Jemmy tidak menghiraukan tangisan Cassandra di bawah kungkungannya. Laki-laki itu menyusuri tubuh indah Cassandra dengan ciuman dan tatapan memuja. Dia berharap sikap Cassandra melunak dan melupakan sejenak keberadaan Andrian di hati serta pikiran wanita itu.Namun, apa yang diharapkan Jemmy tidak pernah terjadi. Kini tubuh Cassandra memang menjadi miliknya, tetapi hati dan pikiran wanita itu tidak berada di sini. Cassandra tidak menikmati sedikit pun permainan yang Jemmy berikan. Dia merasa tersiksa setiap kali Jemmy membawanya pada penyatuan menyakitkan."Maafkan aku, Andrian, maaf," jerit hati Cassandra pilu ketika Jemmy terus meniti kenikmatan demi kenikmatan dari setiap inchi tubuhnya.Sesekali Jemmy mengecup bibir Cassandra untuk meredam tangisan wanita itu. Berkali-kali pula air mata Cassandra meleleh di pipi."Seandainya ini bukan kamu, aku tidak menyukainya, Honey. Tapi aku harus menghormatimu karena kesepakatan kita." Jemmy berkata kecewa sambil terus mencapai puncak kenikma
"Apa kamu tidak ingin membuat kejutan untuk suamimu, Honey?" tanya Jemmy sembari menatap dalam Cassandra.Cassandra mengerutkan kening tidak mengerti. Bibir wanita itu sedikit terbuka sembari membalas tatapan Jemmy dengan bingung. Melihat kebingungan di wajah Cassandra, Jemmy hanya terkekeh pelan.Selanjutnya, Jemmy membukakan pintu mobil untuk Cassandra. "Jangan pikirkan. Aku berpikir kalau Andrian mengetahui apa yang terjadi di antara kita, pasti akan menjadi sebuah kejutan besar. Tapi jika kamu tidak menginginkannya, aku harus menghormati itu!" ucapnya masih sambil terkekeh.Pandangan Cassandra langsung berubah tajam. Dia mendorong dada Jemmy sehingga laki-laki itu mundur selangkah. Jemmy mengangkat kedua tangan sejajar dada."Wait, wait! Aku hanya bercanda, Honey. Jangan dianggap serius."Cassandra menunjuk wajah Jemmy. "Jika Anda mengatakan kegilaan ini padanya atau pada Kakek Gennaro, saya akan katakan pada semua orang jika Anda adalah musuh La Stampa!" ancamnya.Jemmy menganggu
Jemmy mengusap sudut bibirnya yang berdarah sambil menyeringai kecil. Dengan tertatih, dia memasuki mobil, lalu menyandarkan kepalanya di sandaran jok.Antonio yang masih penasaran berdiri di samping pintu dan menatap penuh minat laki-laki itu. Terlihat, Jemmy tertawa kecil, lalu menjilat sudut bibirnya yang terasa perih."Iya, aku dan Cassandra saling mencintai. Kamu tahu, dia adalah wanita yang sangat hebat. Andrian itu bodoh. Memiliki istri secantik dia tapi masih saja bermain gila dengan perempuan lain. Ha ha ha!" "Apa kamu bilang?" sergah Antonio sambil menyambar kerah kemeja Jemmy. "Ralat ucapanmu! Cassandra tidak mungkin mencintai laki-laki asing sepertimu!" Jemmy kembali terkekeh, kemudian menyingkirkan pelan tangan Antonio. "Ya, maybe, itu yang kalian pikirkan. Tapi apakah cinta akan memandang pada siapa akan berlabuh?" tanyanya balik.Antonio kembali menghempaskan cengkeramannya. Jemmy kembali terkekeh jumawa meskipun wajahnya babak belur, badannya terasa remuk akibat menda
"Kakek jawab saja, saya hanya ingin tahu siapa yang benar dan salah dalam hal ini. Delapan belas tahun yang lalu, di Pulau Sisilia!" Gennaro terkejut. Wajahnya pucat seketika mendengar berondongan pertanyaan yang tidak pernah terlintas sedikit pun di benak. Laki-laki tua itu mengusap dahinya yang tiba-tiba berkeringat dingin."Ah, apa maksudmu, Nak?" Gennaro pura-pura tidak mengerti.Cassandra mendengus lirih. Jika Gennaro tidak melakukan kesalahan fatal di masa lalu, tentu dirinya tidak akan menuruti kemauan Jemmy, menjadi pelampiasan nafsu laki-laki itu.Di luar ruangan, Andrian mengurungkan niatnya membuka pintu. Laki-laki itu segera menempelkan telinganya di daun pintu, berharap bisa mendengar lebih jelas pembicaraan istri dan kakeknya di dalam sana."Cassandra, dari mana kamu tahu itu, Nak? Kakek tidak pernah cerita pada siapa pun mengenai hal itu." "Kakek tinggal jawab saja, apa Kakek mengenal laki-laki bernama Juli--""Tidak!" potong Gennaro cepat. "Kakek tidak mengenalnya. S
"Kenapa Kakek harus merasa bertanggung jawab padanya? Jangan bilang, dia adalah sugar babymu, Kek!" cecar Andrian curiga."Oh, shit! Tutup mulutmu, Andrian!" sentak Gennaro meradang. "Kamu pikir Kakek itu sepertimu, hah?" lanjut Gennaro sengit.Andrian mengangguk-angguk sambil menggaruk pelipisnya. Dia menatap kakeknya dengan tatapan penuh makna. Sementara itu, dada Gennaro naik turun karena luar biasa kesal oleh tuduhan cucunya. Laki-laki berambut abu-abu itu menarik napas panjang lalu menghembuskan pelan. Tatapannya menerawang seolah ada beban berat di sana."Ya, kalau begitu, katakan saja sebenarnya ada apa di antara kalian?" tanya Andrian lagi begitu melihat kakeknya sudah sedikit tenang."Berhenti mengatakan Cassandra seorang pelacur. Dia melakukan itu karena kesalahan Kakek. Seandainya ....""Aku semakin tidak mengerti!" potong Andrian tidak sabar. Kakek terlalu berbelit-belit," protesnya kemudian. "Semua kesalahan ini berawal dari delapan belas tahun lalu, ketika Kakek menitip
"Pulanglah, jangan bilang kamu ingin tetap di sini dan berniat menjadi biarawati, Cassandra." Andrian kembali memohon sembari berlutut di depan Cassandra. Cassandra segera mundur dan menatap tanpa ekspresi pada Andrian."Bangunlah, Andrian. Orang sepertimu tidak pantas berlutut di depan perempuan murahan sepertiku. Pulanglah, aku ingin di sini untuk beberapa waktu lagi," ucap Cassandra, lalu hendak meninggalkan Andrian.Namun, Andrian kembali berlutut di depan Cassandra, kali ini sambil memegang kedua kaki wanita itu. Cassandra mengusap-usap kepala Emillia yang mulai tidak nyaman di gendongannya."Lepaskan aku, Andrian! Jangan begini, nanti kamu kena virus mematikan dari perempuan miskin ini. Pulanglah, kembali ke istanamu, di sana Milia menunggumu!""Cukup, Cassandra!" sahut Andrian sembari bangkit. "Kamu memang pantas berkata apa pun padaku, tetapi cukup, jangan bicara yang tidak pantas untuk dirimu sendiri. Ayo, kita pulang."Cassandra tersenyum satu sudut mendengar ucapan Andrian
"Dia tidak memiliki hak apa pun dalam keluarga kita, Cassandra! Marga Lussete dan Petruzzelli tidak pantas disematkan pada anak seorang pembunuh!""Andrian ...." Cassandra tercekat mendengar ucapan suaminya itu.Andrian melirik Bunda Elia tak enak hati, lalu mendengus lirih. "Maaf, tapi itulah kenyataannya, Cassandra!"Setelah meminta izin pada Bunda Elia, Andrian segera menarik tangan istrinya itu untuk menjauh. Cassandra terdiam dengan hati bimbang. Ditatapnya wajah polos Emillia yang mulai mengantuk itu dengan pandangan sendu.Rasa sakit ketika teringat penyebab kecelakaan itu, memang masih ada di hati Cassandra. Namun, dia harus kembali menatap masa depan dan berusaha mengikhlaskan kepergian Angelo. Diusapnya kepala Emillia pelan, membuat gadis kecil itu menggeliat. "Kamu jangan khawatir, aku bisa menghidupi Emillia tanpa bantuanmu," ucap Cassandra lirih.Andrian mendengus lirih. "Shit, tidak bisakah kamu sedikit melunak, Cassandra? Aku sudah bersedia menjadi ayah adopsi untuknya
Gennaro langsung menggeleng mendengar pertanyaan dari Cassandra. Laki-laki itu mengusap dahi keriputnya sekali lagi. Cassandra mendengus lirih, lalu beralih menatap Andrian. Namun, Andrian justru memperhatikan Gennaro dengan mata menyipit curiga.Tidak disangka, terlalu banyak rahasia yang disembunyikan kakeknya itu. Kenyataan bahwa Cassandra adalah bagian dari kisah kelam sang Kakek sangat mengejutkan Andrian. Sekarang, rahasia besar mengenai pembunuh keluarga Lusette, sepertinya diketahui oleh Gennaro, tetapi rupanya laki-laki itu berusaha mengelak.Andrian menarik napas pelan, lalu menggeleng samar. "Kita akan cari tahu itu, Cassandra. Semoga Kakek bisa memberi petunjuk soal itu!" Andrian mewakili kakeknya berbicara.Gennaro sedikit terkejut, lalu mengangguk kaku. "Kakek akan membantu kalian. Sekarang, Kakek minta Cassandra pulang dan perbaiki hubungan kalian," ucapnya."Saya akan pulang dengan Emillia. Saya akan mengadopsinya, Kek. Tolong, izinkan saya melakukannya."Kening Gennar