di bawah pimpinan Nambi. Kali ini dengan bergabungnya pasukan, Gingsir dengan Nambi, pasukan Majapahit semakin kuat mendesak maju ke arah Tuban. Nambi di atas kereta perangnya memanahi pasukan Tuban yang mencoba menghadang Majapahit.Para pimpinan pasukan Tuban yaitu Tamenggita dan Wiraksara segera menggabungkan pasukan mereka bersama Jaran Pikatan menyerang pasukan Majapahit. Tetapi belum lagi mereka bergerak lebih jauh, panah Nambi sudah menghajar dada Wiraksara sehingga gugurlah Wiraksara. Melihat temannya gugur karena panah Nambi, Tamenggita langsung mencari posisi Nambi dan mendekatinya, namun panah Nambi sudah meluncur membunuhnya. Tetabuhan gong dan kendang pasukan Majapahit mulai ramai berbunyi memberikan kabar bahwa Majapahit berhasil membunuh para perwira pasu
Dia adalah Hansa, Senopati terakhir yang berhasil melarikan diri dari kejaran pihak Tuban. Sambil menangis Hansa bercerita“Ampuni saya Gusti Prabu, saya benar-benar tidak berguna sebagai abdi Majapahit, setiap saat saya hanya tahu menerima pemberian Paduka tanpa bisa membalasnya, jadi untuk apa saya tetap hidup!”Lembu Sora berusaha menenangkan Hansa“Tenangkan dulu pikiranmu Hansa, tidak apa-apa, Gusti Prabu memaklumi apa yang sedang terjadi. Sekarang pelan-pelan ceritakan bagaimana kondisi peperangan tadi?”Setelah menenangkan diri Hansa mulai bercerita“Gusti Prabu, awalnya kami dapat membunuh Senopati mereka, namun setelah pasukan lapis kedua mereka turun gelanggang, banyak senopati dan prajurit kita yang terluka parah dan gugur. Ra Wira, Jagarudita, Brahma Cikur, Tosan dan banyak lagi lainnya sudah gugur. Sementara Jaran Wahana, Gingsir, Brajasela dan banyak lagi sudah terluka parah.”“Lalu di mana Nambi sekarang?”“Saya tidak tahu di mana Gusti Nambi berada, yang jelas kereta p
Keesokan paginya Para Senopati sudah bersiap menyambut kedatangan Sang Nata yang berangkat dari istana. Barisan para perwira pertama dan menengah bersama pasukannya masing-masing berbaris di barisan depan, sedangkan para Tumenggung berada di belakangnya dengan kereta perangnya masing-masing. Di belakngnya ada Kebo Anabrang bersama pasukannya yang semuanya mengenakan baju zirah dan berwajah sangar. Barisan kereta yang mengangkut juru tetabuhan berada di belakang pasukan sambil menabuh gong dan gendering perang, memberikan semangat pada pasukan.Di barisan paling belakang tampak Sang Nata bersama para Dharmaputra dan pasukan Bhayangkara, naik gajah menuju medan perang. Di tepi Tambak Beras, Wirota dengan Putra Angasak dan Juru Prakosa telah menunggu kedatangan Sang Nata.Ketika dari kejauhan rombongan Sang Nata mulai tampak Juru Prakosa berseru“Sang Nata datang!”Wirota melihat ke arah yang ditunjuk Juru Prakosa barisan pasukan Majapahit bergerak menuju Tambak Beras, debu tebal mengep
Pasukan Majapahit segera menyambut datangnya pasukan Tuban di tepi sungai. Pihak Majapahit mengerahkan pasukan infanteri dan berkuda untuk berperang dalam jarak dekat. Tumenggung Ula Bandotan dari pihak Majapahit menerjang pasukan Tuban dan mengacak-acak barisan pasukan Tuban. Mantripura Tuban, Gagarangan Tambak Baya tidak tinggal diam, dia dan pasukannya langsung menghadang pasukan Ula Bandotan. Kini justru Ula Bandotan dan pasukannya terjebak dalam kepungan pasukan Tuban. Mereka saling beradu senjata dan akhirnya Ula Bandotan gugur di tangan Tambak Baya.Sorak-sorai pasukan Tuban membahana ketika melihat salah satu perwira Majapahit berhasil mereka bunuh. Dengan penuh semangat mereka kembali maju menerjang Majapahit. Sementara itu sungai Tambak Beras sudah penuh dengan mayat-mayat prajurit yang mengambang dari kedua belah pihak. Beberapa mayat prajurit itu ada yang perlahan terseret arus sungai menuju ke laut.Gugurnya Ula Bandotan membuat Setan Kober murka, dia segera mencari p
Lembu Sora melihat Prabu Wijaya mulai tampak ragu dengan peperangan ini, dia tahu apa yang sedang dirasakan Wijaya. Maka dia segera menghampiri Wijaya dan berkata“Gusti Prabu, sudah saatnya saya turun menghabisi pasukan Tuban, para perwira Tuban sudah mulai turun ke medan perang. Saya rasa peperangan ini harus segera di selesaikan agar tidak jatuh korban lebih banyak.”Wijaya mengangguk dan berkata“Baiklah, kau selesaikan saja peperangan ini bersama pasukanmu!”Lembu Sora segera mengerahkan pasukan pamungkasnya, perang semakin membara. Para perwira Majapahit yangturun ke gelanggang telah menghadapi lawannya masing-masing. Keadaan semakin kacau, mereka bertempur membabi buta tak peduli lagi bahwa yang sedang diperanginya adalah teman, kakak, adik , anak, menantu, mertua, keponakan dan saudara dalam satu trah keluarga. Sementara dia sendiri juga turun ke gelanggang membabat pasukan Tuban yang menghalanginya. Saat Lembu Sora turun ke gelanggang, pihak musuh langsung ciut nyalinya. Semu
Tanpa pikir panjang Lembu Sora menyusul masuk ke sungai menghampiri Kebo Anabrang yang sedang asyik mempermainkan jenazah Rannggalawe. Kebo Anabrang yang masih asyik dengan kegiatannya sama sekali tidak memperhatikan ketika Lembu Sora sudah berada di dekatnya. Tiba-tiba dengan gerakan secepat kilat, Lembu Sora mencabut kerisnya dan menikamkannya ke punggung Kebo Anabrang. Kebo Anabrang berteriak kesakitan ketika keris Lembu Sora menusuk punggungnya. Ksatria Pamalayu itu tidak menyangka Lembu Sora akan menyerang dan membunuhnya. Betapa terkejutnya Kebo Anabrang ketika mengetahui bahwa Lembu Sora yang membunuhnya“Sora…mengapa kau lakukan ini?” Tanya Kebo Anabrang.“Keponakanku sudah mati, tetapi bagaimanapun juga di adalah seorang ksatria yang pernah berjasa bagi Majapahit. Tidak sepantasnya jenasahnya kau perlakukan seperti bangkai tikus!” Kata Lembu Sora dengan suara bergetar karena marah.Kebo Ananrang hanya bisa melotot memandangi Lembu Sora dan tak lama kemudian robohlah dia bers
Semua orang terdiam larut dalam kesedihan masing-masing.“Baiklah Gusti Prabu, saya mohon ijin mengantar mereka melihat jenazah Ranggalawe dan mempersiapkan upacara perabuannya,” kata Lembu Sora.Mereka menuju ke Puri Wilwatikta di mana jenazah-jenazah para prajurit yang gugur di medan perang telah dipersiapkan untuk diperabukan. Wijaya tidak sungkan untuk berlutut di depan jenazah Ranggalawe merendahkan dirinya untuk memberikan penghormatan terakhir. Betapa hancur hati Sang Nata ketika mendengar ratapan kedua isteri Ranggalawe yang bersumpah setia untuk berbakti kepada belahan jiwanya dan mengikutinya ke alam kematian.“Aku tahu kau tidak pernah berpikir untuk meninggalkanku, kau hanya pergi tanpa berpamitan kepadaku,” gumam Wijaya lirih di depan jenazah sahabat yang disayanginya.Upacara perabuan Ranggalawe segera dimulai kedua isteri Ranggalawe sudah bersiap melakukan ritual Sati. Keduanya mengenakan pakaian putih dan rambut terurai dengan bunga kamboja terselip di telinga. Suar
“Aku juga akan membentuk Angkatan Perang yang tangguh yang dapat menandingi Majapahit,” ujar Wiraraja.“Tapi menjadi Raja bukanlah perkara mudah Gusti Wirota, karena untuk menjadi Raja ada dua persyaratan yang harus dipenuhi yaitu karena Keturunan dan karena wahyu keprabon?” Tanya Wirota.Artia Wiraraja langsung menukasnya dan berkata“Raja hanyalah sebuah jabatan dan jabatan itu dapat diupayakan oleh siapapun, Wiro.”Senja itu Wirota berada cukup lama di rumah Wiraraja, malam harinya Wirota kembali ke markasnya di Keta.****Keesokan harinya saat pertemuan di Bale Manguntur, Wiraraja datang ke Majapahit menagih janjinya. Di depan para nayaka praja dan Pengageng Majapahit Wirota menagih janjinya“Gusti Prabu, sesuai dengan perjanjian Songenep, saya ingin meminta bagian saya atas separuh wilayah Majapahit!”Semua yang ada di Bale Manguntur terkejut dan gegerlah Bale Manguntur saat itu“Berani sekali dia meminta separuh wilayah Majapahit!”Namun Wijaya segera menenangkan mereka dan