Andrian berkali-kali mendengus kecewa. Laki-laki itu berkacak pinggang, lalu mengusap wajahnya kasar. Cassandra memegang tangan sang suami, meminta waktu pada laki-laki itu untuk mendengarkan penjelasannya.Namun, Andrian telah keburu kecewa dengan sikap seenaknya Cassandra. Andrian berasumsi, beberapa jam lalu, Cassandra membuat peraturan, sekarang justru dirinya sendiri yang melanggarnya. Andrian tidak suka itu.Di ambang pintu dapur, Fiona tersenyum licik mendengar perdebatan keduanya. Rasanya sangat menyenangkan melihat mereka kembali ribut.Gadis itu berdiri di situ sambil menyandarkan punggung di kusen pintu. "Sudah, aku pasti pergi tanpa kalian usir. Kalaupun aku berlutut padamu, juga tidak ada gunanya, Amore. Di hatimu hanya ada nama Cassandra. Bahkan di saat kita berhubungan badan saja, kamu selalu memanggilnya. Apa yang kuharapkan lagi?" Raut wajah Fiona mendadak murung."Jangan bahas itu lagi, Fiona!" sergah Andrian tidak suka.Fiona mengangguk lemah. "Iya, kamu benar, Andri
"Terima kasih, kalian masih ingat Kakek yang sendirian ini." Gennaro memasang muka memelas.Di depannya, Andrian menggaruk pelipis sembari melirik pada Cassandra yang tersenyum malu-malu. Laki-laki itu meraih tangan Cassandra lalu menciumnya lembut. Melihat hal itu, Gennaro ikut tersenyum bahagia. Dia bisa merasakan semenjak Andrian kembali bersama Cassandra, cucunya itu berubah seperti layaknya laki-laki yang tengah jatuh cinta. Meskipun mereka sama-sama tidak pernah mengungkapkan perasaan masing-masing."Apa Kakek pikir kami akan melupakanmu?" tanya Andrian kemudian mengangkat gelas berisi sedikit wine.Gennaro terkekeh. "Tentu saja, Kakek takut kalian tidak ada waktu datang kemari. Kita perlu banyak waktu berkumpul seperti ini, Andrian, Cassandra," pintanya.Pasangan pengantin baru itu saling pandang, kemudian tersenyum. Cassandra merasa prihatin pada Gennaro. Kakek Tua yang hidup sendirian selama bertahun-tahun. Cassandra pernah mendengar cerita dari Andrian, Gennaro memutuskan ti
Andrian mengangguk-angguk kemudian mempersilakan Jemmy memasuki ruangan lebih dahulu. Keduanya lantas melanjutkan pembicaraan di sana. Jemmy dan Andrian kemudian duduk saling berhadapan terhalang meja persegi panjang."Saya kagum dengan Anda, tidak hanya di Perancis, Anda sukses. Akan tetapi, kesusksesan Anda sampai ke Italia. Semoga kerjasama ini menguntungkan kita," lanjut Andrian dari tempat duduknya.Jemmy kembali terkekeh jumawa. "Itu pasti," jawabnya. "Pasti aku akan mendapatkan keuntungan besar darimu, Andrian. Setelah itu, kamu akan tahu betapa hebatnya Jemmy Kastilont," lanjutnya dalam hati. Tidak hanya terkekeh, tetapi terbahak di sana.Beberapa menit kemudian, Gennaro memasuki ruangan bersama Ivo. Jemmy mendongakkan wajah, menatap tanpa ekspresi pada Gennaro sejenak."Hello, Tuan Jemmy Kastilont, selamat datang di La Stampa Group," sapanya sedikit mencondongkan badan.Jemmy segera bangkit dan menyalami laki-laki tua itu. "Jemmy Kastilont Blanc," ucapnya sambil tersenyum pen
"Saya ...." Cassandra tampak gugup.Melihat sikap tidak nyaman Cassandra, Andrian segera menggeser kursi sedikit ke belakang dan meminta wanita itu duduk. "Terima kasih," ucap Cassandra sangat lirih.Andrian segera menggenggam jemari tangan Cassandra dan meletakkan di atas pangkuannya. Dia bisa merasakan telapak tangan wanita itu berkeringat, padahal suhu ruangan ini tidaklah terlalu panas."Maaf, sepertinya istri saya tidak nyaman dengan orang asing. Sebelumnya dia bekerja di perusahaan milik sahabat saya." Andrian sendiri juga tidak nyaman dengan pertanyaan itu."Terima kasih, Amore," bisik Cassandra terharu.Jemmy mengangguk-angguk mengerti. "Oh, tidak apa-apa. Mungkin juga saya salah orang. Wajah istri Anda sangat cantik, jadi, saya berhalusinasi," sahutnya sambil terkekeh."Anda benar. Dia cantik, seperti mutiara yang tersembunyi, Tuan!" sahut Gennaro, sekali lagi menunjukkan kebanggaannya. Jemmy kembali terkekeh.Andrian mencondongkan wajah pada istrinya. "Kamu tidak perlu menj
Jemmy langsung menegakkan punggung. "Apa aku tidak salah dengar, Honey?" tanyanya memastikan.Fiona menatapnya tak minat kemudian menyeringai kecil. "Tidak. Aku benar-benar menginginkan kematian mereka, Jemmy. Cassandra Lussete dan bayinya harus berpisah dengan Andrian!" ulangnya.Jemmy menggeleng-gelengkan kepala. Laki-laki itu tidak percaya jika cinta buta telah membuat Fiona hilang kewarasan. Rencana Fiona tidak hanya membahayakan keselamatan Cassandra, melainkan juga tentang masa depan Fiona sendiri. Juga pastinya akan mengancam keberadaan Jemmy. Jemmy sadar sepenuhnya jika kekasihnya itu orang yang licik. Tentu saja, Fiona tidak akan mau menderita sendirian. Nama Jemmy Kastilont Blanc akan terseret jika niat Fiona benar-benar terlaksana. Jemmy tidak akan membiarkan itu terjadi."Aku tidak izinkan kamu lakukan itu, Honey. Tidak!" cegah Jemmy tegas.Kening Fiona langsung mengernyit dengan tatapan penuh tanya. "Jangan-jangan kamu juga jatuh cinta dengan perempuan miskin itu!" tuduh
"Benar, kan, Rosalia Lussete?" Cassandra beringsut mundur dengan wajah pucat. Dia melirik sekeliling yang sepi, dengan ketakutan. Cassandra berharap ada orang memasuki tempat itu. Namun, tidak ada yang datang ke toilet. Rupanya, orang-orang di depan sibuk mengikuti suara diva menyanyikan lagu yang tengah hits di Italia saat ini."Jangan takut. Saya hanya ingin menyapamu, Nyonya Petruzzelli." Jemmy mengangkat kedua telapak tangan sejajar dada.Cassandra menggeleng pelan. Wanita itu memejamkan mata sejenak dan harus segera mengambil keputusan. Dengan memberanikan diri, Cassandra melangkah cepat ke arah Jemmy begitu melihat celah sekiranya bisa dilewati."Anda salah orang. Permisi!" ucap Cassandra bergegas meninggalkan toilet perempuan."Hei, tunggu!" Jemmy menahan langkah Cassandra dengan menyambar pergelangan tangan wanita hamil itu. Cassandra segera menepis tangan Jemmy. "Lepaskan saya, Tuan!" Jemmy mengangguk. "Maaf, saya hanya ingin memastikan jika Anda dan Rosalia Lussete itu ora
"Aah, ss-sakit sekali." Cassandra merintih sambil meremas perutnya.Wajah Andrian mendadak pucat menatap darah yang mengalir di sela-sela kaki Cassandra. Gennaro yang berjongkok di dekat mereka, ikut panik. Berkali-kali mulut laki-laki tua itu menggumamkan nama Tuhan."Bertahanlah, Amore," ucap Andrian sembari menggendong tubuh sang istri.Setengah berlari, laki-laki itu menuju ke ambulance yang memang sudah disiagakan di tempat acara itu. Andrian tidak menyangka jika yang menjadi penumpang ambulance itu adalah istrinya sendiri."Sakit sekali," lirih Cassandra dengan tatapan sayu.Wanita itu mencengkeram kerah kemeja Andrian, ketika merasakan kontraksi hebat. Berkali-kali petugas medis memandu Cassandra untuk menarik napas panjang dan menghembuskan pelan.Namun, rupanya, Cassandra sudah tidak punya tenaga lagi. "Maaf ...." Satu kata itu meluncur lirih dari mulut Cassandra.Cengkeraman di kerah kemeja sang suami semakin melemah, kemudian telapak tangannya jatuh lunglai ke pangkuan Andr
"Cucu?" ulang Andrian bingung menatap kakek dan istrinya bergantian. Gennaro mengerjap berkali-kali. Laki-laki itu sedikit menunduk kemudian mengusap punggung Andrian dan Cassandra bergantian. "Ayo kita pulang. Kita bicarakan di rumah." Gennaro beranjak lebih dahulu ke mobilnya.Cassandra masih terdiam di situ, lalu menatap Andrian ragu. "Aku ingin di sini sebentar, boleh?" tanyanya dengan suara bergetar.Andrian mengangguk. Alih-alih mengikuti kakeknya, dia pun kembali ke makam Angelo menemani Cassandra. Cassandra langsung memeluk gundukan tanah basah di depannya. Tidak peduli jaketnya sedikit basah dan kotor. Dia pun kembali menangis di situ.Bella yang duduk di samping Cassandra juga meneteskan air mata sambil mengusap batu nisan kecil bertuliskan nama Angelo Petruzzelli. Teringat jelas, bagaimana Cassandra bertahan hidup dan berjuang sendirian ketika hamil muda. Mengalami morning sickness yang mengganggu rutinitas kerjanya yang berat."Kamu pasti sudah bahagia di surga, Sayang,"