Fiona terbelalak. Wajahnya mendadak pucat pias saat menatap moncong pistol itu. Refleks, Fiona mengangkat tangan sejajar dada sambil menggeleng berkali-kali. "Jemmy, turunkan senjata itu. Aku akan pergi, tolong lepaskan!" pintanya ketakutan.Jemmy terkekeh dan justru mengulurkan sebelah tangan pada mantan kekasihnya itu. "Ternyata, kamu masih takut pada kematian, Fiona!" ejeknya."Aku tidak takut mati. Aku hanya tidak ingin Gisella tahu pembunuhku adalah kamu, papanya sendiri!" Kekehan Jemmy berubah tawa. Laki-laki itu bergeming meskipun Fiona sudah mulai menangis. Tidak ada belas kasihan sedikit pun. Ya, Jemmy tidak pernah merasa kasihan pada Fiona. Perempuan itu selalu mengacaukan rencananya.Jika dia tidak membunuh Fiona, hidup Jemmy pasti akan berakhir di penjara. Perempuan itu akan menjadi saksi kunci di pengadilan nanti, atas semua kejahatannya. Jemmy juga mendapat informasi jika Fiona diam-diam menemui Andrian dan Cassandra."Jemmy, pikirkan baik-baik," ucap Fiona lagi dengan
Sepasang netra tua Gennaro berkaca-kaca. Dia memang berhasil membalas dendam kematian Stefano, Alberto, dan Maria. Namun, ada penyesalan di hati Gennaro karena membiarkan anak keturunan Julian Kastilont tetap hidup.Bergabungnya Jemmy dengan La Stampa Group, seolah membuka jalan Gennaro dan Jemmy saling membalas dendam."Kakek sengaja membiarkan Helena terjebak ke pelukan Jemmy. Dengan begitu, Kakek tahu sejauh mana Jemmy membalas dendam kematian Julian Kastilont. Laki-laki iblis yang sudah membunuh keluargamu, Cassandra," ucap Gennaro tanpa berani menatap kedua cucunya itu.Andrian dan Cassandra kompak terperangah dan saling pandang. Mereka seolah tidak percaya akan ucapan Gennaro. Kedua mata Cassandra mulai berkabut mengetahui kenyataan baru ini. "Jadi, semua kekacauan ini berasal dari Jemmy?" tanya Cassandra lirih. Dia menghempaskan tubuh di sofa. Kedua matanya terpejam dengan wajah mendongak. Andrian duduk di samping Cassandra, kemudian menggenggam jemari tangan wanita itu."Apa
Flashback ...."Tolong, bantu saya!"Pandangan Helena nanar penuh permohonan pada Jemmy. Helena tidak punya kekuatan apa-apa untuk melawan Gennaro. Dia hanyalah seorang perempuan dari golongan biasa. Tepatnya, dipaksa menjadi orang biasa. Semua itu karena penolakan Gennaro Petruzzelli.Helena tidak pernah merasakan hidup dalam kemewahan. Beruntung dia bisa menamatkan pendidikan sampai mendapatkan ijazah sarjana. Dengan ijazah itu, Helena bisa memasuki La Stampa melamar menjadi sekretaris Gennaro. Dia bekerja di sana bukan tanpa tujuan, atau demi uang semata.Namun, ternyata menghancurkan Gennaro tidak semudah yang dia kira. Adalah Ivo yang selalu berada di samping Gennaro. Laki-laki paruh baya itu menjadi benteng terakhir sebelum Gennaro memutuskan sesuatu.Helena hampir menyerah dan membiarkan luka masa lalu itu terkubur begitu saja bersama jasad Camela Killano. Namun, asa itu kembali muncul ketika Jemmy Kastilont Blanc datang ke La Stampa Group, membawa misi yang sama. Balas dendam
Cassandra segera membuka pintu mobil, kemudian disusul Andrian. Sejenak, keduanya menatap ke arah kerumunan di pinggir trotoar lebar itu. "Andrian!" Cassandra menatap Andrian.Andrian segera menggandeng tangan sang istri mendekati kerumunan. "Hentikan!" Teriakan Andrian menghentikan aksi tiga orang yang tengah mengeroyok perempuan muda itu.Ketiga orang laki-laki itu menoleh garang pada Andrian dan Cassandra. Begitupun perempuan muda itu. Berbeda dengan ketiganya yang merasa terganggu atas kehadiran Andrian dan Cassandra, reaksi berbeda ditunjukkan perempuan muda itu."Tuan Andrian, Cassandra!" panggilnya sambil tersenyum.Cassandra menatapnya datar. "Kupikir kamu sudah mati!" ucapnya sinis.Andrian langsung menoleh dan terkejut mendengar hal itu. Ditatapnya Cassandra dengan heran. Senyum Dona langsung pudar. Lantas, dia menatap Andrian penuh tanya. Tiga orang laki-laki yang mengeroyok Dona tadi, terkekeh sembari memindai penampilan Andrian dan Cassandra.Mereka sepertinya tidak menge
Di sebuah pulau kecil....Pulau yang terletak di Negara Maldives itu sejatinya tak berpenghuni. Meskipun di sana dibangun sebuah resort mewah, tetapi tidak dibuka untuk pengunjung umum. Jadi, tidak heran jika pulau kecil yang dikelilingi deretan pohon kelapa itu sangat sepi.Namun, kali ini tampak berbeda. Jika biasanya tidak ada aktivitas di sana, hari ini tampak ramai. Suasana pinggir pantai dengan pasir putih dan laut biru dihiasi karang-karang yang mempesona, semakin menambah keindahan pulau pribadi itu. Semburat kekuningan menghiasi langit sore, menambah romantis suasana sakral di situ.Pulau bernama Blanc itu, dibeli oleh konglomerat Perancis untuk istrinya Pricilla Blanc. Setelah kematian mereka, pulau tersebut menjadi milik putra semata wayang mereka, Jemmy Kastilont Blanc. Laki-laki yang terbalut tuxedo mahal berwarna putih gading itu tersenyum sumringah.Dia berdiri gagah di depan altar. Pandangan Jemmy kagum pada Helena yang berjalan anggun ke arahnya. Keduanya tersenyum, m
"Sial! Sepertinya kita diikuti, Tuan!" Sontak, pandangan Jemmy beralih ke sisi kanan kapal. Di depan sana, sebuah superyacth berlayar ke arah mereka. Jemmy segera mengambil teropong binocular. Seketika, Jemmy menurunkan benda itu setelah mengetahui orang-orang di dalam kapal tersebut."Shit! Rupanya mereka polisi!" Jemmy mengusap kasar wajahnya. Jelas dia tidak bisa menyembunyikan rasa khawatir. Jemmy lantas menatap Helena yang juga tengah menatapnya.Helena menurunkan lengan Jemmy yang menodongkan senjata ke arah superyacth di depan sana. Superyacth itu terus berlayar semakin mendekat. Helena menggeleng pelan dengan tatapan penuh permohonan."Kita harus menghabisi mereka, Honey. Aku tidak mau menyerahkan diri!" putus Jemmy.Helena kembali menggeleng. "Tidak! Jika kamu lakukan itu, kita semua akan mati!" cegahnya."Helena!" sentak Jemmy bersikeras. "Kamu tidak tahu apa-apa. Penjara tidak akan menjadi tempatku, kamu dengar? Andrian dan Gennaro tidak akan membiarkanku hidup meskipun s
"Bisa jelaskan padaku, siapa Camela Killano?" Andrian kembali menuntut.Langkahnya semakin cepat ke arah ruang tamu. Raut wajah Gennaro tampak bingung. Hal berbeda ditunjukkan oleh Helena. Dia tersenyum satu sudut sambil memilin ujung rambutnya melihat kegugupan Gennaro. Dalam hati wanita cantik itu mengumpat puas, "Mampus, Tua Bangka!"Lirikannya sinis pada Andrian. Namun, bukan Andrian namanya jika peduli akan hal itu. Andrian pun bersikap tak acuh dan duduk di sofa tunggal. Ditatapnya Helena dan Gennaro bergantian. Andrian ingin menunjukkan jika dirinya lebih pantas bersikap angkuh daripada Helena."Kenapa kalian diam? Tinggal jawab saja!" Andrian kembali mengulang. Intonasinya datar dan dingin."Andrian, sudah waktunya kamu tahu satu hal ...." Gennaro tampak mengatur kata-kata."Ya, aku harus tahu, Kek. Sepertinya kalian ada hubungan spesial, bukankah begitu, Helena?" selidik Andrian pada mantan sekretarisnya itu. "Saya heran, penjahat sepertimu bisa berkeliaran di sini. Seharusn
"Jangan membuatku penasaran, Cassanova!" Andrian sudah tidak sabar.Cassandra semakin geli dibuatnya. Dia membuka aplikasi pesan singkat, kemudian men-dial kontak seseorang. Andrian menatapnya tanpa ekspresi, lalu meraih handphone dari tangan sang istri dengan malas.Sedetik kemudian, terdengar suara seseorang yang begitu dikenalnya dari seberang sana. Andrian melirik Cassandra, lalu meraih tangan sang istri dan menciumnya lembut."Kamu tahu, kan, konsekuensi berbohong pada kami?" tanya Andrian datar, melanjutkan pembicaraan di telepon."Kamu jangan khawatir, Andrian. Aku pasti menepati janji. Pegang kata-kataku. Bukankah ini harga yang harus kubayar pada kalian?" ucap seorang perempuan sambil menatap keluar jendela.Suasana musim dingin di luar sana langsung terasa. Rintik salju turun tipis-tipis jatuh melewati jendela, seperti serpihan-serpihan kapas. Danau di belakang rumah itu tampak memutih dan beku. Senyum perempuan itu pun tersungging tipis di bibirnya yang sedikit pucat.Kini
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya."Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya seperti kamu menjaga dia dan anak-anakku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya."Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra tidak ingin larut dalam kenangan tentang Antonio.Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu.Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam An
Andrian mengerang kecil. Luka jahitan bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra menekan dengan kuat tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya."Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra, tidak ada kemarahan sedikit pun di sana.Bella segera mendekati Cassandra untuk mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali.Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian."Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian.Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Lantas, Andrian melirik pada Cassandra yang menatap luka di dadanya dengan wajah pucat. Darah merembes dari sela-sela jahitan yang masih basah. Luka bekas ope
"Lepaskan saya, Bunda. Saya harus mengikuti mereka!" Cassandra kembali memberontak.Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang semakin terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit.Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis, tidak menyangka hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi.Bella yang mendorong kursi roda, menghentikan langkah ketika mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Cassandra mendongak menatap Bella, lalu menyadari sesuatu.Air mata Cassandra kembali menetes membasahi pipi mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegah sahabatnya itu, untuk mendengarkan pembicaraan lebih lanjut."Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" pintanya pada sang
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny.Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Entah ada perasaan aneh tiba-tiba menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik jika kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan."Aku pulang dulu, kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah.Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu."Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu.Antonio tersenyum sebelum memasuki mobil. Segera, mobil mewah itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampainya di luar pag
Mendengar suara tangisan, Antonio segera mengangkat wajah Cassandra dan menatapnya dalam. Sedangkan Cassandra buru-buru menghapus air mata, lalu memunguti pakaiannya yang berserak di dekat sofa.Antonio memperhatikan sang kekasih, lalu tersenyum samar. Dia terus memperhatikan Cassandra yang memakai pakaiannya dengan terburu-buru."Ah, aku harus ke kamar mandi dulu, Amore!" pamit Cassandra pada laki-laki yang masih duduk memperhatikan dirinya itu."Hati-hati, jangan terburu-buru, Bellissima!" ucap Antonio mengingatkan.Cassandra tidak menjawab. Dia segera memasuki kamar mandi, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana, dia menumpahkan tangis di depan wastafel. Cassandra meremas baju atasnya ketika melihat beberapa tanda kepemilikan Antonio bertebaran di dadanya."Aarrggh!" jerit Cassandra. Lantas, pandangan wanita itu turun pada perutnya yang membuncit. Perut berisi bayi darah daging Andrian itu, diusapnya lembut dengan hati dilema."Kenapa aku lakukan itu, Tuhan? Kenapa aku harus be
"Andrian, apa kamu tidak ingin memelukku?" tanya wanita itu menatap manik kebiruan Andrian.Andrian tersadar dari lamunan singkatnya, lalu mengangguk samar. Dengan ragu, dia mendekati Helena dan memeluk wanita itu. Wanita yang pernah dibencinya, sekaligus terpaksa dia terima karena hubungan darah itu tidak bisa dihapus oleh takdir sekalipun."Terima kasih, Andrian. Kuharap tidak ada kebencian di hati kita. Maafkan aku yang sudah merusak semuanya," ucap Helena lirih di dada Andrian. Andrian menelan saliva berat mendengar ucapan itu. Memaafkan? Jika ada yang harus mengemis maaf, maka orang itu adalah dirinya. Andrian melepaskan pelukan dan menatap Helena dengan tatapan dalam."Maaf, Helena. Aku begitu bersalah padamu dan Kakek. Jika Kakek masih hidup, mungkin aku akan bersimpuh di kakinya.""Hei, apa yang kamu bicarakan? Papa itu hatinya sangat luas. Aku yakin kamu lebih paham daripada aku, Andrian. Ayolah, kamu harus tersenyum! Kita buka lembaran baru dengan damai, bagaimana?" Helena
"Cassandra, apakah tidak ada kesempatan sekali lagi untukku?" tanya Andrian putus asa.Cassandra semakin kesal dengan sikap mantan suaminya yang tidak tahu malu itu. Wanita itu kembali memutar bola mata malas, lalu menatap tidak minat pada Andrian."Tidak! Kesempatanmu hanya sebagai ayah dari kedua anakku, bukan suamiku!" jawabnya tegas.Andrian tidak menyerah. Sudah kepalang tanggung karena dia telah memberanikan diri mendekati Cassandra lagi. Meskipun di sisi lain ada rasa rendah diri setelah terlalu sering melukai hati Cassandra."Aku janji, Cassandra! Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan, aku tidak peduli dengan semua hartaku, asalkan kamu ...""Apa pun?" sahut Cassandra cepat hingga membuat Andrian langsung mengangguk."Ya, apa pun. Katakan, Cassandra!" desak Andrian tidak sabar.Cassandra tersenyum penuh arti lalu mengangguk pelan. Dia menatap sekeliling yang sepi karena karyawan sudah sibuk di mejanya masing-masing."Apa pun. Hm, baiklah. Sepertinya kamu ingin sekal
Jelas, itu bukan tanda kepemilikan dari Andrian. "Sial kenapa harus ada jejak begini?" Marta menjadi bingung ketika semakin digosok, bekas kissmark itu tidak menghilang melainkan tambah memerah. Dia tidak perlu sekhawatir ini jika saja Andrian tidak datang mendadak.Entah apa yang membuat Andrian tiba-tiba datang. Padahal, sore tadi laki-laki itu mengatakan pergi ke rumah Gennaro. Marta melirik sekilas ke arah ruang tamu di mana Andrian tampak fokus dengan handphone."Oke, aku ke sana sekarang!" Laki-laki itu menarik napas panjang kemudian bangkit.Dia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Marta yang mendengarkan pembicaraan Andrian justru menarik napas lega. Dia segera memakai kimono dan mengikat di depan perut, lalu segera menemui Andrian."Aku sudah selesai. Tapi sepertinya kamu mau pergi!" Marta pura-pura cemberut kecewa.Andrian menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Maaf, Davidde sedang demam. Aku harus mengantar ke rumah sakit!" ucapnya.Marta mende
Cassandra mendorong pelan dada Antonio dan kembali menatap laki-laki tampan itu. "Apa kamu tidak keberatan, Antonio? Seharusnya kamu mendapatkan wanita yang sepadan, bukan sepertiku!" "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang Cassandra!" ucap Antonio tegas.Cassandra mengangguk samar diiringi senyuman. Senyum manis yang tidak dibuat-buat dan baru Antonio lihat semenjak wanita itu mengalami perceraian. Antonio bertekad ingin membuat Cassandra selalu menyunggingkan senyum manis dan melupakan kegagalan pernikahannya."Aku terima!" ucap Cassandra sambil mengangguk berkali-kali.Antonio tertegun sejenak, kemudian memeluk Cassandra. Sementara di depan pintu, Andrian semakin mematung menatap keduanya. Laki-laki itu membalikkan badan, yang membuat Antonio tanpa sengaja menatapnya.Lantas, Antonio melepaskan pelukan dan bangkit. Kemudian dia melangkah mendekati Andrian yang hendak beranjak dari situ."Andrian, sudah lama kamu di situ?" tanya Antonio pelan