"Bunda Stefania, kenapa dia tiba-tiba menelepon?" tanya Andrian retoris.Sambil tetap mengemudi, Andrian menyambungkan telepon dengan head unit. Keningnya semakin mengernyit ketika terdengar suara khawatir dari Bunda Stefania di seberang sana."Maksud Anda, Cassandra tinggal di panti sekarang?" tanya Andrian memastikan. Dia memang tidak mencari tahu di mana Cassandra tinggal. Gengsinya terlalu tinggi untuk terus memohon sang istri kembali, apalagi mencari keberadaan wanita itu. Akhirnya, Andrian menarik napas lega mendengar Cassandra tinggal di panti lagi. Setidaknya dia memiliki sedikit titik terang mengenai hubungan Cassandra dan Jemmy adalah sebuah kesalahpahaman, seperti yang Cassandra jelaskan waktu itu."Cassandra pergi dari panti. Dia bilang ke rumah Bella, tapi Bunda tidak yakin, Tuan!" beritahu Bunda Stefania dari seberang, menginterupsi lamunan Andrian."Maksudnya bagaimana, saya belum mengerti!" ulang Andrian lagi."Dia bersikap aneh. Tiba-tiba pamit ke rumah Bella, tapi
Jemmy tidak menghiraukan tangisan Cassandra di bawah kungkungannya. Laki-laki itu menyusuri tubuh indah Cassandra dengan ciuman dan tatapan memuja. Dia berharap sikap Cassandra melunak dan melupakan sejenak keberadaan Andrian di hati serta pikiran wanita itu.Namun, apa yang diharapkan Jemmy tidak pernah terjadi. Kini tubuh Cassandra memang menjadi miliknya, tetapi hati dan pikiran wanita itu tidak berada di sini. Cassandra tidak menikmati sedikit pun permainan yang Jemmy berikan. Dia merasa tersiksa setiap kali Jemmy membawanya pada penyatuan menyakitkan."Maafkan aku, Andrian, maaf," jerit hati Cassandra pilu ketika Jemmy terus meniti kenikmatan demi kenikmatan dari setiap inchi tubuhnya.Sesekali Jemmy mengecup bibir Cassandra untuk meredam tangisan wanita itu. Berkali-kali pula air mata Cassandra meleleh di pipi."Seandainya ini bukan kamu, aku tidak menyukainya, Honey. Tapi aku harus menghormatimu karena kesepakatan kita." Jemmy berkata kecewa sambil terus mencapai puncak kenikma
"Apa kamu tidak ingin membuat kejutan untuk suamimu, Honey?" tanya Jemmy sembari menatap dalam Cassandra.Cassandra mengerutkan kening tidak mengerti. Bibir wanita itu sedikit terbuka sembari membalas tatapan Jemmy dengan bingung. Melihat kebingungan di wajah Cassandra, Jemmy hanya terkekeh pelan.Selanjutnya, Jemmy membukakan pintu mobil untuk Cassandra. "Jangan pikirkan. Aku berpikir kalau Andrian mengetahui apa yang terjadi di antara kita, pasti akan menjadi sebuah kejutan besar. Tapi jika kamu tidak menginginkannya, aku harus menghormati itu!" ucapnya masih sambil terkekeh.Pandangan Cassandra langsung berubah tajam. Dia mendorong dada Jemmy sehingga laki-laki itu mundur selangkah. Jemmy mengangkat kedua tangan sejajar dada."Wait, wait! Aku hanya bercanda, Honey. Jangan dianggap serius."Cassandra menunjuk wajah Jemmy. "Jika Anda mengatakan kegilaan ini padanya atau pada Kakek Gennaro, saya akan katakan pada semua orang jika Anda adalah musuh La Stampa!" ancamnya.Jemmy menganggu
Jemmy mengusap sudut bibirnya yang berdarah sambil menyeringai kecil. Dengan tertatih, dia memasuki mobil, lalu menyandarkan kepalanya di sandaran jok.Antonio yang masih penasaran berdiri di samping pintu dan menatap penuh minat laki-laki itu. Terlihat, Jemmy tertawa kecil, lalu menjilat sudut bibirnya yang terasa perih."Iya, aku dan Cassandra saling mencintai. Kamu tahu, dia adalah wanita yang sangat hebat. Andrian itu bodoh. Memiliki istri secantik dia tapi masih saja bermain gila dengan perempuan lain. Ha ha ha!" "Apa kamu bilang?" sergah Antonio sambil menyambar kerah kemeja Jemmy. "Ralat ucapanmu! Cassandra tidak mungkin mencintai laki-laki asing sepertimu!" Jemmy kembali terkekeh, kemudian menyingkirkan pelan tangan Antonio. "Ya, maybe, itu yang kalian pikirkan. Tapi apakah cinta akan memandang pada siapa akan berlabuh?" tanyanya balik.Antonio kembali menghempaskan cengkeramannya. Jemmy kembali terkekeh jumawa meskipun wajahnya babak belur, badannya terasa remuk akibat menda
"Kakek jawab saja, saya hanya ingin tahu siapa yang benar dan salah dalam hal ini. Delapan belas tahun yang lalu, di Pulau Sisilia!" Gennaro terkejut. Wajahnya pucat seketika mendengar berondongan pertanyaan yang tidak pernah terlintas sedikit pun di benak. Laki-laki tua itu mengusap dahinya yang tiba-tiba berkeringat dingin."Ah, apa maksudmu, Nak?" Gennaro pura-pura tidak mengerti.Cassandra mendengus lirih. Jika Gennaro tidak melakukan kesalahan fatal di masa lalu, tentu dirinya tidak akan menuruti kemauan Jemmy, menjadi pelampiasan nafsu laki-laki itu.Di luar ruangan, Andrian mengurungkan niatnya membuka pintu. Laki-laki itu segera menempelkan telinganya di daun pintu, berharap bisa mendengar lebih jelas pembicaraan istri dan kakeknya di dalam sana."Cassandra, dari mana kamu tahu itu, Nak? Kakek tidak pernah cerita pada siapa pun mengenai hal itu." "Kakek tinggal jawab saja, apa Kakek mengenal laki-laki bernama Juli--""Tidak!" potong Gennaro cepat. "Kakek tidak mengenalnya. S
"Kenapa Kakek harus merasa bertanggung jawab padanya? Jangan bilang, dia adalah sugar babymu, Kek!" cecar Andrian curiga."Oh, shit! Tutup mulutmu, Andrian!" sentak Gennaro meradang. "Kamu pikir Kakek itu sepertimu, hah?" lanjut Gennaro sengit.Andrian mengangguk-angguk sambil menggaruk pelipisnya. Dia menatap kakeknya dengan tatapan penuh makna. Sementara itu, dada Gennaro naik turun karena luar biasa kesal oleh tuduhan cucunya. Laki-laki berambut abu-abu itu menarik napas panjang lalu menghembuskan pelan. Tatapannya menerawang seolah ada beban berat di sana."Ya, kalau begitu, katakan saja sebenarnya ada apa di antara kalian?" tanya Andrian lagi begitu melihat kakeknya sudah sedikit tenang."Berhenti mengatakan Cassandra seorang pelacur. Dia melakukan itu karena kesalahan Kakek. Seandainya ....""Aku semakin tidak mengerti!" potong Andrian tidak sabar. Kakek terlalu berbelit-belit," protesnya kemudian. "Semua kesalahan ini berawal dari delapan belas tahun lalu, ketika Kakek menitip
"Pulanglah, jangan bilang kamu ingin tetap di sini dan berniat menjadi biarawati, Cassandra." Andrian kembali memohon sembari berlutut di depan Cassandra. Cassandra segera mundur dan menatap tanpa ekspresi pada Andrian."Bangunlah, Andrian. Orang sepertimu tidak pantas berlutut di depan perempuan murahan sepertiku. Pulanglah, aku ingin di sini untuk beberapa waktu lagi," ucap Cassandra, lalu hendak meninggalkan Andrian.Namun, Andrian kembali berlutut di depan Cassandra, kali ini sambil memegang kedua kaki wanita itu. Cassandra mengusap-usap kepala Emillia yang mulai tidak nyaman di gendongannya."Lepaskan aku, Andrian! Jangan begini, nanti kamu kena virus mematikan dari perempuan miskin ini. Pulanglah, kembali ke istanamu, di sana Milia menunggumu!""Cukup, Cassandra!" sahut Andrian sembari bangkit. "Kamu memang pantas berkata apa pun padaku, tetapi cukup, jangan bicara yang tidak pantas untuk dirimu sendiri. Ayo, kita pulang."Cassandra tersenyum satu sudut mendengar ucapan Andrian
"Dia tidak memiliki hak apa pun dalam keluarga kita, Cassandra! Marga Lussete dan Petruzzelli tidak pantas disematkan pada anak seorang pembunuh!""Andrian ...." Cassandra tercekat mendengar ucapan suaminya itu.Andrian melirik Bunda Elia tak enak hati, lalu mendengus lirih. "Maaf, tapi itulah kenyataannya, Cassandra!"Setelah meminta izin pada Bunda Elia, Andrian segera menarik tangan istrinya itu untuk menjauh. Cassandra terdiam dengan hati bimbang. Ditatapnya wajah polos Emillia yang mulai mengantuk itu dengan pandangan sendu.Rasa sakit ketika teringat penyebab kecelakaan itu, memang masih ada di hati Cassandra. Namun, dia harus kembali menatap masa depan dan berusaha mengikhlaskan kepergian Angelo. Diusapnya kepala Emillia pelan, membuat gadis kecil itu menggeliat. "Kamu jangan khawatir, aku bisa menghidupi Emillia tanpa bantuanmu," ucap Cassandra lirih.Andrian mendengus lirih. "Shit, tidak bisakah kamu sedikit melunak, Cassandra? Aku sudah bersedia menjadi ayah adopsi untuknya
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya."Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya seperti kamu menjaga dia dan anak-anakku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya."Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra tidak ingin larut dalam kenangan tentang Antonio.Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu.Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam An
Andrian mengerang kecil. Luka jahitan bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra menekan dengan kuat tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya."Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra, tidak ada kemarahan sedikit pun di sana.Bella segera mendekati Cassandra untuk mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali.Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian."Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian.Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Lantas, Andrian melirik pada Cassandra yang menatap luka di dadanya dengan wajah pucat. Darah merembes dari sela-sela jahitan yang masih basah. Luka bekas ope
"Lepaskan saya, Bunda. Saya harus mengikuti mereka!" Cassandra kembali memberontak.Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang semakin terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit.Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis, tidak menyangka hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi.Bella yang mendorong kursi roda, menghentikan langkah ketika mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Cassandra mendongak menatap Bella, lalu menyadari sesuatu.Air mata Cassandra kembali menetes membasahi pipi mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegah sahabatnya itu, untuk mendengarkan pembicaraan lebih lanjut."Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" pintanya pada sang
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny.Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Entah ada perasaan aneh tiba-tiba menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik jika kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan."Aku pulang dulu, kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah.Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu."Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu.Antonio tersenyum sebelum memasuki mobil. Segera, mobil mewah itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampainya di luar pag
Mendengar suara tangisan, Antonio segera mengangkat wajah Cassandra dan menatapnya dalam. Sedangkan Cassandra buru-buru menghapus air mata, lalu memunguti pakaiannya yang berserak di dekat sofa.Antonio memperhatikan sang kekasih, lalu tersenyum samar. Dia terus memperhatikan Cassandra yang memakai pakaiannya dengan terburu-buru."Ah, aku harus ke kamar mandi dulu, Amore!" pamit Cassandra pada laki-laki yang masih duduk memperhatikan dirinya itu."Hati-hati, jangan terburu-buru, Bellissima!" ucap Antonio mengingatkan.Cassandra tidak menjawab. Dia segera memasuki kamar mandi, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana, dia menumpahkan tangis di depan wastafel. Cassandra meremas baju atasnya ketika melihat beberapa tanda kepemilikan Antonio bertebaran di dadanya."Aarrggh!" jerit Cassandra. Lantas, pandangan wanita itu turun pada perutnya yang membuncit. Perut berisi bayi darah daging Andrian itu, diusapnya lembut dengan hati dilema."Kenapa aku lakukan itu, Tuhan? Kenapa aku harus be
"Andrian, apa kamu tidak ingin memelukku?" tanya wanita itu menatap manik kebiruan Andrian.Andrian tersadar dari lamunan singkatnya, lalu mengangguk samar. Dengan ragu, dia mendekati Helena dan memeluk wanita itu. Wanita yang pernah dibencinya, sekaligus terpaksa dia terima karena hubungan darah itu tidak bisa dihapus oleh takdir sekalipun."Terima kasih, Andrian. Kuharap tidak ada kebencian di hati kita. Maafkan aku yang sudah merusak semuanya," ucap Helena lirih di dada Andrian. Andrian menelan saliva berat mendengar ucapan itu. Memaafkan? Jika ada yang harus mengemis maaf, maka orang itu adalah dirinya. Andrian melepaskan pelukan dan menatap Helena dengan tatapan dalam."Maaf, Helena. Aku begitu bersalah padamu dan Kakek. Jika Kakek masih hidup, mungkin aku akan bersimpuh di kakinya.""Hei, apa yang kamu bicarakan? Papa itu hatinya sangat luas. Aku yakin kamu lebih paham daripada aku, Andrian. Ayolah, kamu harus tersenyum! Kita buka lembaran baru dengan damai, bagaimana?" Helena
"Cassandra, apakah tidak ada kesempatan sekali lagi untukku?" tanya Andrian putus asa.Cassandra semakin kesal dengan sikap mantan suaminya yang tidak tahu malu itu. Wanita itu kembali memutar bola mata malas, lalu menatap tidak minat pada Andrian."Tidak! Kesempatanmu hanya sebagai ayah dari kedua anakku, bukan suamiku!" jawabnya tegas.Andrian tidak menyerah. Sudah kepalang tanggung karena dia telah memberanikan diri mendekati Cassandra lagi. Meskipun di sisi lain ada rasa rendah diri setelah terlalu sering melukai hati Cassandra."Aku janji, Cassandra! Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan, aku tidak peduli dengan semua hartaku, asalkan kamu ...""Apa pun?" sahut Cassandra cepat hingga membuat Andrian langsung mengangguk."Ya, apa pun. Katakan, Cassandra!" desak Andrian tidak sabar.Cassandra tersenyum penuh arti lalu mengangguk pelan. Dia menatap sekeliling yang sepi karena karyawan sudah sibuk di mejanya masing-masing."Apa pun. Hm, baiklah. Sepertinya kamu ingin sekal
Jelas, itu bukan tanda kepemilikan dari Andrian. "Sial kenapa harus ada jejak begini?" Marta menjadi bingung ketika semakin digosok, bekas kissmark itu tidak menghilang melainkan tambah memerah. Dia tidak perlu sekhawatir ini jika saja Andrian tidak datang mendadak.Entah apa yang membuat Andrian tiba-tiba datang. Padahal, sore tadi laki-laki itu mengatakan pergi ke rumah Gennaro. Marta melirik sekilas ke arah ruang tamu di mana Andrian tampak fokus dengan handphone."Oke, aku ke sana sekarang!" Laki-laki itu menarik napas panjang kemudian bangkit.Dia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Marta yang mendengarkan pembicaraan Andrian justru menarik napas lega. Dia segera memakai kimono dan mengikat di depan perut, lalu segera menemui Andrian."Aku sudah selesai. Tapi sepertinya kamu mau pergi!" Marta pura-pura cemberut kecewa.Andrian menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Maaf, Davidde sedang demam. Aku harus mengantar ke rumah sakit!" ucapnya.Marta mende
Cassandra mendorong pelan dada Antonio dan kembali menatap laki-laki tampan itu. "Apa kamu tidak keberatan, Antonio? Seharusnya kamu mendapatkan wanita yang sepadan, bukan sepertiku!" "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang Cassandra!" ucap Antonio tegas.Cassandra mengangguk samar diiringi senyuman. Senyum manis yang tidak dibuat-buat dan baru Antonio lihat semenjak wanita itu mengalami perceraian. Antonio bertekad ingin membuat Cassandra selalu menyunggingkan senyum manis dan melupakan kegagalan pernikahannya."Aku terima!" ucap Cassandra sambil mengangguk berkali-kali.Antonio tertegun sejenak, kemudian memeluk Cassandra. Sementara di depan pintu, Andrian semakin mematung menatap keduanya. Laki-laki itu membalikkan badan, yang membuat Antonio tanpa sengaja menatapnya.Lantas, Antonio melepaskan pelukan dan bangkit. Kemudian dia melangkah mendekati Andrian yang hendak beranjak dari situ."Andrian, sudah lama kamu di situ?" tanya Antonio pelan