"Pulanglah, jangan bilang kamu ingin tetap di sini dan berniat menjadi biarawati, Cassandra." Andrian kembali memohon sembari berlutut di depan Cassandra. Cassandra segera mundur dan menatap tanpa ekspresi pada Andrian."Bangunlah, Andrian. Orang sepertimu tidak pantas berlutut di depan perempuan murahan sepertiku. Pulanglah, aku ingin di sini untuk beberapa waktu lagi," ucap Cassandra, lalu hendak meninggalkan Andrian.Namun, Andrian kembali berlutut di depan Cassandra, kali ini sambil memegang kedua kaki wanita itu. Cassandra mengusap-usap kepala Emillia yang mulai tidak nyaman di gendongannya."Lepaskan aku, Andrian! Jangan begini, nanti kamu kena virus mematikan dari perempuan miskin ini. Pulanglah, kembali ke istanamu, di sana Milia menunggumu!""Cukup, Cassandra!" sahut Andrian sembari bangkit. "Kamu memang pantas berkata apa pun padaku, tetapi cukup, jangan bicara yang tidak pantas untuk dirimu sendiri. Ayo, kita pulang."Cassandra tersenyum satu sudut mendengar ucapan Andrian
"Dia tidak memiliki hak apa pun dalam keluarga kita, Cassandra! Marga Lussete dan Petruzzelli tidak pantas disematkan pada anak seorang pembunuh!""Andrian ...." Cassandra tercekat mendengar ucapan suaminya itu.Andrian melirik Bunda Elia tak enak hati, lalu mendengus lirih. "Maaf, tapi itulah kenyataannya, Cassandra!"Setelah meminta izin pada Bunda Elia, Andrian segera menarik tangan istrinya itu untuk menjauh. Cassandra terdiam dengan hati bimbang. Ditatapnya wajah polos Emillia yang mulai mengantuk itu dengan pandangan sendu.Rasa sakit ketika teringat penyebab kecelakaan itu, memang masih ada di hati Cassandra. Namun, dia harus kembali menatap masa depan dan berusaha mengikhlaskan kepergian Angelo. Diusapnya kepala Emillia pelan, membuat gadis kecil itu menggeliat. "Kamu jangan khawatir, aku bisa menghidupi Emillia tanpa bantuanmu," ucap Cassandra lirih.Andrian mendengus lirih. "Shit, tidak bisakah kamu sedikit melunak, Cassandra? Aku sudah bersedia menjadi ayah adopsi untuknya
Gennaro langsung menggeleng mendengar pertanyaan dari Cassandra. Laki-laki itu mengusap dahi keriputnya sekali lagi. Cassandra mendengus lirih, lalu beralih menatap Andrian. Namun, Andrian justru memperhatikan Gennaro dengan mata menyipit curiga.Tidak disangka, terlalu banyak rahasia yang disembunyikan kakeknya itu. Kenyataan bahwa Cassandra adalah bagian dari kisah kelam sang Kakek sangat mengejutkan Andrian. Sekarang, rahasia besar mengenai pembunuh keluarga Lusette, sepertinya diketahui oleh Gennaro, tetapi rupanya laki-laki itu berusaha mengelak.Andrian menarik napas pelan, lalu menggeleng samar. "Kita akan cari tahu itu, Cassandra. Semoga Kakek bisa memberi petunjuk soal itu!" Andrian mewakili kakeknya berbicara.Gennaro sedikit terkejut, lalu mengangguk kaku. "Kakek akan membantu kalian. Sekarang, Kakek minta Cassandra pulang dan perbaiki hubungan kalian," ucapnya."Saya akan pulang dengan Emillia. Saya akan mengadopsinya, Kek. Tolong, izinkan saya melakukannya."Kening Gennar
"Andrian, Andrian, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Cassandra ikut berdiri. Cassandra memegangi tangan Andrian, membuat laki-laki itu menatapnya. Cassandra tidak ingin Andrian berbuat nekad yang akan membahayakan dirinya sendiri."Kumohon, jangan temui dia. Jemmy itu laki-laki jahat," cegahnya lirih.Andrian menggeleng pelan. "Kamu takut, kan? Berarti benar, dia mengancammu? Sebenarnya, apa yang dikatakan padamu, sampai kamu rela tidur dengannya? Aku mengenalmu sebagai wanita religius yang takut pada Tuhan. Kamu mendapatkan didikan agama yang baik sejak kecil, apa sebegitu mudahnya imanmu goyah karena laki-laki brengsek itu?" cecarnya."Andrian, ingat, ada yang lebih penting dari itu. Kita harus mengurus surat adopsi Emillia dulu!" Cassandra berusaha mengalihkan pembicaraan.Namun, hal itu tidak membuat niat Andrian surut. Senyum satu sudut tersungging di bibir Andrian sekilas. Laki-laki itu menggeleng pelan, kemudian menggenggam jemari tangan Cassandra. Sedangkan Cassandra menatap
Andrian memarkir mobilnya sedikit kasar di depan lobby begitu saja. Bergegas dia pun turun dari Maserati Quattroporte itu, lalu memberikan display key pada security. Dia melakukan itu karena kesal melihat keberadaan mobil yang cukup dikenalinya di situ."Itu mobil siapa?" tanya Andrian basa-basi."Mobilnya Tuan Jemmy, Tuan," jawab security itu lalu memindahkan mobil Andrian ke basement.Dengan cepat, Andrian memasuki lobby, lalu menuju ke lift. Baru saja dia memencet tombol lift, seseorang justru menahan pintu baja itu dari dalam. Andrian mendengus lirih, lalu memasuki lift tanpa menatap laki-laki berjas hitam itu. Pandangan Andrian justru tertuju pada tombol anak panah berwarna merah di sisi kanan pintu lift, sembari memasukkan telapak tangan ke saku celana. Menurutnya, lift bergerak ke atas cukup lama.Di depannya, Jemmy tersenyum satu sudut melihat sikap tak acuh Andrian yang seolah tidak mengenalinya. Maka laki-laki itu pun berdehem lirih sambil menggaruk pelipis."Selamat pagi, T
"Gennaro Petruzzelli adalah bajingan, Anda dengar?" desis Jemmy dengan rahang mengeras."Sial!"Andrian tidak tahan mendengar hinaan untuk sang Kakek. Dengan cepat, Andrian melayangkan pukulan ke arah Jemmy, tetapi dengan sigap laki-laki itu menghindar sehingga pukulan Andrian mengenai ruang kosong.Jemmy tersenyum satu sudut dan menunjuk dada Andrian. "Anda tidak terima atau terkejut? Itulah kenyataannya, Tuan Andrian. Tanyakan pada kakek Anda apa yang dilakukannya delapan belas tahun lalu di Pulau Sisilia? Tuan Gennaro Petruzzelli akan memberitahu Anda," ucapnya lalu mengangkat kerah jasnya. "Tidak usah berbelit-belit, Tuan Kastilont," sahut Andrian."Saya hanya ingin tahu, apa Kakek yang Anda banggakan itu berani berkata jujur dan bersikap gentleman sehingga mengakui dosa besarnya di masa lalu?" tanya Jemmy, lalu tersenyum sekilas. "Oh, ya, jangan takut, saya datang ke sini bukan untuk balas dendam. Kita kerjasama dengan fair, oke!" lanjut Jemmy kemudian menyambar handphone yang t
Cassandra mencoba sekali lagi menghubungi aplikasi hijau milik Ivo, tetapi rupanya hanya berdering dan tidak diangkat. Berulang kali Cassandra mendengus lirih, lalu melirik Andrian yang kebetulan juga tengah menoleh padanya. Selanjutnya, Cassandra segera menyalakan aplikasi pencarian lokasi. Setelah itu, Cassandra menunjukkan layar handphone pada Andrian yang fokus mengemudi. Andrian mengambil benda persegi panjang itu dan menatapnya sekilas."Apa tidak janggal menurutmu?" tanya Cassandra heran. "Apakah Zio Ivo juga memiliki kepentingan besar di pemakaman?" lanjut wanita itu.Bahu Andrian terangkat sekilas. "Kita akan tahu apa yang mereka bicarakan setelah kita sampai di sana, Amore," jawabnya lalu meletakkan kembali handphone ke pangkuan Cassandra.Cassandra memilih diam, dengan iseng dia membuka-buka galeri foto di handphone Andrian. Senyum wanita itu mengembang, mendapati hampir semua isi galeri foto itu adalah foto-foto Cassandra dan Angelo. Andrian kembali menoleh sekilas semb
"Kakek ...." Cassandra langsung melangkah mendekat.Gennaro termangu sejenak, kemudian menoleh diikuti oleh Ivo. Gennaro menatap protes pada sang bodyguard, membuat laki-laki itu langsung memalingkan wajah tidak enak hati.Tidak memperdulikan reaksi sang bodyguard yang tampak merasa bersalah, Gennaro langsung bangkit. Dia mendekati Cassandra yang menatapnya nanar. Meskipun pembicaraan mereka hanya didengar samar dan sebentar saja, tetapi mampu membuat Cassandra tidak nyaman. Di benak wanita itu muncul pertanyaan baru. Tentang pembunuhan keluarga. Ya, keluarga siapa yang dimaksud oleh Ivo? Cassandra memaksakan senyum pada Gennaro dan Ivo."Maaf kalau kedatangan kami tidak tepat, Kakek," ucap Cassandra lirih. "Apa yang kamu dengar, cucuku?" tanya Gennaro tidak memperdulikan ucapan Cassandra."Ah, Tuan, apa hari ini Anda tidak ke kantor, bukankah ada beberapa berkas yang harus ditandatangani?" tanya Ivo berusaha mengalihkan perhatian Cassandra.Andrian yang berdiri di samping Cassandra